Karakter Seorang Da’i Itu Mengajak, Bukan Menghakimi Apalagi Menghujat

Karakter Seorang Da'i Itu Mengajak, bukan Menghakimi Apalagi Menghujat

PECIHITAM.ORG – Keberadaan seorang da’i mutlak dibutuhkan, terlebih di lingkungan masyarakat yang minim pengetahuan agama. Selain keberadaannya, hal terpenting yang harus dibenahi adalah karakter seorang da’i. Karakter atau tipikal seorang da’i yang baik adalah mereka yang mengajak, bukan menghakimi apalagi menghujat.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Dr. Syaikh Muhammad Al Ghazali asal Mesir yang namanya mirip dengan Hujjatul Islam, Imam Al Ghazali itu konon pernah ditanya oleh seorang pemuda perihal orang yang meninggalkan salat

سأل شاب الشيخ محمد الغزالي رحمه الله، قائلاً: ما حكم تارك الصلاة يا شيخ؟ فقال: حكمه أن تأخذه معك إلى المسجد كن داعياً قبل أن تكون قاضياً

Seorang pemuda bertanya kepada Syekh Muhammad Al Ghazali rahimahullah seraya berkata, Apa hukumnya orang yang meninggalkan salat wahai syaikh?” Beliau menjawab, “Hukumnya adalah kamu mengajaknya ke masjid. Jadilah seseorang yang mengajak, sebelum menghakimi.

Begitulah seorang da’i. Adalah solusi dari masalah yang dicari bukan malah menghakimi. Jika saja pertanyaan di atas dijawab dengan menghakimi, maka dia akan mengatakan hukum orang yang meninggalkan salat adalah murtad atau kafir.

Tapi perhatikanlah jawaban di atas justru beliau menganjurkan untuk mengajak orang yang meninggalkan salat agar sama-sama melakukan salat di masjid. Dengan begitu, tanpa melakukan aksi-aksi refresif, maka orang yang gemar meninggalkan salat dengan sendirinya akan menjadi ikut melaksanakan salat

Apa yang disampaikan oleh Syekh Muhammad Al Ghazali di atas merupakan pelajaran yang amat berharga sekaligus teguran kepada para da’i muda hari ini. Di mana mereka dengan mudahnya menghakimi seseorang yang dianggapnya banyak melakukan maksiat.

Baca Juga:  Peran Penting Maqashidus Syariah dalam Pengambilan Hukum Islam

Bahkan tak jarang kita temui para da’i hari ini yang dengan mudahnya menghujat, mengumpat, bahkan tak sedikit yang sampai mengancam membunuh. Apakah seperti itu karakter seorang da’i yang ideal sebagaimana diajarkan dan dicontohkan oleh Baginda Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam?

Di dalam Al-Qur’an sebagaimana disebutkan dalam Surah Ali Imran ayat 64, terdapat salah satu tema dakwah, yakni cara dan tahapan berdakwah pada Ahli Kitab

قُلْ يٰٓاَهْلَ الْكِتٰبِ تَعَالَوْا اِلٰى كَلِمَةٍ سَوَاۤءٍۢ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ اَلَّا نَعْبُدَ اِلَّا اللّٰهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهٖ شَيْـًٔا وَّلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا اَرْبَابًا مِّنْ دُوْنِ اللّٰهِ ۗ فَاِنْ تَوَلَّوْا فَقُوْلُوا اشْهَدُوْا بِاَنَّا مُسْلِمُوْنَ

Katakanlah (Muhammad), “Wahai Ahli Kitab! Marilah (kita) menuju kepada satu kalimat (pegangan) yang sama antara kami dan kamu, bahwa kita tidak menyembah selain Allah dan kita tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun, dan bahwa kita tidak menjadikan satu sama lain tuhan-tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah (kepada mereka), “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang Muslim.”

Pada ayat di atas, digambarkan bagaimana seharusnya karakter yang dimiliki oleh seorang pendakwah. Dalam ayat ini, Nabi diperintahkan oleh Allah untuk mengajak ahli kitab kembali kepada kebenaran universal, yakini Allah sebagai satu-satunya Tuhan.

Kemudian pada ayat itu, pula Allah mengajarkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam ketika ahli kitab menolak dakwah, agar nabi menunjukkan diri sebagai seorang Islam (اشْهَدُوْا بِاَنَّا مُسْلِمُوْنَ)

Baca Juga:  Sedekah untuk Mayit, Benarkah Pahalanya tidak Sampai?

Semasa kuliah, dosen Ilmu Tafsir saya mengatakan, salah satu maksud dari kalimat اشْهَدُوْا بِاَنَّا مُسْلِمُوْنَ tersebut adalah ketika ahli kitab atau objek dakwah kita menolak apa yang kita sampaikan, maka kita harus menunjukkan bagaimana karakter indah seorang Islam yang santun, ramah dan cinta damai.

Karena dengan begitu, masih ada harapan bagi ahli kitab, bagi orang yang menolak dakwah kita untuk kemudian menerima apa yang kita sampaikan lantaran melihat lembut dan santunnya kita sebagai seorang muslim.

Dosen yang sama, pernah bercerita kepada kami dalam suatu kelas Mata Kuliah Metode Dakwah perihal masyarakat muslim mualaf di salah satu pedalaman Kalimantan. Di sana terdapat beberapa kaum muslimin yang baru masuk Islam yang tinggal di suatu tempat yang masih belum ada masjid.

Hingga suatu hari mereka ingin melakukan salat Jumat dalam keadaan tidak ada masjid dan tidak ada orang yang mengerti agama untuk menjadi imam dan memimpin bagaimana cara salat Jumat yang benar. Karena keinginan sudah kuat, maka pada siang hari ketika memasuki waktu salat Jumat, mereka berkumpul di satu tempat.

Kemudian mendengarkan salat Jumat yang dirilis melalui siaran Radio Republik Indonesia Pontianak. Mereka mendengarkan khutbah dan kemudian ikut salat ketika jamaah yang disiarkan melalui radio itu salat.

Suatu hari, dosen saya ini ditanya perihal hukum melaksanakan salat Jumat seperti gambaran kasus di atas. Alih-alih menjawab hukumnya secara fiqih, justru dosen saya itu mengatakan sebaiknya dipikirkan bagaimana caranya membangun masjid dan mengirimkan mahasiswa atau ustad yang memahami agama untuk menjadi pembimbing bagi mualaf yang baru masuk Islam di daerah tersebut.

Baca Juga:  Menikahi Janda, Haruskah Ada Wali? Ini Pendapat Ulama

Begitulah memang seharusnya karakter seorang da’i. Sebagaimana pesan Muhammad Al Ghazali di atas: ajaklah terlebih dahulu sebelum menghukumi, terlebih menghakimi.

Jangan cepat-cepat memandang orang dengan perspektif hukum, sementara mereka belum didakwahi atau diajak terlebih dahulu. Jika demikian modelnya, menghakimi atau mendakwahi tanpa didahului dengan mengajak, maka yang akan terjadi adalah hujatan, makian, Bahkan tak jarang sampai pada tindakan membawa bom.

Nah, kalau sudah seperti itu itu bukan dakwah namanya. Itu emosi namanya. Karena kalau seperti itu preman saja bisa melakukan. Sedangkan agama ini, dakwah Islam ini tidaklah disampaikan dengan cara yang seperti itu. Karena sebagaimana pesan Imam Malik rahimahullah, kebaikan cukuplah disampaikan apa adanya tanpa harus diembel-embeli dengan kata-kata kasar dan sumpah serapah. Wallahu A’lam Bishawab!

Faisol Abdurrahman