Peran dan Kontribusi Kiai Kholil dalam Menyebarkan Ajaran Tasawuf di Pulau Jawa

tasawuf kiai kholil

Pecihitam.org – Perkembangan Islam di Nusantara memang tidak terlepas dari peran seorang ulama atau Kiai. Seperti yang telah saya tuliskan dalam artikel yang berjudul “napak tilas para walisongo ketika menyebarkan Islam di tanah Jawa.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Setiap ulama mempunyai gaya dan metode tersendiri dalam menyebarkan ajaran Islam. Seperti Sunan Bonang dan Sunan Kalijaga yang terkenal dengan alkulturasi agama dan budaya sebagai sarana untuk berdakwah.

Namun, disatu sisi banyak juga para wali yang mempunyai ajaran tasawuf seperti Sunan Bonang yang mempunyai ajaran tasawuf Jumbuhning Kawulo Gusti dan Syekh Siti Jenar dengan Manunggaling Kawulo Gusti.

Seiring dengan perkembangan zaman, di era abad ke-19 banyak ulama-ulama yang mulai mengembangkan ajaran tasawuf lagi. Seperti Kiai Sholeh Darat dan Kiai Kholil Bangkalangan dari Madura. Dalam tulisan sedernaha ini, saya ingin menjelaskan sedikit tentang peran dan kontribusi Kiai Kholil dalam menyebarkan ajaran tasawuf di tanah Jawa.

Kiai Kholil merupakan keturunan dari seorang ulama kharismatik, yakni Kiai Abdul Latief bin K.H. Hamim bin K.H. Abdul Karim bin K.H. Muharrom. Beliau lahir di desa Lagundih, Kecamatan Ujung Piring, Bangkalan pada hari selasa 11 Jumadil Akhir 1252 H (20 September 1834 M) dan meninggal dunia pada hari Kamis 29 Ramadhan 1343 H (24 April 1925 M) dalam usia kurang lebih 91 tahun.

Baca Juga:  Adakah Konsep Wahdatul Wujud Dalam Al-Quran? Ini Penjelasannya

Kelahiran Kiai Kholil memberikan kebahagiaan tersendiri bagi ayahnya, yang sejak lama menantikan seorang anak lakilaki sebagai penerus kepemimpinan dalam dunia pesantren. Kiai Abdul Latief memiliki harapan besar terhadap anaknya agar bisa menjadi pemimpin dan pengayom umat di masyarakat.

Kiai Abdul Latief berdoa kepada Allah agar apa yang menjadi keinginannya terkabulkan.TernyataAllah mengabulkan doa Kiai Abdul Latief, Kiai Kholil menjelma sebagai ulama kharismatik. Bahkan, pengaruh Kiai Kholil sebagai ulama tidak pernah lekang oleh zaman, makamnya selalu didatangi peziarah dari berbagai daerah. Ia pun diyakini sebagai seorang waliyullah.

Kiprah Kiai Kholil dalam menimba ilmu tidak hanya di pesantren-pesantren di pulau Jawa dan Madura. Namun, ia juga belajar di tanah suci Mekkah. Sebelum merantau ke luar Madura, Kiai Kholil terlebih dalu berguru ke Tuan Guru Dawuh, yang lebih dikenal dengan Bujuk Dawuh, di desa Malajeh, Bangkalan. Sistem pengajaran yang diberikan Tuan Guru Dawu terbilang unik, karena dilakukan secara nomaden, kondisional, dan tidak menetap pada satu tempat.

Selain berguru dengan Tuan Guru Dawu, Kiai Kholil belajar kepada Tuan Guru Agung, yang dikenal dengan Bujuk Agung. kepadanua, Kiai Kholil belajar ilmu agama secara konsisten tanpa mengenal lelah. Apalagi, sang Guru bukan sekadar mempunyai kemampuan ilmu dzahir, tapi juga beliau sangat menguasai ilmu batin.

Baca Juga:  Mengenal Tarekat Naqsyabandiyah dalam Tradisi Tasawuf

Ketika belajar di Makkah, Kiai Kholil menekuni berbagai bidang ilmu keagamaan, baik dalam bidang ilmu fiqih, tasawuf, bahasa arab, dan ilmu-ilmu lainya. Kesimbangan antara ilmu dunia dan ilmu tasawuf ia tekuni.

Tidak heran bila ketekunannya dalam memahami ilmu-ilmu keagamaan, membuatnya memiliki setumpuk karomah, sebagai sebuah kekuatan dan keistimewaan bagi orang-orang dekat dengan Tuhan. Predikat sebagai seorang waliyullah pun melekat dalam diri beliau, sehingga derajat kesufian dan dimensi mistik menjadi bagian tak terpisahkan dari perbincangan semua kalangan.

Setelah dikira cukup menimba ilmu di Mekkah, kemudian Kiai Kholil kembali ke nusantara untuk mengembangkan ilmunya di dalam pesantren dan masyarakat. Pengalaman spiritual Kiai Kholil cukup memengaruhi dirinya dan para santri-santrinya.

Keterpengaruhan tersebut tidak lain dalam menafsirkan dan mengaplikasikan ajaran-ajaran tasawuf. Hal tersebut dikarnakan oleh latar belakang pengalamannya dalam memasuki dunia tasawuf selalu bersifat subjektif-intuitif sesuai dengan pengalaman yang dialami oleh orang yang bersangkutan.

Kecerdasan dan peran Kiai Kholil dalam mendidik dan membing santrinya sangat baik dan selalu diselimuti dengan doa-doanya. Maka tidak heran banyak ulama-ulama Jawa yang nyantri kepadanya. Salah satu ulama Jawa yang mashur diantaranya Kiai Abdul Manan ( Pendiri Pondok Pesantren Minhajut Thullab  Banyuwangi ), Kiai Hasyim Asy’ari ( Pendiri Nahdlatul Ulama Jombang ) dan Kiai Ahmad Dalhan ( Pendiri Muhammadiyah Yogyakarta ).

Baca Juga:  Nafas, Khawatir, Syariat dan Hakikat: Pahami Hal Ini Jika Ingin Mendapat Kesempurnaan dalam Ibadah

Ajaran-ajaran tasawuf sangat melekat di dalam jiwa para sanstri-santrinya. Sampai suatu ketika ada beberapa santri dari Kiai Kholil yang dapat mendirikan ormas Islam terbesar di dunia. Berdirinya ormas Islam dan beberapa pondok pesantren di pulau Jawa tidak lain di latar belakangi oleh peran, doa dan ajaran tasawuf  Kiai Kholil yang selalu menekankan pada aspek akhlak dan selalu taat kepada Allah swt dalam menjalankan segala sesuatu yang bersifat duniawi.

M. Dani Habibi, M. Ag