Sastrawan Remy Sylado Kenang Jasa-jasa Tokoh Besar NU, Mahbub Djunaidi

Remy Sylado

Pecihitam.org – Sastrawan Remy Sylado dikenal publik merupakan seorang yang serba bisa. Ia tak hanya bisa bersastra, melainkan jugabermain musik, melukis, dan teater. Selain sebagai pelaku dalam bidang-bidang itu, dia juga termasuk pengamatnya.

Remy Sylado adalah nama samaran atau nama pena pria ini yang kemudian menjadi beken hingga sekarang.

Terkadang, ia pun mengganti namanya. Sering berupa angka-angka yaitu 23761. Angka itu bisa dibaca re mi si la do.

Remy juga pernah menggunakan nama pena Alif Danya Munsyi. Sementara nama aslinya Yapi Panda Abdiel Tambayong.

Masa kecil pria kelahiran Makassar, Sulawesi Selatan, 12 Juli 1945 ini kerap dihabiskan di Jawa seperti Semarang, Solo, Yogyakarta, Bandung. Dan sekarang tinggal di Bogor, Jawa Barat.

Baca Juga:  Ceramah Viral Tengku Zul Singgung Etnis Tuai Reaksi Keras dari Suku Jawa

Pada akhir Juli 2019 lalu, Remy besama beberapa sahabatnya mengunjungi PBNU guna bersilaturahmi. Tujuannya yakni mengundang Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj untuk hadir ke acaranya di akhir Agustus ini.

Pada kesempatan itu, Remy sempat bertemu dengan Abdullah Alawi dari NU Online. Mereka berdua pun tak luput dari perbincangan hangat terkait beragam hal, mulai bahasa dan sastra, musik, dan orang-orang NU yang pernah dikenalnya.

Saat berbincang, Remy sejenak mengingat dua tokoh besar NU yang telah tiada, yaitu KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan H Mahbub Djunaidi.

Salah satu kenangannya dengan Gus Dur, kata Remy, adalah saat menjadi pembicara dalam pameran lukisan. Di sisi lain, Gus Dur juga pernah mampir ke kantornya di Rawamangun.

Baca Juga:  Cek Fakta: Benarkah Jokowi Sebut Banser Besanan Dengan PKI?

Terkait sosok dan H Mahbub Djunaidi, ia mengungkapkan Mahbub Djunaidi pernah membela dirinya saat tersangkut kasus hukum atas tuduhan menghina Gubernur Jawa Barat di era Orde Baru.

“Saya masih simpan dua artikel Mahbub Djunaidi yang membela saya itu,” kata Remy Sylado, dikutip dari situs resmi NU, Senin, 5 Agustus 2019.    

“Kartu pers saya yang pertama itu kan Mahbub yang tanda tangan, tahun 66, dia Ketua PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) waktu itu kan. Terus sekjennya itu JS Hadis, orang Padang. Istrinya orang Manado,” lanjutnya. 

Remy menceritakan, Mahbub Djunaidi menulis di Pikiran Rakyat sebanyak dua kali dalam upaya membelanya. Salah satu tulisannya dimuali dengan kalimat, tidak ada larangan seorang wartawan senior membela wartawan junior.

Baca Juga:  Pria Pakai Hijab Masuk Masjid, Polisi Diminta Usut Komunitas Crosshijaber

“Tahun 66 kan pers nasional kita itu diseragamkan oleh Suharto,” ujarnya.

Muhammad Fahri

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *