Pecihitam.org – Pada artikel-artikel saya sebelumnya telah kita bahas hal-hal yang berkaitan dengan Ketuhanan. Sifat-sifat yang wajib, mustahil dan yang jaiz bagi Allah Ta’ala Tuhan semesta alam. Sekarang kita membahas yang berkaitan dengan I’tiqad Ahlussunnah wal-Jama’ah, yakni perihal Kenabian. Tentang sifat-sifat yang wajib, mustahil dan juga yang jaiz bagi Para Rasul ‘alaihimusshalatu wassalam.
Salah satu dari rukun iman adalah percaya kepada para Nabi baik eksistensi mereka maupun segala sesuatu yang mereka sampaikan. Bagaimanakah yang dimaksud dengan Nabi dan apa perbedaannya dengan Rasul?
Rasul adalah lelaki yang merdeka dari golongan manusia yang diutus oleh Allah SWT untuk menyampaikan segala hukum Allah kepada setiap hamba-Nya.
Sedangkan Nabi adalah orang yang di wahyukan kepadanya suatu syari’at guna diamalkannya dalam kehidupan, baik diperintahkan kepadanya untuk menyampaikan kepada hamba-hamba Allah ataupun tidak.
Dengan demikian dapat kita simpulkan yang bahwa Rasul maknanya lebih spesifik, sedangkan Nabi lebih umum daripada Rasul. Setiap Rasul pastilah ia merupakan seorang Nabi dan tidak sebaliknya, yakni setiap Nabi belum tentu merupakan seorang Rasul.
Adalah merupakan suatu kewajiban bagi kita ummat Islam untuk mengetahui Nama para Rasul yang tersebut di dalam Al-Quran secara tafshil (rinci), dan membenarkan mereka secara rinci pula.
Adapun selain daripada yang tersebut di dalam Al-Quran, maka wajib kita beriman dengan mereka itu secara ijmal (umum/global) saja, tidak perlu secara terperinci.
Kenabian (Nubuwwah) tidaklah dapat diusahakan dengan riyadhah, mujahadah dan lain sebagainya. Kenabian semata-mata merupakan karunia dan pemberian Allah SWT yang mengandung banyak sekali hikmah dan kemaslahatan.
Oleh karena kita wajib beriman kepada Nabi, maka menjadi suatu kewajiban pula bagi kita untuk mengetahui apa saja yang wajib, mustahil dan yang jaiz pada diri mereka ‘alaihimusshalatu wassalam.
A. sifat yang wajib dan mustahil pada Nabi
Ada 4 sifat yang wajib dan 4 sifat yang mustahil bagi para Nabi:
1. Shiddiq, lawannya Kadzib
Shiddiq artinya benar/jujur sedangkan kadzib berarti dusta. Wajib bagi para Nabi ‘alaihimusshalatu wassalam bersifat dengan shiddiq, mustahil ada sifat dusta pada mereka. Akal yang sehat tidak akan dapat mencerna apabila sifat shiddiq tidak ada pada diri para Nabi.
Dalil ‘aqli
Apabila para Nabi berdusta atas sesuatu yang mereka sampaikan kepada manusia, maka khabar yang datang dari Allah juga menjadi dusta, karena Allah Ta’ala telah membenarkan seruan mereka dengan memperlihatkan mukjizat ditangan-tangan mereka.
Yang mana mukjizat tersebut bertempat pada tempat firman Allah: “Telah benar hamba-Ku pada setiap apa yang mereka sampaikan dari Aku”.
Padahal sifat dusta adalah mustahil bagi Allah. Oleh karena ini, mustahil pula ada dusta pada diri para Rasul-Nya.
Dalil naqli
- Surat Al-Ahzab ayat 22 :
وَصَدَقَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ
“Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya”
- Surat Yaasin ayat 52 :
وَصَدَقَ الْمُرْسَلُونَ
“Dan benarlah Rasul-rasul Nya”
Demikian sifat pertama yang wajib ada pada diri para Rasul, yakni Shiddiq dan yang mustahil bagi mereka yaitu kadzib/dusta. InsyaAllah pada artikel berikutnya akan kita lanjutkan dengan sifat-sifat lainnya yang berkaitan dengan perihal Kenabian ini. Wallahua’lam bisshawab !