Pecihitam.org – Zakat fitrah boleh dibayarkan mulai awal bulan Ramadhan sampai menjelang pelaksanaan shalat Idul Fitri. Selain mengenai kadar atau besaran zakat fitrah, umumnya pertanyaan lain yang sering muncul di masyarakat adalah tentang hukum bolehkah membayar zakat fitrah dengan bentuk uang?
Dalam agama Islam, kewajiban membayar zakat fitrah dibebankan kepada setiap muslim dan muslimah, baligh atau belum, kaya atau tidak, dengan ketentuan bahwa dia hidup pada malam hari raya dan memiliki kelebihan biaya hidup untuk makan, baik untuk dirinya sendiri atau untuk orang-orang yang ditanggung nafkahnya, pada hari raya Idul Fitri dan malamnya (sehari semalam).
Adapun mengenai hukum membayar zakat fitrah dengan bentuk uang, ternyata para ulama berbeda pendapat. Ada yang memperbolehkan dan ada yang tidak.
Pertama, mazhab Maliki, Syafi’i, dan Hambali sepakat bahwa hukum zakat fitrah tidak boleh diberikan kepada penerima zakat dalam bentuk uang. Mereka berpegangan pada hadits Nabi riwayat Abu Said berikut:
كُنَّا نُخْرِجُهَا عَلَى عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَاعًا مِنْ طَعَامٍ، وَكَانَ طَعَامُنَا التَّمْرُ وَالشَّعِيْرُ وَالزَّبِيْبُ وَالأَقْطُ
“Pada masa Rasul Saw, kami mengeluarkan zakat fitrah sebanyak satu sha’ makanan, dan pada waktu itu makanan kami berupa kurma, gandum, anggur, dan keju.” (HR. Muslim)
Dari hadits di atas, dapat dipahami bahwa dahulu para sahabat Nabi tidak mengeluarkan zakat fitrah kecuali dalam bentuk makanan. Kebiasaan mereka dalam mengeluarkan zakat fitrah dengan cara demikian merupakan dalil kuat bahwa zakat fitrah harus dikeluarkan dalam bentuk berupa bahan makanan.
Selain itu, mereka juga berpendapat, bahwa zakat fitrah adalah ibadah yang diwajibkan atas jenis harta tertentu sehingga tidak boleh dibayarkan dalam bentuk selain jenis harta dimaksud, dan tidak boleh pula menunaikannya di luar waktu yang sudah ditentukan.
Kedua, pendapat berbeda datang dari madzhab Hanafi, menurut mereka hukum zakat fitrah boleh dibayarkan dengan bentuk uang. Mereka berpedoman pada firman Allah Swt berikut:
لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ
Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. (Ali Imran: 92)
Pada ayat tersebut, Allah memerintahkan untuk menafkahkan sebagian harta yang kita cintai. Pada masa Rasulullah, harta yang paling dicintai adalah berupa makanan, sedangkan harta yang paling dicintai pada masa sekarang adalah uang. Oleh karena itu, menunaikan zakat fitrah dalam bentuk uang diperbolehkan.
Di samping itu, mereka juga berpendapat bahwa prinsip dalam hukum islam yaitu menjaga kemaslahatan. Dalam hal zakat fitrah, mengeluarkan zakat dalam bentuk uang membawa kemaslahatan baik untuk muzakki maupun mustahiq zakat.
Bagi muzakki, mengeluarkan zakat dalam bentuk uang menjadi lebih simpel dan mudah. Sedangkan bagi mustahiq, dengan uang tersebut ia bisa membeli keperluan yang mendesak pada saat itu. (Abdullah Al-Ghafili, Hukmu Ikhraji al-Qimah fi Zakat al-Fithr, halaman 2-5).
Ulama modern, Syaikh Yusuf Al-Qardhawi memberikan suatu argument menarik dan yang cukup kuat mengenai mengapa Rasulullah Saw, pada waktu itu, memerintahkan zakat fitrah dalam bentuk makanan pokok.
Kala itu, tidak semua orang memiliki dinar atau dirham dan akses mereka terhadap bahan makan pokok lebih mudah. Dengan begitu, ketika Nabi Saw memerintahkan zakat dalam bentuk uang tentu akan membebani umat muslim.
Oleh karenanya, Beliau saw memerintahkan zakat dalam bentuk bahan makanan pokok. Berbeda halnya saat ini, situasi telah berubah. Seseorang lebih mudah mendapatkan uang daripada bahan makanan pokok. Dengan demikian, memberikan zakat dalam bentuk uang bisa benar-benar memberikan maslahat.
Meski demikian, dari kedua pendapat di atas, banyak yang mengatakan bahwa pendapat pertamalah yang lebih kuat yaitu yang menyatakan tidak bolehnya mengeluarkan zakat fitrah dalam bentuk uang. Hal tersebut berdasarkan kebiasaan Nabi dan para sahabat dalam menunaikan zakat fitrah dalam bentuk bahan makanan.
Adapun solusi alternatif bagi muzakki (orang yang berzakat) yang tidak mendapatkan bahan makanan adalah, petugas amil zakat dapat menyediakan beras untuk dibeli oleh para muzakki terlebih dahulu. Kemudian mereka menyerahkannya kepada Amil.
Namun, jika membayar dalam bentuk bahan makanan dirasa berat, kesulitan mencari bahan makanan, atau ada hajat mendesak serta maslahat nyata maka boleh berzakat menggunakan uang dengan bertaqlid kepada madzhab Hanafi.
Demikian, semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bisshawab