Pertempuran Ambarawa, Peristiwa Bersejarah Cikal Bakal Hari Juang Kartika

pertempuran ambarawa

Pecihitam.org – Peristiwa Pertempuran di Ambarawa terjadi antara pasukan Tentara Keamaan Rakyat (Indonesia) melawan pasukan sekutu (Inggris) pada tanggal 20 November 1945 dan berakhir hingga tanggal 15 Desember 1945.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Ambarawa adalah sebuah kota strategis yang terletak di antara Semarang dan Magelang, juga di antara Semarang dan Salatiga. Pada saat itu Ambarawa telah menjadi kota militer pemerintah Hindia-Belanda sejak zaman kolonial. Di sana juga didirikan Benteng Willem I yang juga disebut sebagai Benteng Pendem.

Lokasi Benteng Pendem ini berada tidak jauh dari museum kereta api Ambarawa (sekarang) yang dulu merupakan sebuah stasiun kereta.

Di kota Ambarawa terdapat kamp khusus perempuan dan anak – anak Belanda pada masa penjajahan Jepang di Indonesia. Ambarawa sebagai kota yang memiliki kamp tawanan perang telah pasti akan didatangi oleh pasukan sekutu.

Setelah kekalahan dari Jepang, pasukan sekutu mendatangi Ambarawa atas nama RAPWI (Rehabilitation of Allied Prisoers of War and Internees) untuk merehabilitasi tawanan perang dan internir.

Pemerintah Indonesia pun saat memperkenankan sekutu untuk mengurus tawanan perang yang saat itu berada di penjara Magelang dan Ambarawa. Dari sinilah Pertempuran Ambarawa ini berawal. Dimulai dari mendaratnya pasukan Inggris dari Divisi India ke-23 di Kota Semarang pada tanggal 20 oktober 1945.

Daftar Pembahasan:

Kronologi Pertempuran Ambarawa

Pemberitahuan atas peristiwa Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 ternyata tidak menghentikan keinginan Belanda untuk kembali menjajah. Agar tujuannya dapat terealisasi, Belanda kemudian menyusup ke barisan sekutu (Inggris) yang bertugas di tanah air.

Isu kedatangan sekutu dengan memboncengi serdadu Belanda kemudian membangkitkan api revolusi dalam dada rakyat untuk berjuang demi kedaulatan Negara dan Bangsa Indonesia.

Pada tanggal 20 Oktober 1945, tentara Sekutu di bawah pimpinan Brigadir Bethell dengan diboncengi oleh NICA ( Netherlands-Indies Civiele Administration) mendarat di Semarang. Mereka datang dengan alasan dan misi ingin mengurus tawanan perang dan tentara Jepang yang berada di Jawa Tengah.

Baca Juga:  Inilah Kontribusi NU dalam Menguatkan Hubungan Agama dengan Nasionalisme

Kedatangan Sekutu ini mulanya disambut baik, bahkan Gubernur Jawa Tengah Mr Wongsonegoro menyepakati dan kan menyediakan bahan makanan serta keperluan lain bagi kelancaran tugas Sekutu. Sekutu pun berjanji tidak akan mengganggu kedaulatan Republik Indonesia.

Namun, ketika pasukan Sekutu dan NICA telah sampai di Ambarawa dan Magelang untuk membebaskan para tawanan tentara Belanda, ternyata mereka berbohong. Para tawanan tersebut malah dipersenjatai sehingga menimbulkan kemarahan pihak Indonesia.

Insiden bersenjata pun timbul di kota Magelang, hingga terjadi pertempuran yang cukup sengit. Di Magelang, tentara Sekutu yang merasa sebagai penguasa mencoba melucuti Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan membuat kekacauan di kota. TKR Resimen Magelang yang dipimpin Letkol. M. Sarbini membalas tindakan tersebut dengan mengepung tentara Sekutu dari segala penjuru.

Pertempuran tersebut dapat diredakan dan berakhir setelah Presiden Ir. Soekarno dan Brigadir Jenderal Bethell dari Sekutu datang ke Magelang pada tanggal 2 November 1945. Mereka mengadakan perundingan gencatan senjata dan memperoleh kata sepakat antara kedua pihak yang dituangkan dalam beberapa pasal. Naskah kesepakatan tersebut berisi antara lain sebagai berikut.

  1. Pihak Sekutu dan para pasukannya akan tetap ditempatkan di Magelang. Dengan tujuan untuk melakukan kewajibannya melindungi dan mengurus evakuasi pasukan Sekutu yang ditawan oleh pasukan Jepang (RAPWI)
  2. Palang Merah atau Red Cross yang menjadi bagian dari pasukan Inggris.
  3. Jumlah pasukan Sekutu harus dibatasi sesuai dengan tugasnya.
  4. Pihak Sekutu tidak akan mengakui aktivitas NICA dan badan-badan di bawahnya.
  5. Jalan Raya Ambarawa hingga Magelang terbuka sebagai jalur lalu lintas Indonesia dan Sekutu.

Penyebab Pertempuran Ambarawa

Pada kenyataannya sekutu telah mengabaikan pasal perjanjian yang telah disepakati bersama. Sehingga meletuslah pertempuran 20 November 1945. Merasa terdesak oleh TKR, pada tanggal 21 November 1945 pasukan Sekutu secara diam-diam meninggalkan Kota Magelang menuju ke benteng Ambarawa di bawah lindungan pesawat tempur.

Akibat peristiwa tersebut, Resimen Kedu Tengah di bawah pimpinan Letkol. M. Sarbini segera mengadakan pengejaran terhadap mereka. Gerakan mundur tentara Sekutu tertahan di Desa Jambu karena dihadang oleh pasukan Angkatan Muda di bawah pimpinan Oni Sastrodihardjo yang diperkuat oleh pasukan gabungan dari Ambarawa, Suruh dan Surakarta.

Baca Juga:  Sejarah Penaklukan Gereja Hagia Sophia oleh Sultan Muhammad Al Fatih

Tanggal 22 November 1945 pertempuran berkobar di dalam kota dan pasukan Inggris melakukan serangan terhadap perkampungan di sekitar Ambarawa.

Pasukan TKR yang berada di Ambarawa bersama dengan pasukan TKR lainnya dari Salatiga, Boyolali, dan Kartasura kemudian bertahan di kuburan Belanda. Mereka semua membentuk garis medan di sepanjang rel kereta api yang membelah dua Kota Ambarawa.

Tanggal 23 November 1945 ketika matahari mulai terbit, mulailah tembak-menembak dengan pasukan Sekutu yang bertahan di kompleks gereja dan kerkhop Belanda di Jl. Margo Agoeng. Pasukan Indonesia terdiri dari Yon. Imam Adrongi, Yon. Soeharto dan Yon. Soegeng.

Tentara Sekutu kemudian mengerahkan tawanan-tawanan Jepang dengan diperkuat tanknya, menyusup ke tempat kedudukan Indonesia dari arah belakang, karena itu pasukan Indonesia lalu pindah ke Bedono.

Tentara Sekutu akhirnya kembali dihadang oleh Batalyon I Soerjosoempeno di Ngipik. Pada saat pengunduran, tentara Sekutu mencoba menduduki dua desa di sekitar Ambarawa. Pasukan Indonesia di bawah pimpinan Letkol. Isdiman berusaha membebaskan kedua desa tersebut, tetapi ia gugur terlebih dahulu.

Sejak gugurnya Letkol. Isdiman, Komandan Divisi V Banyumas, Jend. Soedirman merasa kehilangan seorang perwira terbaiknya. Jend. Sudirman pun akhirnya langsung turun ke lapangan untuk memimpin pertempuran.

Kehadiran Jend. Soedirman memberikan semangat baru kepada pasukan-pasukan RI. Koordinasi diadakan di antara komando-komando sektor dan pengepungan terhadap musuh semakin ketat.

Siasat yang diterapkan adalah serangan pendadakan serentak di semua sektor. Bala bantuan Tentara Indonesia pun terus mengalir dari Yogyakarta, Solo, Salatiga, Purwokerto, Magelang, Semarang, dan lain-lain.

Puncak Pertempuran Ambarawa

Pada tanggal 5 Desember 1945, sekutu dan pasukannya akhirnya terusir dari Banyubiru. Setelah mempelajari situasi medan pertempuran, tanggal 11 Desember 1945 Jend. Sudirman mengambil komando untuk mengumpulkan setiap komandan sektor.

Baca Juga:  5 Cara Dakwah Wali Songo Hingga Islam Diterima di Tanah Jawa

Dalam kesimpulan Jend. Sudirman, ia menyatakan bahwa sekutu telah terdesak sehingga perlu dilaksanakan serangan besar untuk yang terakhir. Rencana serangan yang terakhir tersebut kemudian disusun sebagai berikut.

  • Serangan dilakukan serentak dan mendadak dari semua sektor.
  • Setiap komandan sektor memimpin pelaksanaan serangan.
  • Pasukan badan perjuangan atau laskar menjadi tenaga cadangan.
  • Hari serangan dilangsungkan pukul 04.30 pagi tanggal 12 Desember 1945.

Akhir dari Pertempuran Ambarawa ini terjadi pada tanggal 12 Desember 1945 dini hari. Seluruh pasukan TKR Indonesia bergerak menuju pos-posnya masing-masing. Hanya dalam waktu setengah jam pasukan TKR berhasil mengepung seluruh pasukan musuh yang ada di dalam kota.

Pertahanan Sekutu yang terakhir dan terkuat diperkirakan di Benteng Willem yang terletak di pusat Kota Ambarawa. Kemudian, Kota Ambarawa dikepung selama empat hari empat malam oleh TKR Indonesia.

Sekutu merasa kedudukannya semakin terdesak dan berusaha keras untuk mundur dari medan pertempuran. Hingga pada akhirnya tanggal 15 Desember 1945, sekutu kalah dan meninggalkan Kota Ambarawa dan mundur ke Kota Semarang.

Riwayat pertempuran hebat pasukan TKR mengukuhkan peristiwa tersebut dalam pasukan tempur darat utama di TNI Angkatan Darat. Melalui TNI, maka setiap 15 Desember selalu diperingati sebagai Hari Juang Kartika atau Hari Infanteri yang menggambarkan kekuatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sumber: Pustaka Kemendikbud

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik