Apakah Ada Pahala bagi Wanita Haid Ketika Meninggalkan Shalat?

pahala bagi wanita haid

Pecihitam.org– Haram adalah sesuatu yang jika dilakukannya mendapatkan dosa dan berpahala ketika ditinggalkan. Dengan pengertian ini, mungkinkah ada pahala bagi wanita haid yang tidak melakukan shalat karena memang sedang diharamkan baginya?

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Ya, jika ditinjau dari sisi tarkul mahdzur (meninggalkan sesuatu yang dilarang), maka ada pahala bagi wanita haid. Karena meninggalkan shalat atau hal yang diharamkan lainnya ketika sedang haid merupakan bentuk kepatuhan syariat (imtitsalan).

Akan tetapi adanya pahala bagi wanita yang haid dalam hal ini bukan karena adanya niat ingin melakukan jika seandainya tidak haid.

Jadi perbandingannya tidak sama dengan orang yang sakit yang tidak bisa melakukan amal-amal sunnah yang biasa dilakukannya ketika waktu sehat.

Karena orang yang sakit tetap merupakan ahli dari terbuat dari amal-amal sunnah itu ketika ia berkeinginan melakukannya seandainya tidak sakit, sementara perempuan yang haid bukanlah ahli dari dari shalat, misalnya, karena memang ia sedang dilarang untuk itu.

Baca Juga:  Ini Dalil Amaliyah Aswaja Setelah Sholat yang Sering Dibid'ahkan Salafi Wahabi

Berikut saya kutipkan dua refresnsi yang menjelaskan tentang hal ini:

1). Hasyiyah alJamal, Juz I halaman 239

وَهَلْ تُثَابُ عَلَى التَّرْكِ كَمَا يُثَابُ الْمَرِيضُ عَلَى تَرْكِ النَّوَافِلِ الَّتِي كَانَ يَفْعَلُهَا فِي صِحَّتِهِ وَشَغَلَهُ الْمَرَضُ عَنْهَا. قَالَ الْمُصَنِّفُ لَا ؛ لِأَنَّ الْمَرِيضَ يَنْوِي أَنَّهُ يَفْعَلُهُ لَوْ كَانَ سَلِيمًا مَعَ بَقَاءِ أَهْلِيَّتِهِ وَهِيَ غَيْرُ أَهْلٍ فَلَا يُمْكِنُهَا أَنْ تَفْعَلَ ؛ لِأَنَّهُ حَرَامٌ عَلَيْهَا ا هـ شَرْحِ م ر ا هـ شَوْبَرِيٌّ وَفِي ق ل عَلَى الْمَحَلِّيِّ وَتُثَابُ الْحَائِضُ عَلَى تَرْكِ مَا حَرُمَ عَلَيْهَا إذَا قَصَدَتْ امْتِثَالَ الشَّارِعِ فِي تَرْكِهِ لَا عَلَى الْعَزْمِ عَلَى الْفِعْلِ لَوْلَا الْحَيْضُ بِخِلَافِ الْمَرِيضِ؛ لِأَنَّهُ أَهْلٌ لِمَا عَزَمَ عَلَيْهِ حَالَةَ عُذْرِهِ ا هـ

“Dan apakah perempuan yang sedang haid diberi pahala atas ibadah yang ia tinggalkan seperti diberi pahalanya orang yang sakit yang meninggalkan kesunnahan-kesunnahan yang dia lakukan di saat dia masih sehat dan sakit yang membuat dia meninggalkannya?

Al-Mushannif (Imam Nawawi) berkata : “dia (perempuan yang haid) tidak mendapat-kan pahala, karena orang sakit berniat akan melakukannya jika sembuh dan masih tetap pada sifat ahli-nya. Sementara perempuan yang haid bukanlah orang yang ahli sehingga tidak bisa dimungkinkan dia melakukannya, karena perkara itu diharamkan atas dia. Telah selesai dari Syarah MIIM RA` (Imam Muhammad Ramli), telah selesai Asy-Syaubari.

Dan dalam Al-Qalyubi ‘ala al-Mahalli diterangkan bahwa perempuan itu akan mendapat pahala karena telah meningggalkan perkara yang diharamkan untuknya jika memang dia mempunya niat mengikuti perintah syari’at dalam meninggalkannya itu, tidak karena ada niat untuk melakukannya seandainya dia tidak haid. Berbeda dengan orang sakit, karena dia adalah ahli pada apa yang dia niati disaat dia mendapatkan udzur. Telah selesai ibarot Hasyiyah Qalyubi.” 

2). An-Nafahat ‘ala Syarh al-Waraqat halaman 20-21

Baca Juga:  Hukum Jual Beli dengan Samsarah (Makelar) dalam Islam

وَالْمَحْظُوْرُ مِنْ حَيْثُ وَصْفُهُ بِالْحَظْرِ أَيْ الْحُرْمَةِ مَا يُثَابُ عَلَى تَرْكِهِ إِمْتِثَالًا وَيُعَاقَبُ عَلَى فِعْلِهِ قَوْلُهُ إِمْتِثَالًا أَيْ بِأَنْ يَكُفَّ نَفْسَهُ عَنْهُ لِدَاعِى نَهْىِ الشَّرْعِ

“Haram, ditinjau dari sifat keharamannya, yaitu perkara yang diberi pahala atas ditinggalkannya keharaman tersebut karena patuh pada syari’at serta disiksa atas dijalaninya keharaman itu. Perkataan ‘karena patuh pada syari’at’: yakni pengekangan dirinya dari hal yang diharamkan tersebut dikarenakan adanya seruan larangan syariat.”

Faisol Abdurrahman