Karena Terdapat Kotoran Ikan, Apakah Terasi Itu Najis? Ini Penjelasan Ulama

Apakah terasi itu najis

Pecihitam.org – Terasi baik yang terbuat dari udang rebon atau pun ikan-ikan kecil, dalam proses pembuatannya sangat memungkinkan darah dan kotorannya juga ikut digiling. Dari sini, kemudian timbul pertanyaan apakah terasi itu najis? Berikut penjelasan ulama mengenai hukum terasi.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Terasi atau kalau orang Pontianak lebih sering menyebut belacan merupakan bumbu masak yang dibuat dari ikan-ikan kecil atau udang rebon yang difermentasikan, berbentuk seperti adonan atau pasta dan berwarna hitam-coklat, kadang ditambah dengan bahan pewarna sehingga menjadi kemerahan.

Terasi merupakan bumbu masak yang penting di kawasan Asia Tenggara dan Tiongkok Selatan. Terasi memiliki bau yang tajam. Di Indonesia terasi biasanya digunakan untuk membuat sambal terasi, tetapi terasi juga digunakan sebagai penyedap masakan dalam berbagai resep tradisional Indonesia.

Untuk di Kalimantan Barat, di Kecamatan Batu Ampar merupakan gudangnya kuliner yang satu ini, tentunya dengan harga yang murah.

Kembali pada tentang status hukum terasi perspektif Fiqh Islam, apakah terasi itu najis?

Baca Juga:  Jika Setan Dibelenggu Saat Bulan Ramadhan, Mengapa Masih Ada Kemaksiatan?

Jika pertanyaan di atas timbul karena melihat proses pembuatan terasi yang juga bercampur dengan darah serta kotoran ikan dan udang rebon, maka dalam hal ini, yakni dalam hal kotoran ikan, cara menjawabnya perlu ditafshil

Jika ikannya itu kecil, maka dalam hal ini Imam Ibnu Hajar dan Imam Ramli sepakat bahwa apa saja yang terdapat dalam ikan-ikan kecil, baik darah atau kotoran dianggap suci dan diperbolehkan memakannya meskipun bersamaan kotoran.

Adapun jika ikannya besar, maka mereka berbeda pendapat. Menurut Ibnu Hakar najis, sedangkan menurut Imam Ramli suci. Karena beliau memutlakkan baik ikan besar atau kecil sama saja, kotoran dan darahnya suci.

Penjelasan tentang ini terdapat dalam Bughyah al-Mustarsyidin berikut

وقد اتفق ابن حجر وزياد و م ر وغيرهم على طهارة ما في جوف السمك الصغير من الدم والروث وجواز أكله معه وإنّه لا ينجس به الدهن بل جرى عليه م ر الكبير ايضا لأن لنا قولا قويا أن السمك لادم له . إهـ  

Baca Juga:  Hukum Mendoakan Non Muslim, yang Boleh dan Tidak Boleh


Ibnu Hajar, Ibnu Ziyad, Imam Ramli dan yang lainnya sepakat akan kesucian sesuatu yang ada dalam perut ikan kecil berupa darah atau kotoran dan kebolehan mengkonsumsinya berserta kotoran atau darah tersebut. Dan kotoran tersebut tidak menajiskan minyak.

Bahkan dalam hal ini juga memberlakukan untuk ikan yang besar, karena dalam madzhab kami ada pendapat kuat yang menyatakan ikan termasuk hewan yang darahnya tidak mengalir. (Bughyah al-Mustarsyidin halaman 15)

Keterangan serupa bisa juga ditemukan dalam tulisan Syaikh Nawawi Banten berikut

وأما حكم الروث فيعفى عنه في السمك الصغير دون الكبير

Adapun hukum kotoran ikan, maka untuk ikan yang kecil dima’fu, tapi tidak ikan yanh besar. (Nihayatuz Zain Juz I halaman 43)

Baca Juga:  Memberi Nama Janin yang Keguguran, Bagaimana Hukumnya?

Dengan memperhatikan keterangan-keterangan ulama di atas dan sebelumnya kita sudah tahu bahwa terasi itu terbuat dari udang rebon atau pun ikan-ikan kecil, maka terjawablah sudah pertanyaan ‘apakah terasi itu najis?’

Status terasi adalah suci berdasarkan keterangan dalam Bughyah al-Mustarsyidin atau najis tapi dima’fu kalau mengacu pada keterangan dalam Nihayatuz Zain. Berdasarkan dua keterangan itu, maka tetasi halal dikonsumsi. Wallahu a’lam bisshawab!

Faisol Abdurrahman