Meluruskan Pendapat Mereka yang Menolak Hukum Bolehnya Mengqadha Shalat

Inilah Penjelasan dan Dalil Barkaiatan Dibolehkannya Mengqadha Shalat, Yuk Baca!

Pecihitam.org – Sebagaimana yang kita ketahui di luar sana sebahagian kecil kaum muslimin ada yang berpendapat bahwa mengqadha shalat tidak ada landasan hukumnya. Mereka beralasan yang bahwa tidak adanya dalil Ayat Al-Quran dan Hadits, dan Rasulullah SAW pun tidak pernah melakukannya menurut mereka.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Bahkan sebahagian besar dari mereka ini berpendapat bahwa mengqadha shalat itu adalah perbuatan bid’ah, sebab Nabi SAW tidak pernah melakukannya.

Perlu untuk kita ketahui yang bahwa pendapat yang mengatakan tidak boleh mengqadha shalat itu adalah pendapat yang keliru. Dikatakan keliru karena mereka berdalil dengan hadits yang diriwayatkan dari Sayyidatina ‘Aisyah r.a yang berbunyi :

عن عائشة : كنّا نؤمر بقضاء الصّوم ولا نؤمر بقضاء الصّلاة

Artinya : “Dari ‘Aisyah ia berkata : kami diperintahkan Rasulullah untuk mengqadha puasa dan tidak diperintahkan untuk mengqadha shalat”

Dan Juga berdasarkan hadits yang ditarjih oleh jama’ah, yakni Ahmad, Bukhari, Muslim, Abu Daud, Ibnu Majah, At-Tarmidzi dan An-Nasai yang berbunyi :

عن معاذة قالت, سألت عائشة فقلتُ : مابال الحائض تقضى الصّوم ولا تقضى الصّلاة؟ قالت يصيبنا ذالك مع الرّسول الله فنؤمر بقضاء الصّوم ولا نؤمر بقضاء الصّلاة

Artinya : ”Diriwayatkan dari Mu’adzah ia berkata : aku bertanya kepada ‘Aisyah : Mengapakah wanita yang haidh mengqadha puasa namun tidak mengqadha shalat?. ‘Aisyah menjawab : kami pernah ditimpa persoalan tersebut bersama Rasulullah, maka kami diperintahkan untuk mengqadha puasa dan tidak mengqadha shalat”.

Kekeliruan bukanlah pada hadits yang tersebut diatas, akan tetapi kesimpulan yang ditarik darinya oleh mereka yang tidak membolehkan qadha shalat. Mari kita simak pembahasan berikut!

Baca Juga:  Shalat Tahiyatul Masjid, Ibadah Sunnah yang Sangat Dianjurkan

Dalam hadits yang berkenaan dengan permasalahan qadha shalat baik yang telah kami sebutkan ataupun hadis lainnya, di sana mengandung kata “kami dan kalian”

Lalu siapakah “kami” dan “kalian” yang terdapat di dalam Hadits tersebut?. Coba kita perhatikan kembali !

“maka kami (seluruh wanita) diperintahkan untuk mengqadha puasa, tidak mengqadha shalat”

“kami (seluruh wanita) diperintahkan Rasulullah SAW untuk mengqadha puasa dan tidak diperintahkan untuk mengqadha shalat”

Dalam Hadits yang lain Nabi bersabda :

“kalian (seluruh wanita) tidak mengqadha shalat namun wajib mengqadha puasa”

Sebahagian orang salah memahami arti kata “kami” dan “kalian” yang terdapat dalam hadits-hadits tersebut. Karena kekeliruan mereka inilah pada akhirnya mereka memutuskan bahwa tidak ada hukum mengqadha shalat.

Padahal bila kita pahami lebih teliti lagi mengenai isi dan arah pembicaraan hadits-hadits tersebut, maka pastilah akan kita temukan maksud sebenarnya dari kata-kata “kami” yang ada di dalamnya.

Baca Juga:  Shalat bagi Orang Pikun, Bagaimanakah Hukumnya?

Kata “Kami” dan “kalian” yang dimaksudkan dalam hadits adalah : “Seluruh wanita yang meninggalkan shalat dan atau puasa lantaran sedang dalam keadaan berhalangan/berhaidh”. Maka hadits seperti ini tidak dapat dijadikan sebagai dalil larangan mengqadha shalat secara mutlak.

Agar lebih jelas lagi, coba kita perhatikan dengan seksama penjelasan berikut !

Sebab munculnya pertanyaan ini, awal mulanya pada masalah berkaitan dengan perempuan. Bahwa setiap wanita itu berhaidh pada tiap-tiap bulan, yang mana keluarnya darah tersebut dapat menghalangi mereka berpuasa dan shalat saat itu.

Seluruh wanita pada setiap bulannya meninggalkan shalat selama mereka haidh sekurang-kurangnya sehari semalam dan selambat-lambatnya 15 hari 15 malam.

Ketika mereka meninggalkan shalat dan puasa selama mereka berhaidh, apakah mereka mesti mengqadhanya disaat mereka telah suci kembali? Masalah inilah yang ditanyakan oleh Sayyidatina ‘Aisyah kepada Rasulullah SAW, maka beliau pun menjawab :

“Kalian tidak mengqadha shalat namun mengqadha puasa saja”

Karena bila shalat juga mesti diqadha, lalu bagaimanakah dengan wanita yang masa haidhnya selama 15 hari 15 malam disetiap bulannya? Haruskah mereka ini mengqadha shalatnya setiap hari dan disetiap waktu?. Tentulah Ini akan sangat berat untuk mereka.

Baca Juga:  Shalat Tarawih dan Melerai Perbedaan Jumlah Rakaatnya

Adapun dengan masalah qadha puasa, mereka tidak begitu terbebani, sebab puasa itu dalam setahun hanya satu bulan saja, tidak setiap bulannya. Tentulah tidak keberatan bagi mereka untuk mengqadhanya.

Nah, sekarang sudah jelaskan, bagaimana duduk masalah dari hadits-hadits yang menyatakan tidak adanya qadha shalat ini. Hadits-hadits tersebut adalah khusus bagi wanita yang meninggalkan shalat lantaran berhaidh saja, bukan sebab yang lainnya.

Oleh karena itu untuk sebab lainnya selain haidh, maka ummat muslim wajib mengqadha shalatnya, baik itu perempuan atau laki-laki. Yang sudah pasti laki-laki tidak disebabkan haid sama sekali.

Demikian sedikit pembahasan mengenai mengqadha shalat dalam islam. Semoga bermanfaat, wallahua’lambisshawab !

Muhammad Haekal