Dua Sifat Iri yang Dibolehkan oleh Rasulullah SAW

sifat iri

Pecihitam.org – Sifat iri atau dengki dalam bahasa arab disebut dengan kata حَسَدَ yang bermakna: إِذا تَمَنَّى أَن تَتَحَوَّلَ إِليه نِعْمَتُهُ وَفَضِيلَتُهُ أَو يُسْلَبَهُمَا

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

“jika seseorang ingin mengubah nikmat karunia dan keutamaan yang diterima seseorang atau ingin merebut keduanya” (Lisan al-‘Arab Juz III halaman148)

Imam Ibnu Majah telah meriwayatkan hadis :

عَنْ أَنَسٍ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: «الْحَسَدُ يَأْكُلُ الْحَسَنَاتِ، كَمَا تَأْكُلُ النَّارُ الْحَطَبَ، وَالصَّدَقَةُ تُطْفِئُ الْخَطِيئَةَ، كَمَا يُطْفِئُ الْمَاءُ النَّارَ، وَالصَّلَاةُ نُورُ الْمُؤْمِنِ، وَالصِّيَامُ جُنَّةٌ مِنَ النَّارِ

Artinya: “Dari Anas bahwa Rasulullah saw bersabda “sifat iri atau dengki itu memakan kebaikan-kebaikan sebagaimana api yang memakan kayu, dan sedekah itu mematikan (menghapus) kesalahan sebagaimana air yang memadamkan api, dan shalat adalah cahayanya orang beriman, dan puasa adalah perisai dari api neraka”

Yang dimaksud sifat dengki yang memakan kebaikan-kebaikan dalam kitab Faidh al-Qadhir yaitu يذهبها ويحرقها ويمحو أثرها menghilangkan, membakar, dan menghapus pengaruh atau bekas kebaikan yang telah dilakukannya. Seperti api yang memakan kayu, yaitu kayu yang kering karena dia membuat pemiliki sifat dengki berkeinginan meniadakan yang didengkinya dan mencelanya, dan terkadang juga merusak harta bendanya.

Dan semua itu adalah suatu kezaliman yang akan dipangkas darinya di hari akhirat dan menggantinya dengan kebaikan-kebaikan yang dimiliki oleh si pendengki tersebut, maka tidak ada lagi keperluan (hak) di dalam kebaikan-kebaikannya yang dipisahkan darinya. Sehingga ketaatan-ketaatannya menjadi sia-sia. (Faidh al-Qadhir,  Juz III halaman 125).

Baca Juga:  Keajaiban Doa Iftitah, Ternyata Dapat Membuka Pintu Langit

Namun dalam hadis Nabi yang diriwayatkan oleh imam Bukhari terdapat dua sifat iri yang dibolehkan yaitu sebagai berikut:

عَنْ ابْنِ مَسْعُودٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا حَسَدَ إِلَّا فِي اثْنَتَيْنِ رَجُلٍ آتَاهُ اللَّهُ مَالًا فَسَلَّطَهُ عَلَى هَلَكَتِهِ فِي الْحَقِّ وَرَجُلٍ آتَاهُ اللَّهُ حِكْمَةً فَهُوَ يَقْضِي بِهَا وَيُعَلِّمُهَا

Artinya: “Dari Ibnu Mas’ud radliallahu ‘anhu berkata; Aku mendengar Nabi Shallallahu’alaihiwasallam bersabda: “Tidak boleh iri (dengki) kecuali kepada dua hal. (Yaitu kepada) seorang yang Allah berikan kepadanya harta lalu dia menguasainya dan membelanjakannya di jalan yang haq (benar) dan seorang yang Allah berikan hikmah (ilmu) lalu dia melaksanakannya dan mengajarkannya (kepada orang lain) .

Hadis diatas sebagian mengatakan harta yang diinfaqkan secara benar  itu terbagi tiga. Pertama adalah apa yang diinfaqkan kepada dirinya, keluarganya, dan siapa yang harus dinafkahinya dengan tidak kikir dan tidak pula berlebihan terhadap apa yang wajib bagi mereka sebagaimana firman Allah dalam surah al Furqan ayat 67

Baca Juga:  Rahasia Dibalik Makna Alhamdulillah, Bukan Sekedar Ucapan Terima Kasih

وَالَّذِينَ إِذا أَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكانَ بَيْنَ ذلِكَ قَواماً

Artinya : “dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.

Nafkah itulah yang lebih utama dari sedekah dan dari seluruh nafkah. kemudian yang kedua adalah melaksanakan zakat dan mengeluarkan haknya Allah swt kepada siapa yang berhak menerimanya.

Dan yang ketiga adalah sedekah yang sifatnya sunnah itulah yang diberi balasan atasnya juga seperti memberikan makanan kepada orang yang kelaparan.

Maka siapa yang mengeluarkan hartanya seperti ketiga ini maka dia telah menempatkan harta itu pada tempatnya dan itu kemudian mengharuskan diri iri terhadapnya dan begitu halnya kepada siapa yang diberikan oleh Allah swt hikmahnya kemudian mengajarkannya.

Maka dialah yang mewarisi tingkatan kenabian, karena dia akan mati sedangkan balasannya akan tetap mengalir untuknya bagi siapa yang mengajarkan dan mengamalkan ilmunya sampai hari kiamat, maka sepatutnyalah setiap orang beriman itu iri terhadap orang yang demikian keadaannya, Allah memberikan keutamaannya kepada siapa yang dikehendakinya. (Syarah Shahih Bukhari Ibnu Baththaal. Juz III halaman 408-409)

Demikian pula dalam Syarah al-Qashthalani  berkaitan dengan kata فِي اْلحَقِّ dengan dikecualikannya sifat mubazzir. Yaitu menghabiskan harta kepada apa yang tidak pantas, mengenai kata hikmah menurut imam syafi’i adalah al-Qur’an dan Sunnah sebagaimana dalam kitab al-Risalahnya.

Baca Juga:  Inilah 6 Tanda Orang yang Beriman dalam Kehidupan Sehari-Hari

Dan juga penjelasan dari Syarah al-Qast alani bahwa ibnu Al Munir mengatakan bentuk relasi (hubungan) antara kedua perkara tersebut adalah harta itu bertambah dengan infaq dan tidaklah berkurang berdasarkan firman Allah dalam surah al Baqarah ayat 276 :

وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ

Artinya : “dan menyuburkan sedekah”

Dan sabda Rasulullah saw 

مَا نَقَصَ مَالٌ مِنْ صَدَقَةٍ

Artinya : “Harta itu tidak berkurang karena sedekah

Dan demikian pula ilmu, ilmu juga bertambah dengan menginfaqkannya yaitu dengan mengajarkannya, maka keduanya itu saling terkait (Irsyaad al-Syaari. Juz III halaman 14).

Maka sangat patutlah seseorang iri terhadap orang tersebut dan termotivasi untuk melakukan hal yang demikian, namun tidak sampai seperti iri dengki yang sebelumnya yang ingin menghilangkan keutamaan-keutamaan orang yang didengkinya. Wallahua’lam.

Khalil Nurul Islam

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *