Perjalanan Sejarah Islam dari Awal Munculnya Islam Hingga Kesultanan Utsmaniyyah

Perjalanan Sejarah Islam dari Awal Munculnya Islam Hingga Kesultanan Utsmaniyyah

PeciHitam.org Sejarah Islam diawali oleh muculnya Islam dalam bentuk resmi sebuah Agama pada tahun 610 M. Islam muncul secara resmi menjadi sebuah ajaran yang dibawa oleh Muhammad SAW dari kota Makkah ditandai dengan turunnya wahyu pertama.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Wahyu pertama yang turun adalah surat Al-‘Alaq ayat 1-5 menjadi penanda Muhammad SAW diangkat menjadi Nabi dan Rasul penutup atau khatamul Anbiya’. Perjalanan sejarah Islam sangat panjang dari 15 Abad yang lalu sampai sekarang dan sampai hari Kiamat.

Daftar Pembahasan:

Munculnya Islam

Menurut sejarah, Islam muncul dan berkembang pertama di Jazirah Arab pada awal abad ke-7 Masehi. Islam secara literatur memang dibawa oleh Muhammad SAW, akan tetapi Islam secara “Ajaran” sudah ada sejak zaman manusia ada di bumi, yaitu Adam.

Homo Sapiens pertama yang juga menjadi Nabi bagi keluarganya tersebut, diyakini oleh orang Islam sebagai orang dengan Keyakinan Islam, atau minimal membawa “Ruh Islam”.

Selanjutnya diteruskan oleh para Nabi-nabi setelahnya sampai era Muhammad SAW yang menjadi Nabi dan Rasul penutup. Tidak ada nabi lagi setelah Nabi Muhammad SAW.

Walaupun dalam literasi sejarah, agama islam yang dibawa oleh para Nabi-nabi sebelum Muhammad SAW berbeda, akan tetapi ajaran Teologis atau tauhidnya sama. Nabi Adam, Nuh, Ibrahim, Ishaq, Yusuf, Musa, dan Isa AS semuanya mempunyai ajaran sama, yaitu tauhid pengeesaan kepada sang Pencipta.

Ajaran Tauhid ini juga menjadi dasar dan pokok ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Penyelewengan terhadap ajaran tauhid menjadikan Tuhan mengutus Nabi sebagai pengingat. Allah SAW berfirman;

أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ بَدَّلُوا نِعْمَةَ اللَّهِ كُفْرًا وَأَحَلُّوا قَوْمَهُمْ دَارَ الْبَوَارِ (٢٨

Artinya; “Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang telah menukar nikmat Allah (berupa Perintah dan Ajaran) dengan kekafiran dan menjatuhkan kaumnya ke lembah kebinasaan?” (Qs. Ibrahim: 28)

إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ بِالْحَقِّ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلا تُسْأَلُ عَنْ أَصْحَابِ الْجَحِيمِ (١١٩

Artinya; “Sesungguhnya Kami telah mengutusmu (Muhammad) dengan kebenaran; sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, dan kamu tidak akan diminta (pertanggungan jawab) tentang penghuni-penghuni neraka” (Qs. Al-Baqarah: 119)

Proyeksi utama dari Muhammad SAW diturunkan sebagai Nabi adalah meluruskan apa yang bengkok, meneruskan apa yang sudah menjadi kebaikan dan memberi kabar gembira kepada mereka yang taat.

Nabi Muhammad SAW tidak berfungsi sebagai pemberi hidayah akan tetapi berfungsi sebagai tabligh atau penyampai kabar sebagaimana Rasul dan Nabi-nabi terdahulu sudah melakukan.

Baca Juga:  Sejarah Timbulnya Berbagai Firqah-firqah Islam

Penamaan Islam

Huston Smith, seorang peneliti agama-agama di dunia, menuliskan bahwa Islam dalam pandangan Barat sering terjadi kekacauan Istilah. Orang-orang Barat sering menamakan Islam sebagai Muhammedanisme karena merujuk pada Nabi pembawanya, Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthallib.

Istilah ini tertolak dalam dunia Islam sendiri karena cenderung mengejek dan merendahkan martabat Islam. Alasannya yaitu jika Islam dinamaan Muhammedanisme maka kesan yang muncul adalah Muhammad SAW merupakan karangan dan ajaran dari pribadi beliau.

Sedangkan, haqqul yakin bahwa Muhammad SAW hanya sebatas penyampai wahyu dari Tuhan semesta alam. Hal tersebut dijelaskan dalam surat Ali Imran ayat 144.

Islam sendiri berasal dari bahasa Arab (الإسلام) yang bermakna “Damai” atau “Menyerahkan Diri”. Kata Islam merupakan kata bentukan dari kata dasar Aslama – Yuslimu – Islaman yang berbentuk kata benda berbentuk sifat (Masdar). Islam juga bisa dimaknai sebagai ketundukan, kepatuhan, mengikuti, memasrahkan diri kepada Tuhan Esa, atau kemurnian.

Islam dan Peradaban

Sejarah Islam menuliskan, kondisi masyarakat Makkah sangat jauh dari peradaban yang humanis. Kitab khulasoh Nuril Yakin menuliskan bahwa tradisi-tradisi heretik (Musyrik) orang-orang Makkah yang sangat menyedihkan. Orang-orang Makkah sebelum Islam merupakan penyembah berhala yang dibuat sendiri oleh tangan mereka.

Orang-orang Makkah kebanyakan beranggapan bahwa patung tersebut merupakan bentuk ibadah yang suci. Mereka mensucikan mereka (patung-patung) dengan banyak membuat persembahan untuk mereka.

Orang-orang Makkah mempunyai kebiasan perang antar suku sebagai alat untuk mendapatkan kekuasaan. Suku yang kuat adalah yang berkuasa dan bisa mendapatkan apa yang mereka inginkan.

Oleh karenanya, lelaki yang kuat menjadi dambaan bagi keluarga orang-orang Makah. Mereka beranggapan bahwa anak perempuan adalah Aib karena tidak kuat dalam perang. Tradisi orang Makkah menguburkan anak perempuan yang lahir untuk menghindari anggapan negatif masyarakat.

Banyak dari mereka menguburkan anak-anak perempuan masih dalam kondisi hidup. Salah satunya adalah Umar bin Khattab, yang mana pernah membunuh anak perempuannya karenam malu atas kelahiran anak perempuan.

Tradisi ini sangat ditentang oleh Muhammad SAW melalui ajaran Islam. Ajaran Islam menganjurkan untuk menyetarakan perempuan sebagaimana laki-laki. Islam juga mengajarkan bahwa Islam merupakan Agama damai tanpa perang hanya untuk memenuhi hawa Nafsu.

Islam mengajarkan bahwa perang merupakan untuk mempertahankan diri jika diserang atau diintimidasi terlebih dahulu. Ajaran Islam berkembang pesat dan memiliki pengikut kuat bukan ditempat kelahirannya. Islam mendapat simpati dan tempat berkembang di Kota Utara Makah yaitu Yatsrib atau kemudian terkenal denga kota Madinah al-Munawwarah.

Baca Juga:  Tragedi Mihnah, Catatan Kelam Kekejaman Mu'tazilah dalam Sejarah Islam

Peristiwa pindahnya Muhammad SAW dari Makkah ke kota Yatsrib merupakan atas perintah Allah SWT sebagaimana dalam ayat;

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُولَئِكَ يَرْجُونَ رَحْمَةَ اللَّهِ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ (٢١٨

Artinya; “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (Qs. Al-Baqarah: 218)

Di kota ini, peradaban Islam berkembang dengan pesat dan menjadi pusat kekuasaan, dakwah dan ajaran Islam keseluruh Jazirah Arabia. Rasulullah membina Masyarakat yang damai dan berdampingan dengan berbagai etnis suku dan agama. Di Madinah sendiri, Muhammad SAW mendamaikan dua suku yang sebelumnya selalu berperang yaitu Aus dan Khadraj.

Disekitar Madinah, juga terdapat suku-suku kecil nomaden yang beragama Yahudi. Suku tersebut adalah Suku Bani Nadhir, Bani Quraidah, dan Bani Qainuqa’.

Mereka menjalin perdagangan dan muamalah dengan Rasulullah SAW dengan baik. Hal ini menunjukan bahwa hidup berdampingan dengan agama lain adalah sebuah Sunnah Nabi SAW.

Perkembangan Islam Setelah Nabi Wafat

Nabi Muhammad wafat dan dimakamkan di Kota Madinah Al-Munawwarah pada tahun 632 M. Kebiasaan para Nabi dan Rasul, tempat beliau meninggal adalah tempat dikebumikan.

Makam Rasulullah SAW pada masa ini berada dikomplek Masjid Nabawi dibawah Kubah berwarna Hijau. Dahulu tempat tersebut adalah rumah Istrinya yaitu ‘Aisyah binti Abu Bakar.

Nabi Muhammad SAW wafat meninggalkan warisan Ajaran Islam, bukan harta. Bahkan diceritakan bahwa Nabi Muhammad meninggal dalam keadaan Baju Zirah perang masih tergadai oleh orang Yahudi. Sebuah gambaran “Aneh dan Langka” seorang pemimpin Agung Agama tidak memiliki uang sampai menggadaikan Baju Perang yang dimiliki.

Pengganti pimpinan Islam, bukan sebagai Nabi, adalah Abu Bakar Shidiq yang juga mertua dari Rasulullah SAW. Abu Bakar menggunakan gelar “Khalifatu Rasulillah” yang bermakna Penerus Rasulullah SAW.

Gelar ini hanya merujuk pada masalah-masalah peran Rasulullah SAW ditengah umat Islam, bukan sebagai Nabi atau Rasul. Abu Bakar menjadi Khalifah hanya 2 tahun 2 bulan dan digantikan oleh Umar bin Khattab.

Umar memperkenalkan gelar Amirul Mukminin atau Pemimpin orang beriman. Umar memegang kekuasaan sebagai Amirul Mukminin selama 10 tahun dan meluaskan Islam sampai memenuhi Jazirah Arab.

Umar bin Khattab meninggal pada tahun 23 Hijriyah dan digantikan oleh Usman bin Affan. Beliau memimpin selama 12 tahun dan meneruskan perluasan Islam sampai ke Afrika Utara. Kemudian suksesor Usman adalah Ali bin Abi Thalib, menantu Rasulullah SAW. Empat Khalifah tersebut terkenal dengan Khulafatur Rasyidin.

Setelah masa pemerintahan Khulafatur Rasyidin, sistem pemerintahan Islam berganti menjadi sistem Dinasti yang dipimpin oleh seorang Khalifah. Dinasti pertama dalam Islam yaitu Bani Umayyah atau Umawi yang berkuasa pada tahun 661 – 750 M beribu kota di Damaskus Persia. Dalam sistem Dinasti, pemilihan pengganti adalah berdasarkan Sistem Feodalisme/ Kekeluargaan dalam kerajaan.

Baca Juga:  Sejarah Singkat Terjadinyaa Perang Salib 9 (1271 M - 1272 M)

Pada masa dinasti ini Ilmu pengetahuan modern dalam Islam mulai berkembang dengan baik. Kitab hadits pertama yang tersusun adalah inisiasi Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang memerintah tahun 99-101 H.

Setelah dinasti ini tumbang digantikan oleh Dinasti Bani Abbasiyyah yang memerintah pada tahun 750 – 1258 M. Ibu Kota pemerintahannya dipindah dari Damaskus ke Baghdad Irak.

Pada era ini, ilmu pengetahuan berkembang dengan pesat. Penanda keilmuan berkembang adalah didirikannya sebuah perpustakaan besar bernama Baitul Hikmah.

Kekuasaan Dinasti Bani Abbasiyah sangat luas, mencakup afrika utara sampai ke Asia Tengah. Bisa dikatakan pada masa jayanya, Abbasiyah merupakan Imperium dunia Islam pada masa itu.

Pergeseran kekuasaan kekuasaan Abbasiyah digantikan oleh Dinasti-dinasti Islam lainnya yang lebih kecil. Dinasti terakhir dalam Islam yang tercatat dalam sejarah Islam adalah Dinasti Usmaniyyah atau Kesultanan Ustmaniyyah yang runtuh  pada tahun 1923 kemudian menjadi Negara Turki.

Setelah itu negara-negara modern tumbuh berkembang dalam bentuk negara Republik, Emir, Dinasti dan Kerajaan-kerajaan Kecil. Hal ini merupakan sunnatullah dan menjadi tuntutan zaman.

Hasil Ijma’ Ulama setelah keruntuhan Kesultanan Ustmaniyyah menghasilkan keputusan (اتفقوا على ان لا يتفقوا)-bersepakat untuk tidak Sepakat (dalam Pendirian Khilafah).

Hasil keputusan ini juga menjadi alasan Ulama-ulama Nusantara tidak menyetujui ide Khilafah Islamiyah dalam bentuk Kerajaan. Ulama-ulama Nusantara sekelas KH Hasyim Asy’ari lebih memilih untuk membentuk Negara Republik Indonesia.

Ash-Shawabu Minallah

Mochamad Ari Irawan