Ini Konsekuensi dan Hukum Membatalkan Puasa Sunah Menurut Para Ulama

Ini Konsekuensi dan Hukum Membatalkan Puasa Sunah Menurut Para Ulama

Pecihitam.org- Diantara kita pasti pernah yang melakukan puasa sunah tapi berhenti di tengah jalan artinya membatalkan puasa sunah tersebut, entah memang tidak kuat atau karena uzur lainnya.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Salah satu contoh ketika kita sedang puasa sunah syawal, tetapi kita membatalkan puasanya di tengah jalan sebab berkunjung silaturahmi lebaran ke rumah tetangga atau saudara. Lantas bagaimana hukumnya membatalkan puasa sunah tersebut? Dan apa konsekuensinya?

Puasa sunah Syawal memiliki keutamaan luar biasa, berdasarkan riwayat dari Nabi Muhammad SAW berikut ini: “Barang siapa yang melakukan puasa di bulan Ramadhan kemudian pada bulan syawal dia puasa enam hari, maka dia dihitung seperti puasa setahun penuh,” (HR Muslim).

Lalu bagaimana hukumnya jika orang yang telah memulai puasa sunah Syawalnya, kemudian dia membatalkan puasanya di tengah jalan?. Kaitannya persoalan ini, ulama membuat rincian (tafsil).

Yang pertama, Ulama sepakat bahwa membatalkan puasa tersebut sebab adanya udzur, maka tidak perlu diqadha. Akan tetapi jika puasa sunah itu dibatalkan tanpa adanya udzur, maka para ulama berbeda pendapat, salah satunya keterangan dari Ibnu Rusyd dalam Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid sebagai berikut:

Baca Juga:  Menikah di Bulan Rajab, Bagaimana Hukumnya?

Ulama bersepakat kaitannya hukum membatalkan puasa sunah, bahwa tidak ada kewajiban qadha bagi seseorang yang membatalkan puasa sunahnya sebab adanya udzur tertentu. Namun para ulama berbeda pendapat terkait seseorang yang membatalkan puasa sunahnya dengan sengaja atau tanpa adanya udzur tertentu. Jika menurut pendapat dari Imam Malik dan Abu Hanifah, mereka mewajibkan untuk qadha puasa sunah tersebut. Namun tidak wajib mengqadha puasa sunah yang dibatalkannya, jika menganut pendapatnya Imam As-Syafi’i dan sekelompok ulama lainya,

Terjadinya perbedaan pandangan di kalangan para ulama disebabkan keduanya memiliki pemahaman yang berbeda dalam menganalogikan puasa sunah tersebut.

Imam Malik dan Abu Hanifah yang mewajibkan qadha puasa sunah, menganalogikan puasa sunah ini dengan ibadah haji. Berbeda dengan Imam As-Syafi’I, yang menganalogikan puasa sunah itu dengan ibadah shalat.

Baca Juga:  Kesaksian Non Muslim dalam Islam, Diterima atau Tidak?

Konsekuensi dari pembatalan ibadah haji dan ibadah shalat, memang berbeda. Kemudian perbedaan konsekuensi antara keduanya itu diturunkan pada pembatalan puasa sunah.

Di sini Imam Syafi’i mengambil posisi yang jelas, bahwa beliau tidak mewajibkan qadha puasa bagi seseorang yang batalkan puasa sunah Syawal atau puasa sunah lainnya. Walaupun demikian, beliau menganjurkan orang tersebut untuk mengqadha puasanya.

Selain itu, beliau juga menghukumi makruh bagi orang yang batalkan puasa sunah tanpa adanya udzur. Sebagaimana yang dijelaskan dalam Kitab Kifayatul Akhyar sebagai berikut:

“Orang yang sedang berpuasa sunah tidak wajib menyelesaikannya hingga waktu berbuka yakni magrib. Namun alangkah baiknya  untuk diselesaikan hingga waktu berbuka. Tidak ada kewajiban qhada’ baginya jika ia membatalkan puasa sunah di tengah jalan, namun alangkah baiknya jika dia mengqadha puasanya. Apakah hukumnya makruh jika membatalkan puasa sunah itu? Masalah ini patut dipertimbangkan. Apabila ia membatalkannya sebab adanya udzur, maka tidak makruh. Namun jika sebaliknya, yakni tidak disebabkan adanya udzur tertentu, maka pembatalan puasa sunah makruh,”

Menghormati tuan rumah yang menjamu orang puasa yang sedang berkunjung kerumahnya, merupakan salah satu udzur syari. Sebagaimana diterangkan dalam Kitab Kifayatul Akhyar sebagai berikut:

Baca Juga:  Agar Tidak Batal, Begini Tata Cara Wudhu Saat Puasa

“penghormatan kepada orang yang menjamunya yang mencegahnya untuk makan, merupakan salah satu udzur syar’i. dan hukmunya makruh berpuasa sunah dihari Jum‘at semata. atau puasa sunah hari Sabtu semata atau hari Ahad saja. Wallahu a‘lam,”

Mochamad Ari Irawan