PeciHitam.org – Dalam konteks Indonesia, Islam Moderat yang mengimplementasikan Ummatan Wasathan terdapat pada dua golongan yaitu Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Keduanya mencerminkan ajaran Ahlussunnah wa al-Jama’ah yang mengakui toleransi serta kedamaian dalam berdakwah.
Sikap moderasi NU pada dasarnya tidak terlepas dari akidah Ahlusunnah wa al-Jama’ah (Aswaja) yang dapat digolongkan paham moderat. Dalam Anggaran Dasar NU dikatakan, bahwa NU sebagai Jam’iyah Diniyah Islamiyah berakidah Islam menurut paham Ahlussunah wa al-Jama’ah dengan mengakui mazhab empat, yaitu Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali. Penjabaran secara terperinci, bahwa dalam bidang akidah, NU mengikuti paham Ahlussunah wa al-Jama’ah yang dipelopori oleh Imam Abu Hasan Al-Asy’ari, dan Imam Abu Mansyur Al-Maturidi. Dalam bidang fiqih, NU mengikuti jalan pendekatan (al-mazhab) dari Mazhab Abu Hanifah Al-Nu’man, Imam Malik ibn Anas, Imam Muhammad ibn Idris Al-Syafi’i dan Ahmad ibn Hanbali. Dalam bidang tasawuf mengikuti antara lain Imam al-Junaid al-Bagdadi dan Imam al-Ghazali, serta imam-imam yang lain.
Bentuk Wasathiyah Nahdlatul Ulama diantaranya dengan menganut para imam sebagaimana disebut di atas, maka mereka semua berfaham Ahlussunnah wa al-Jama’ah yang selalu menjadi penengah atas berbagai faham yang ekstrim dan liberal. Menjalankan dakwah dengan lembut, ikut terlibat dalam aktivitas sosial serta merasuk ke berbagai struktur sosial mulai dari pedesaan sampai perkotaan.
Di kalangan Nahdliyin misalnya, terdapat banyak tokoh, pemikir, dan atau ulama yang dikenal memiliki karakter pemikiran moderat. Di antara nama-nama kiai NU yang bisa disebut sebagai tokoh Islam moderat adalah KH. Ma’ruf Amin, KH. Said Aqil Sirodj, KH. Maimoen Zubair, Gus Baha’, Gus Muwafiq dan masih banyak lagi yang lain. Sedangkan di kalangan Muhammadiyah, terdapat nama-nama seperti KH. Ahmad Dahlan, Buya Hamka, Buya Syafi’i Ma’arif, KH. Haedar Nashir, Buya Yunahar Ilyas, dan seterusnya, yang dikenal luas karena arus pemikiran moderatnya.
Lahirnya banyak tokoh yang memperjuangkan Islam Moderat, maka masyarakat lebih bisa menerimanya, sehingga dua golongan NU dan Muhammadiyah menjadi yang terbesar di tanah air ini. Hal inilah yang kemudian menjadikan negeri ini lebih sejuk dalam setiap dakwahnya, hidup penuh toleran, cinta damai. Oleh karena itu, Indonesia saat ini lebih ramai dengan berbagai majlis Taklim yang memiliki corak berbeda dengan negara lain bahkan diklaim sebagai corak Islam dunia yang sebenarnya.
Sikap Moderat (Tawassuth) merupakan ciri Ahlussunah wa al-Jama’ah yang paling menonjol, di samping juga i’tidal (bersikap adil), tawazun (bersikap seimbang), dan tasamuh (bersikap toleran), sehingga ia menolak segala bentuk tindakan dan pemikiran yag ekstrim (tatharruf) yang dapat melahirkan penyimpangan dan penyelewengan dari ajaran Islam. Dalam pemikiran keagamaan, juga dikembangkan keseimbangan (jalan tengah) antara penggunaan wahyu (naqliyah) dan rasio (‘aqliyah) sehingga dimungkinkan dapat terjadi akomodatif terhadap perubahanperubahan di masyarakat sepanjang tidak melawan doktrin-doktrin yang dogmatis. Masih sebagai konsekuensinya terhadap sikap moderat, Ahlussunah wa al-Jama’ah juga memiliki sikap-sikap yang lebih toleran terhadap tradisi dibanding dengan paham kelompok-kelompok Islam lainnya.
Menurut Zamakhsyari Dhofier dalam bukunya Tradisi Pesantren; Studi Tentang Pandangan Hidup Kiai, menjelaskan bahwa bagi Ahlussunah wa al-Jama’ah, mempertahankan tradisi memiliki makna penting dalam kehidupan keagamaan. Suatu tradisi tidak langsung dihapus seluruhnya, juga tidak diterima seutuhnya, tetapi berusaha secara bertahap, memilah antara yang masih dapat ditolerir mana yang tidak. Konsep penengah menjadi hal yang lazim terjadi, mengingat Wasath berarti bersikap adil, imbang serta bisa memahami kondisi masyarakat Indonesia.