Niat Sebagai Rukun Shalat, Ini Komponen Niat dalam Shalat yang Harus Terpenuhi

Niat Sebagai Rukun Shalat, Ini Komponen Niat dalam Shalat yang Harus Terpenuhi

Pecihitam.org – Tulisan kali ini membahas tentang niat sebagai rukun shalat pertama, tepatnya tentang komponen niat dalam shalat yang harus terpenuhi. Apa saja? Ini penjelasan lengkapnya.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Rukun shalat merupakan hal pokok yang harus terpenuhi untuk sahnya shalat. Para ulama berbeda pendapat dalam penyebutan jumlah rukun shalat. Ada yang menyebut 14, 17 dan 18. Penjelasan tentang perbedaan penyebutan tersebut bisa dibaca pada tulisan berjudul Rukun Shalat yang Wajib Diketahui Mushalli yang ditulis oleh Ustadz Muhazzir Budiman.

Rukun shalat yang pertama adalah niat. Hukum niat dalam shalat dan banyak ibadah lainnya adalah wajib. Sebagaimana firman Allah QS. Al-Bayyinah berikut

وَمَآ اُمِرُوْٓا اِلَّا لِيَعْبُدُوا اللّٰهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ حُنَفَاۤءَ وَيُقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَيُؤْتُوا الزَّكٰوةَ وَذٰلِكَ دِيْنُ الْقَيِّمَةِۗ

Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama, dan juga agar melaksanakan salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus (benar). (QS. Al-Bayyinah: 5)

Dasar lainnya tentang kewajiban niat adalah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim: sesungguhnya amal perbuatan tergantung niatnya dan sesungguhnya setiap orang mendapatkan bagian sesuai niatnya. Juga hadis lain yang disebut oleh Imam as-Suyuthy dalam Kitab al-Jami’ al-Shaghir pada Juz I halaman 104: sesungguhnya manusia akan dibangkitkan menurut niatnya

Dalam istilah para fuqaha’, niat merupakan maksud hati untuk menyengaja melakukan sesuatu bersamaan dengan hal yang dikerjakan tersebut. Dalam hal shalat, niat berarti harus dihadirkan dalam hati saat mulai takbiratul ihram.

Baca Juga:  Takbiratul Ihram Rukun Shalat Kedua: Ini Tata Cara Takbiratul Ihram yang Harus Anda Pahami

Niat yang wajib adalah dalam hati. Adapun hukum melafadzkannya dengan lisan adalah sunnah, sebagaimana keterangan Imam Al-Ramly dalam Nihayatul Muhtaj

و يندب النطق بالمنوي قبيل التكبير ليساعد اللسان القلب ولأنه ابعد من الوسواس

Disunnahkan mengucapkan apa yang diniatkan dalam hati (seperti kalimat Ushalli…) sebelum takbiratul ihram agar lisan bisa membantu hati untuk khusyuk dan terhindar dari waa-was (Nihayatul Muhtaj Juz I halaman 63)

Berkaitan dengan tingkatan niat shalat dalam hal komponen yang harus terpenuhi, niat dibagi menjadi tiga klasifikasi. Pertama adalah shalat fardlu semisal Shubuh, Dzuhur dan seterusnya. Kedua, shalat sunnah yang mempunyai waktu seperti shalat sunnah rawatib, tarawih, wirid, tahajud dan yang lainnya. Ketiga, shalat sunnah mutlak yang tidak terikat waktu khusus. (Kifayatul Akhyar Juz I halaman 102).

Niat dalam shalat rardlu
Untuk penyebutan niat dalam hati pada shalat fardlu, minimal ada tiga komponen niat yang harus terpenuhi.

Pertama, qashdu fi’lis shalah (bermaksud melakukan shalat). Ini untuk mempertegas bahwa seseorang mau melakukan shalat, bukan ibadah lainnya. Maka dalam hal ini, di dalam hati seseorang harus dihadirkan semisal lafafz ushalli.

Kedua, ta’yinus shalah (menjelaskan nama shalatnya). Ta’yin atau menyebutkan nama shalat untuk memperjelas shalat apa yang dikerjakan. Mislanya Shubuh, Dzuhur atau Ashar atau yang lainnya.

Baca Juga:  Hadis Tentang Perintah, Rukun Shalat dan Tata Caranya

Ketiga, faridlah (menyebutkan fardlu).
Untuk shalat fardlu, komponen shalat yang tidak boleh dilupakan adalah menjelaskan bahwa mushalli (orang yang menjalankan shalat) benar-benar dalam rangka melaksanakan fardlu, bahkan menurut sebagian pendapat walaupun mushallinya seorang anak kecil belum baligh yang masih belum wajib shalat.

Ketiga komponen di atas, jika diilustrasikan secara komplit, misalnya dalam shalat Shubuh

اُصَلِّى فَرْضَ الصبح

“Saya shalat fardlu Shubuh”

Lafadz niat di atas adalah minimal. Adapun melengkapi niat shalat seperti yang banyak dipakai seperti berikut ini hukumnya adalah sunnah

اُصَلِّىْ فَرْضَ الصبح ركعتين مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ اَدَاءً للهِ تَعَالَى 

“Saya shalat fardlu Shubuh dua rakaat dengan menghadap kiblat, berupa ada’ karena Allah Ta’ala.”

Shalat sunnah yang mempunyai waktu
Untuk shalat sunnah yang mempunyai waktu seperti shalat sunnah rawatib, tarawih, witir dan sebagainya, komponen niatnya sama dengan shalat fardlu minus faridlah (menyebutkan fardlu). Jadi hanya dua; qashdu fi’lis shalah (bermaksud melakukan shalat); dan ta’yinus shalah (menjelaskan nama shalatnya)

Maka dalam prakteknya, orang yang tarawih misalnya, minimal harus terbesit di hatinya susunan kalimat:

اُصَلِّىْ التَّرَاوِيْحَ

“Saya shalat tarawih.”

Perlu ditegaskan kembali, contoh lafadz niat di atas merupakan standar minimal. Artinya, jika orang yang shalat menggerakkan hati dengan susunan yang lebih lengkap sebagaimana dalam contoh yang panjang di atas, tentu lebih baik. Karena hal tersebut akan mendapatkan kesunnahan yang berlipat. Ma kana aktsaru amalan kana aktsaru fadlan (Banyak amalnya berarti banyak fadhilahnya)

Baca Juga:  Lupa Baca Al Fatihah dalam Shalat, Bagaimanakah Sebaiknya?

Shalat sunnah mutlak
Shalat sunnah mutlak atau shalat sunnah yang tidak terikat dengan waktu tertentu. Maka, dalam komponen niatnya cukup dengan qashdu fi’lis shalah (bermaksud melakukan shalat). Sehingga jika orang mau mendirikan shalat sunnah mutlak, maka ketika dalam hatinya menyebut ushalli saja, shalatnya sudah absah secara Fiqh.

Demikian uraian tentang komponen niat dalam shalat yang harus terpenuhi. Dari keterangan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa niat dalam shalat mempunyai standar minimal yang harus disebut secara spesifik. Adapun praktek niat yang telah berlaku di masyarakat muslim Asia Tenggara khusunya merupakan niat secara komplit yang telah diajarkan oleh para ulama pendahuku dalam rangka mendapatkan fadhilah atas keutamaan.

Faisol Abdurrahman

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *