Pecihitam.org – Wahabi ibarat goresan noda hitam yang telah mencoreng wajah Islam yang sejatinya lembut menjadi keras dan mengubah Islam yang awalnya ramah menjadi penuh amarah.
Dalam sebuah hadits diriwayatkan,
حدثنا أبو بكر بن أبي شيبة حدثنا وكيع عن عكرمة بن عمار عن سالم عن ابن عمر قال خرج رسول الله صلى الله عليه و سلم من بيت عائشة فقال رأس الكفر من ههنا من حيث يطلع قرن الشيطان يعني المشرق
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abi Syaibah yang berkata telah menceritakan kepada kami Waki’ dari Ikrimah bin ‘Ammar dari Salim dari Ibnu Umar yang berkata, “Rasulullah keluar dari pintu rumah Aisyah dan berkata “sumber kekafiran datang dari sini dari arah munculnya tanduk setan yaitu timur. (HR. Muslim).
Sebagaimana diketahui, sekte Islam Wahabi yang kaku dan keras adalah bentukan dari Muhammad Ibn Abdul Wahab yang lahir pada tahun 1703 M/1115 H di Uyainah, masuk daerah Najd (belahan Timur kerajaan Saudi Arabia sekarang).
Ayahnya, Abdul Wahab, adalah seorang hakim Uyainah pengikut Ahmad Ibn Hanbal. Dalam sejarahnya, pada tahun 1726 M/1139 H, Abdul Wahab harus diberhentikan dari jabatan hakim dan dikeluarkan dari Uyainah karena ulah sang anak yang aneh dan membahayakan tersebut.
Bahkan kakak kandungnya sendiri, Sulaiman bin Abd Wahab mengkritik dan menolak secara panjang lebar tentang pemikiran Muhammad Ibn Abdul Wahab adik kandungnya. (as-sawaiq al-ilahiyah fi ar-rad al-wahabiyah). (Abdurrahman Wahid: Ilusi Negara Islam, 2009, hlm. 62)
Pemikiran Wahabi yang keras dan kaku ini dipicu oleh pemahaman keagamaan yang tekstual pada al-Qur’an maupun al-Hadits. Ini yang kemudian menjadikan Wahabi sangat anti-tradisi, menolak tahlil, tawassul, maulid Nabi Saw dan sebagainya.
Paham Wahabi yang kaku dan tekstual ini pada akhirnya menganggap orang-orang di luar Wahabi sebagai orang kafir dan keluar dari Islam. Parahnya, Wahabi merasa dirinya sebagai orang yang paling benar, paling muslim, paling saleh, paling mukmin dan juga paling selamat.
Mereka lupa bahwa keselamatan yang sejati tidak ditunjukkan dengan klaim-klaim kelompok mereka sendiri, melainkan dengan cara beragama yang santun, ikhlas, tulus dan tunduk sepenuhnya pada Allah Swt dan Rasul-Nya.
Paham Wahabi dan Kerajaan Saudi
Ironisnya sekte Wahabi ini ditopang oleh kekuasaan Ibnu Saud yang saat itu menjadi penguasa Najd. Ibnu Saud sendiri merupakan seorang politikus yang cerdas yang pada dasarnya memanfaatkan dukungan Wahabi, demi meraih kepentingan politik dan kekuasannya.
Contohnya, Ibnu Saud meminta kompensasi jaminan Ibnu Abdul Wahab agar tidak mengganggu kebiasaannya mengumpulkan upeti tahunan dari penduduk Dir’iyyah.
Pada tahun 1746 M/1159 H, kerjasama pun dibangun secara permanen untuk meneguhkan kepentingan keduanya. Jika sebelum bergabung dengan kekuasaan, Muhammad bin Abdul Wahab sudah banyak melakukan kekerasan dengan membid’ahkan dan mengkafirkan orang di luar mereka.
Maka setelah didukung kekuasaan Ibnu Saud, Ibnu Abdul Wahab sontak melakukan kekerasan untuk menghabisi orang-orang yang tidak sepaham dengan mereka. Setiap muslim yang tidak sepaham dengan mereka dianggap murtad, yang oleh karenanya, boleh dan bahkan wajib dibunuh.
Karena, menurut Wahabi, predikat muslim hanya merujuk secara eklusif pada pengikut paham mereka saja, sebagaimana dijelaskan dalam kitab Unwan al-Majd fi Tarikh an-Najd.
Kekejaman tidak berhenti disitu saja, tahun 1802 M /1217 H, Wahabi menyerang Karbala dan membunuh mayoritas penduduk yang mereka temui, baik di pasar maupun di rumah, termasuk anak-anak dan wanita.
Tak berselang lama, tahun 1805 M/1220 H, Wahabi kemudian merebut kota Madinah dan satu tahun berikutnya mereka menguasai kota Mekah. Wahabi menduduki kedua kota ini selama 6,5 tahun. Pembantaian demi pembantaian pun dimulai bahkan para ulama dipaksa sumpah setia dibawah todongan senjata.
Wahabi juga melakukan penghancuran besar-besaran terhadap bangunan bersejarah dan pekuburan, pembakaran buku-buku selain al-Qur’an dan al-Hadits, pembacaan puisi Barzanji, pembacaan beberapa mau’idzah hasanah sebelum khutbah Jumat, dan larangan-larangan lainnya yang tidak sepaham dengan mereka.
Dalam sejarah kelamnya, Wahabi selalu menggunakan jalan kekerasan baik secara doktrinal, kultural maupun sosial. Sebagai contoh, hingga tahun 1920-an dalam rangka penaklukan jazirah Arab, lebih dari 400 ribu umat Islam telah dibunuh dan dieksekusi didepan publik, termasuk anak-anak dan wanita. (Hamid Algar: Wahabism, A Critical Essay, hlm. 42).
Yang mengerikan, dalam Buku Pintar Berdebat dengan Wahabi, 2010, hlm. 27 tercatat, ketika berkuasa di Hijaz, Wahabi dengan teganya menyembelih Syaikh Abdullah Zawawi, guru para ulama Madzhab Syafii, meskipun umur beliau sudah sembilan puluh tahun.
Dari sini, kita melihat dua hal tipologi Wahabi yang senantiasa memaksakan kehendak pemikirannya.
- Pertama, ketika belum memiliki kekuatan fisik dan militer, Wahabi melakukan kekerasan secara doktrinal, intelektual dan psikologis dengan menyerang siapapun yang berbeda dengan mereka sebagai murtad, musyrik dan kafir.
- Kedua, setelah mereka memiliki kekuatan fisik dan militer, tuduhan-tuduhan tersebut dilanjutkan dengan kekerasan fisik dengan cara amputasi, pemukulan dan bahkan pembunuhan. Kurang ajarnya, Wahabi ini menyebut yang apa yang mereka lakukan sebagai dakwah dan amar maruf nahi mungkar yang menjadi intisari ajaran Islam.
Di Indonedia sendiri sekarang mulai banyak kita temui buku-buku Wahabi yang tersebar diberbagi toko buku dan juga marak dijual secara online. Ini menandakan teror dan jalan kekerasan Wahabi secara doktrinal, intelektual dan sekaligus psikologis terhadap umat Islam di Indonesia sudah mulai masuk.
Apalagi yang mereka sasar adalah para kaum milenial muda yang saat ini sedang gemar-gemarnya menampilkan esklusifme agama. Ini sangat berbahaya, karena jika generasi muda tidak dibekali dengan pemahaman agama yang benar dan kuat, dikhawatirkan banyak dari mereka yang jatuh kepada paham Wahabi yang jelas sangat jauh dari nilai-nilai Islam yang sebenarnya.