Ketika Hijrah Hanya Dipahami Sebagai Ibadah Mahdah

Ketika Hijrah Hanya Dipahami Sebagai Ibadah Mahdah

PeciHitam.org – Beberapa tahun kebelakang, fenomena Hijrah terus berkembang hingga sampai kepada fase merasa lebih baik daripada orang lain yang menurut mereka belum melakukan hijrah.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Untuk itu, kita perlu memahami lebih dulu apa itu hijrah dan apa yang harus dilakukan. apakah hijrah hanya berarti mengamalkan Ibadah yang bersifat ritual saja, atau ada aspek lain yang perlu dilihat?

Memahami Hijrah

Hijrah Rasulullah SAW 1.430 tahun lalu memberi banyak hijrah Pelajaran kepada umat Islam, baik secara strategi militer sosial politik, maupun batin.

Setiap tahun kita membaca tulisan atau mendengarkan ceramah dari para ulama dan cendekiawan Muslim, yang menguraikan makna hijrah itu secara luas. Banyak sekali tulisan dan ceramah yang bagus dan menyentuh hati dan perasaan kita.

Sejak awal reformasi 1998, sudah 10 kali kita mengalami Tahun Baru Hijriyah dan 10 kali pula kita melakukan introspeksi terhadap perilaku kita.

Pada awal era reformasi banyak yang menyatakan bahwa kita perlu melakukan transformasi masyarakat melalui hijrah dari era Orde Baru yang kita anggap sebagai era kegelapan (dzulumat) ke era reformasi yang kita anggap sebagai era penuh cahaya (nuur). Tetapi ternyata cukup banyak hal yang terjadi pada era Orde Baru, lebih baik daripada saat ini.

Baca Juga:  Hijrah Yang Sesungguhnya Menurut Ilmu Tasawuf

Tampaknya 10 kali introspeksi itu belum cukup kuat untuk membersihkan diri kita dari daki-daki masa kegelapan. Masih belum terlihat adanya perubahan nyata yang signifikan dari perilaku kita 10 tahun lalu menuju perilaku kita saat ini.

Dari Ibadah Ritual Menuju Ibadah Sosial

Hijrah belum kita laksanakan baru sebatas retorika kita. Masalahnya, bagaimana kita bisa mewujudkan retorika itu menjadi perilaku nyata?

Kita harus jujur terhadap diri kita sendiri, sejauhmana perilaku Kata sudah sesuai dengan apa yang kita katakan? Sejauhmana kita telah hijrah dari perilaku yang tidak baik dalam berhubungan dengan pihak lain?

Dari perilaku yang berprasangka buruk dan menggunakan bahasa yang tidak ramah menuju perilaku yang berprasangka baik dengan bahasa yang baik. Pihak lain itu bisa mereka yang beragama lain dan kelompok lain dalam agama Islam.

Baca Juga:  Trend Hijrah dan Simbolisme Eksklusif dari Pengklaim Kebenaran

Kita harus membuat keseimbangan antara ibadah mahdhah (ritual) dengan ibadah Sosial (muamalah). Selama ini terkesan bahwa banyak orang yang ibadah mahdhahnya baik tetapi temyata tidak memberi dalam perilaku sosialnya.

Sholat jalan terus tetapi korupsi dan perilaku buruk lainnya juga jalan terus. Puasa hanya memberi dampak selama satu atau dua bulan, tetapi tidak berbekas dalam 10 bulan lainnya.

Banyak dari kita yang memisahkan kedua ibadah itu. Ibadah mahdhah amat penting untuk mengumpulkan pahala sebanyak-banyaknya dan ibadah sosial dianggap tidak begitu penting.

Perilaku sosial dianggap sebagai sesuatu yang terpisah, sehingga kita bisa melakukan dosa yang akan ditutup oleh pahala dari ibadah mahdhah.

Ibadah mahdhah kita harus memberi dampak nyata terhadap perilaku sosial kita. Kita mendengar adanya istilah kesalehan sosial yang menunjukkan tingkat kesesuaian perilaku sosial kita dengan perintah agama.

Baca Juga:  Barus Sebagai Titik Nol Islam di Nusantara, Benarkah?

Lalu kita juga mendengar adanya istilah kesalehan profesional yang menunjukkan sejauhmana perintah agama kita patuhi dalam kegiatan profesional kita,

Terakhir kita juga mendengar adanya istilah kesalehan terhadap alam. Islam tidak mengajarkan kita untuk menaklukkan alam tetap mencari harmoni atau keselarasan dengan alam sehingga alam akan memberi manfaat kepada kita dan anak-cucu kita sampai sekian ratus generasi lagi.

Mohammad Mufid Muwaffaq