Sekilas Mengenali Ajaran Praktis Spiritual Suhrawardi

Ajaran Praktis Spiritual Suhrawardi

Pecihitam.org – Suhrawardi adalah seorang filsuf Persia yang terkenal dengan teori iluminasinya. Nama lengkapnya adalah Shihabuddin Yahya ibn Habasyi Suhrawardi.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Ia lahir di Suhraward suatu daerah di provinsi Zanjan, Iran. Ia merupakan pencetus madzhab iluminasi yang berbeda dengan madzhab paripatetik seperti yang dikembangkan oleh Ibnu Sina.

Suhrawardi berhasil mengawinkan wacana filosofis yang bersinergi dengan sufisme. Ia percaya bahwa wacana filosofis adalah bagian penting dari jalan spiritual.

Padahal, filsafat -rasionalistik biasanya menyangkal sufisme seperti yang dicontohkan kaum paripatetik. Begitu pula, sebaliknya sufisme menegasikan filsafat-rasionalistik. 

Salah satu petuah Suhrawardi yang terdapat dalam kitab Risalah al-Thair agar seseorang sampai kepada Tuhan dengan menggunakan simbol-simbol adalah sebagai berikut:  

“Wahai saudara-saudara sejati, lepaskan kulitmu sebagaimana dilakukan ular dan berjalanlah sebagaimana semut berjalan, sehingga suara jejak kakimu tidak terdengar. Jadilah kalajengking yang senjatanya berada di punggungnya karena setan datang dari belakang. Minumlah racun sehingga kamu bisa dilahirkan. Terbanglah terus dan jangan memilih sarang karena semua burung diambil dari sarang mereka, dan jika kamu tidak mempunyai sayap, merangkaklah di atas tanah. Jadilah seperti burung unta yang memakan pasir dan burung hering yang memakan tulang. Jadilah kadal di tengah api sehingga tiada bahaya bisa menyentuhmu esok hari. Jadilah ngengat yang masih tersembunyi di siang hari, sehingga dia selamat dari musuh.” 

Kutipan di atas adalah kiasan dari seorang yang sedang menapaki jalan spiritual. Mereka harus siap dengan rintangan yang menghadang. Supaya lolos darinya, Suhrawardi memberikan ajaran praktis melalui simbol-simbol yang mempunyai makna yang dalam. 

Baca Juga:  Mengenal Istilah Tawajud, Wijdu dan Wujud Beserta Hubungannya

Melepaskan kulit merujuk pada pelepasan ego yang menempel pada diri. Hal tersebut menjadi langkah awal yang harus ditempuh dalam perjalanan spiritual.

Selanjutnya adalah berjalan seperti semut yang mempunyai maksud bahwa pejalan harus menapaki jalan kebenaran dengan sunyi senyap tanpa diketahui orang lain.

Sementara, kalajengking menyimbolkan kesiagaan yang harus dimiiliki pejalan untuk menangkis godaan yang menikam dari belakang. 

Dalam perjalannnya, seorang salik harus berani meminum racun yang secara simbolis menunjukkan kematian spiritual dan kelahiran kembali. Nampaknya, ini berkaitan dengan sebuah hadis Nabi saw yang mengatakan bahwa cintailah kematian sehingga kamu hidup.

Dunia materi ini dikatakan dalam al-Qur’an adalah fatamorgana. Oleh karenanya, kematian menjadi pintu gerbang untuk kehidupan yang sesungguhnya. Dengan mencintai kematian, maka sesungguhnya pejalan selangkah lebih dekat kepada kehidupan yang nyata.

Baca Juga:  Disiplin Sufisme dalam Sejarah Pemikiran Islam

Terkait dengan kematian spiritual, Suhrawardi mendendangkan sebuah puisi:

Jika engkau mati sebelum kematian alami

Engkau telah menempatkan dirimu dalam surga abadi 

Wahai engkau yang telah  menjejakkan kaki di atas jalan ini

Malulah dirimu yang telah membawa derita pada dirimu sendiri

Di tengah perjalanan spiritual, seorang salik akan mendapatkan tantangan yang besar. Ketika menghadapi ini, Suhrawardi mengatakan “Teruslah terbang dan jangan memilih sarang”.

Artinya, ia harus tetap melangkah walaupun merangkak karena berhenti tidak akan mengantarkannya ke maqam yang lebih tinggi. 

Agar dapat bertahan, seorang salik perlu menurut Suhrawardi untuk menjadi seperti burung unta dan burung hering. Keduanya dapat bertahan dengan memakan pasir dan tulang yang menyimbolkan tingkat adaptasi yang tinggi.

Baca Juga:  Tujuh Tahapan Agar Bahagia Dunia Akhirat Menurut al-Ghazali

Sementara, kadal merujuk pada emas yang menyimbolkan akal ilahi. Selain itu, kadal dapat berjalan menembus api yang berarti tahan dengan rintangan yang menghalangi.

Anjuran terakhir Suhrawardi adalah seorang salik harus seperti ngengat yang terbang di malam hari dan bersembunyi di siang hari. Malam mewakili aspek batin, sedangkan siang menyimbolkan dhahir.

Malam hari adalah waktu yang istimewa untuk bermesraan dengan Tuhan dan dapat bersembunyi dari penglihatan manusia. Sementara, siang hari ia menyembunyikan dirinya dari kesan yang dapat menimbulkan penilaian manusia. 

Penulis: Ulummudin (UIN Yogyakarta)
Editor: Khalifah Noor

Redaksi