Pondok Pesantren; Sejarah Munculnya di Indonesia dan Kitab-Kitab yang di Pelajari

Pondok Pesantren; Sejarah Munculnya di Indonesia dan Kitab-Kitab yang di Pelajari

PeciHitam.org – Membicarakan mengenai sejarah masuknya Agama Islam di nusantara, begitu erat kaitannya dengan sebuah lembaga pendidikan tradisional yang bernama pondok pesantren.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Suatu lembaga pendidikan yang menjadi oase pada masyarakat di sekitarnya. Peranannya yang amat sentral di tengah masyarakat menjadi penjaga moralitas suatu tempat.

Hal ini bukan tanpa alasan, sebab banyak sekali pondok pesantren yang dibangun di atas tanah yang dulunya merupakan hutan belantara, ataupun berada di tengah pemukiman yang notabenenya belum tersentuh ajaran-ajaran keagamaan.

Sehingga masih terjadi kejahatan di sana-sini. Dengan adanya pesantren inilah kemudian terbentuklah tatanan nilai baru yang dianggap lebih ideal.

Senada dengan apa yang disebutkan di atas, menurut KH. Abdurrahmad Wahid atau yang biasa dikenal dengan sebutan Gus Dur, dalam tulisannya yang berjudul Pesantren Sebagai Subkultur menjelaskan bahwa pesantren nyaris menjadi kekuatan subkultur masyarakat Islam di Indonesia, dengan melalui proses pembentukan tata nilai tersendiri di dalam pesantren, lengkap dengan simbol-simbolnya.

Adanya daya tarik ke luar, sehingga memungkinkan masyarakat sekitar menganggap pesantren sebagai alternatif ideal bagi sikap hidup yang ideal dalam masyarakat itu sendiri, dan berkembangnya suatu proses pengaruh mempengaruhi dengan masyarakat di luarnya, yang akan berkulminasi pada pembentukan nilai-nilai baru yang secara universal diterima oleh kedua belah pihak.

Peran penting sebuah pondok pesantren bergantung pada posisi Kyai sebagai seorang guru yang mentransmisikan ilmunya dan menjadi tauladan dalam pesantren melalui kemampuan pribadinya. Sekaligus dengan keilmuan yang dimilikinya juga mampu mempengaruhi masyarakat luar.

Daftar Pembahasan:

Sejarah Munculnya Pondok Pesantren di Indonesia

Struktur pondok pesantren di Indonesia mirip dengan madrasah-madrasah di Baghdad pada abad 11-12 M, yang terdiri dari masjid, asrama/pondok, dan kelas belajar. Sedangkan konsep awalnya mirip dengan konsep Zawiyah/Zawaya terdapat di Afrika Utara berarti sebuah tempat ibadah/sebuah masjid kecil, sebuah tempat pengasingan untuk kegiatan keagamaan, atau secara khusus tempat pertemuan para sufi untuk melaksanakan doa dan dzikir.

Hampir seluruh pondok pesantren yang tersebar di Indonesia pada awalnya merupakan sebuah surau atau langar kecil yang digunakan untuk sembahyang sekaligus menjadi tempat mentransmisikan keilmuan.

Baca Juga:  Bangun Pesantren; LAPAR, LKPMP dan PP IMDI Dorong Perda Pesantren

Lambat laun semakin banyaknya santri yang ingin belajar, baik dari dalam maupun luar wilayah, mengharuskan dibuatkannya kamar-kamar sederhana sebagai tempat istirahat para santri.

Setelah kita mengetahui secara ringkas awal didirikannya pondok pesantren di Indonesia, perlu kami sampaikan juga mengenai materi-materi yang disampaikan di dalamnya.

Adapun jenis-jenis kitab yang diajarkan pondok pesantren di Indonesia berdasarkan tingkatannya, antara lain:

Tingkat Ibtida’ (Dasar)

Pada tingkat awal, biasanya terdapat enam cabang keilmuan yang dikaji, yaitu al-Quran, tauhid, fiqh, akhlak, nahwu dan sharaf.

Santri yang baru masuk, diberikan materi al-Quran, baik mengenai makhraj huruf hijaiyah maupun menghafal Juz ‘Amma. Kemudian pada bidang tauhid, diajarkan kitab Al-Jawahir Al-Kalamiyyah ataupun kitab Ummu Al-Barohim.

Sedangkan pada bidang fiqh, ada beberapa kitab yang digunakan, seperti Kitab Mabadi’ al-Fiqhiyah, Safinah Al-Shalah, Safinah Al-Najah, Sullam Al-Taufiq, dan Sullam Al- Munajat. Pada bidang akhlak biasanya kitab yang dikaji adalah kitab Al-Washaya Al-Abna, ataupun kitab Al-Akhlaq li Al-Banin/banat.

Selanjutnya pada bidang ilmu nahwu, biasanya kitab yang dikaji adalah kitab Al-Nahw Al-Wadlih ataupun kitab Al-Ajrumiyyah (al-Jurumiyyah). Sedangkan pada bidang sharaf, kitab yang dikaji yaitu kitab Al-Amtsilah Al-Tashrifiyyah dan Matn Al-Bina wa Al-Asas.

Tingkat Menengah Pertama

Pada tingkat selanjutnya yaitu tingkat menengah pertama, setidaknya ada tujuh bidang keilmuan yang dikaji, antara lain tajwid, tauhid, fiqh, akhlak, nahwu, sharaf dan tarikh.

Setelah para santri ibtida’ memahami dan mampu secara kompetensi dalam makhraj huruf, kemudian materi al-Qurannya dikhususkan untuk membahas mengenai masalah tajwid. Hal ini menjadi penting karena kesalahan tajwid dapat mempengaruhi makna.

Dalam mengajarkan tajwid, pondok pesantren di Indonesia biasanya menggunakan kitab Tuhfah Al-Athfal, Hidayah Al-Mustafid, Mursyid Al-Wildan, dan Syifa’ Al-Rahman. Sedangkan pada bidang tauhid menggunakan kitab Aqidah Al-awwan dan Al-Din Al-Islami.

Kemudian pada bidang fiqh, kitab yang dikaji biasanya kitab Fath Al-Qarib (Taqrib) dan Minhaj Al-Qawim Safinah Al-Shalah. Selanjutnya dalam bidang akhlak, hamper seluruh pondok pesantren di Indonesia menggunakan kitab Ta’lim Al-Muta’allim.

Pada bidang Nahwu, dipelajari kitab Mutammimah, Nadzom ‘Imrithi, Al-Makudi, atau pun Al-‘Asymawi. Sedangkan pada materi sharaf, biasanya mempelajari kitab Nizaham Al-Maqsud dan Al-Kailani. Terakhir pada bidang tarikh bisanya menggunakan kitab Nur Al-Yaqin.

Tingkat Menengah Atas

Pada tingkat ini, seorang santri biasanya diberikan sepuluh materi, meliputi tafsir, hadis, Musthalah Hadis, tauhid, fiqh, ushul fiqh, nahwu-sharaf, akhlak, tarikh dan balaghah.

Baca Juga:  Sumur Usman Amal Jariyah dari Zaman Khalifah Usman Hingga 14 Abad Kemudian

Pada bidang tafsir, paling tidak ada empat kitab yang dipelajari yaitu kitab Tafsir Al-Quran Al-Jalalain, Al–Tibyan fi ‘Ulumu Al-Quran, Mahabits fi ‘Ulumul Al-Quran dan Manahil Al-Irfan. Sedangkan dalam bidang hadis biasanya ada lima kitab yang dipelajari, antara lain Al-Arba’in Al-Nawawi, Mukhtar Al-Ahadits, Bulugh Al-Maram, Jawahir Al-Bukhari, Al jami’ Al-Shaghir.

Pada bidang musthalah hadis, kitab yang dipelajari ialah Minhah Al-Mugits maupun Al-Baiquniyyah. Sedangkan pada bidang tauhid, yaitu kitab Tuhfah Al-Murid, Al-Husun Al-Hamidiyah, Al-Aqidah Al-Islamiyah, Kifayah Al-Awwam.

Dalam bidang Fiqh, kitab yang dikaji adalah Kifayah Al-Akhyar. Kemudian pada bidang Ushul Fiqh, yaitu Al-Waraqat, Al-Sullam, Al-Bayan dan kitab Al-Luma’. Selanjutnya pada bidang Nahwu-Sharaf, ada kitab Alfiyah ibnu Malik, Qawa’id Al-Lughah Al-Arabiyyah, Syarh ibnu Aqil, Al-Syabrawi, Al-I’la, dan I’lal Al-Sharf.

Sedangkan dalam bidang Akhlak dikenalkan kitab Minhal Al-Abidin dan Irsyad Al-‘Ibad. Pada bidang Tarikh, ada kitab Ismam Al-Wafaq. Terakhir pada bidang Balaghah, biasanya mempelajari kitab Al-Jauhar Al-Maknun.

Ma’had Aly (Tingkat Tinggi)

Pada tingkat Ma’had Aly dapat disejajarkan dengan perguruan tinggi, materi-materi yang dikaji juga jauh lebih berat dari pada tingkatan sebelumnya. Ada dua belas bidang yang dipelajari, antara lain tauhid, tafsir, ilmu tafsir, hadis, musthalah hadis, fiqh, ushul fiqh, Bahasa Arab, balaghah, mantiq, akhlak dan tarikh.

Kitab yang dipelajari dalam bidang Tauhid adalah kitab Fath Al-Majid. Sedangkan pada bidang tafsir, ada kitab Tafsir Quran Al-Adzim Ibnu Katsir, dan kitab Fi Zhilal Al-Quran. Lebih spesifik lagi membahas Ilmu Tafsir, biasanya menggunakan kitab Al-Itqan fi ulum Al-Quran dan Itmam Al-Dirayah

Sedangkan dalam bidang Hadis, biasanya menggunakan beberapa kitab, antara lain seperti Riyadh Al-Shalihin, Al-Lu’lu’ wa Al-Marjan, Shahih Al-Bukhari, Shahih Al-Muslim, Tajrid Al-Shahih. Kemudian dalam bidang Musthalah Hadis, kitab yang dipelajari ialah Alfiyah Al-Suyuti

Baca Juga:  Menko PMK: Pondok Pesantren Tempat Belajar Paling Aman dari Penyebaran Corona

Selanjutnya pada bidang Fiqh, ada kitab Fath Al-Wahhab, Al-Iqna’, Al-Muhadzdzad, Al-Mahalli, Al-Fiqh ‘ala Al-Madzahib al Arba’ah, dan Bidayah Al-Mujtahid. Sedangkan dalam mempelajari Ushul Fiqh biasanya menggunakan kitab Latha’ifah Al-Isyarah, Ushul Al-Fiqih, Jam’u Al-Jawami’, Al-Asybah wa Al-Nadhair, Al-Nawahib Al-Saniyah.

Fan ilmu selanjutnya yaitu Bahasa Arab menggunakan kitab Jami’ Al-Durus Al-Arabiyah. Sedangkan pada bidang Balaghah biasaya menggunakan kitab Uqud Al-Juman, Al-Balaghah Al-Wadhihah. Selanjutnya pada bidang Mantiq, ada kitab Sullam Al-Munauraq. Bidang Akhlak, ada kitab Ihya’ Ulum Al-Din, Risalah Al-Wu’awwanah, Bidyah Al-Hidayah. Terakhir yaitu bidang Tarikh yang menggunakan kitab Tarikh Tasyri’.

Kitab-kitab yang kami sebutkan di atas merupakan kitab yang biasa dipelajari diberbagai pondok pesantren di Indonesia. Meskipun ia telah mempelajari begitu banyak kitab selama mengenyam pendidikan di pondok pesantren, setelah kelulusannya dari pesantren, seorang santri tidak serta merta bisa menjadi kyai.

Sebutan kyai hanya disematkan kepada orang-orang tertentu yang dianggap mampu baik secara kepribadian maupun secara keilmuan telah matang.

Lalu apakah tidak malu jika hari ini kita sering menginginkan gelar ustadz, kyai, dan sebagainya namun kita sendiri belum pernah mempelajari kitab-kitab di atas dan hanya bermodal berbicara di atas panggung sesekali tanpa keilmuan yang cukup? Ash-Shawabu Minallah.

Mohammad Mufid Muwaffaq