Sejarah Singkat Qurban Idul Adha, Tentang Kesabaran Seorang Ayah dan Putranya

sejarah singkat qurban idul adha

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Pecihitam.org Kisah berikut adalah sejarah singkat Qurban Idul Adha yang termaktub dalam kitab Misykatul Anwar karangan sang Hujjatul Islam Imam Al-Ghazali. Pada suatu hari, Nabi Ibrahim As. menyembelih qurban fisabilillah  yaitu berupa 1.000 ekor kambing, 300 ekor sapi, dan 100 ekor unta. Banyak orang mengaguminya, bahkan para malaikat pun terkagum-kagum atas qurbannya nabi Ibrahim As. Dan suatu ketika Nabi Ibrahim As berkata “Qurban sejumlah itu bagiku belum apa-apa. Demi Allah, Seandainya aku memiliki anak lelaki, dan Allah memerintahkanku untuk menyembelihnya pasti akan aku sembelih daa aku qurbankan kepada-Nya,”

Waktu itu Sarah ra. istri Nabi Ibrahim As. belum juga mengandung. Kemudian Sarah ra. menyarankan Ibrahim As. agar menikahi Hajar ra. budaknya yang negro, yang diperoleh dari Mesir. Ketika berada di daerah Baitul Maqdis, nabi Ibrahim As berdoa kepada Allah SWT agar dikaruniai seorang anak, dan doa beliau dikabulkan Allah.

 
Ada yang mengatakan saat itu usia Ibrahim As. mencapai 99 tahun. Dan karena demikian lamanya maka anak itu diberi nama Isma’il artinya Allah telah Mendengar. Sebagai ungkapan kegembiraan karena akhirnya memiliki putra, seolah Nabi Ibrahim As. berseru: Allah Mendengarkan doaku. Ketika usia Ismail As. menginjak kira-kira 7 tahun (ada yang berpendapat 13 tahun), pada malam tarwiyah, hari ke 8 di bulan Dzulhijjah,  Nabi Ibrahim As.bermimpi ada seruan, “Hai Ibrahim! Penuhilah janjimu! Pada paginya, nabi Ibrahim berpikir dan merenungkan arti mimpinya semalam.

Apakah mimpi itu dari Allah atau dari setan?. Dari sinilah sejarah Idul adha yang kemudian tanggal 8 Dzulhijah disebut sebagai hari Tarwiyah yang artinya berfikir atau merenung. Pada malam ke dua tanggal 9 Dzulhijjah, Nabi Ibrahim bermimpi hal sama dengan mimpi sebelumnya. Dan pada pagi harinya, beliau mengetahui dengan yakin mimpi tersebut berasal dari Allah SWT. Dari sinilah hari ke-9 Dzulhijjah disebut dengan hari Arafah artinya mengetahui  dan bertepatan pula waktu itu beliau sedang berada di Arafah.

Malam berikutnya lagi Nabi Ibrahim mimpi dengan mimpi yang serupa. Maka, keesokan harinya, beliau bertekad untuk melaksanakan nazarnya itu. Karena itulah, hari itu disebut denga hari Yaumun Nahr artinya Hari menyembelih Qurban. Itulah sejarah terjadinya Idul Qurban yang dilakukan Nabi Ibrahim As. yang kemudian menyembelih putranya Ismail As.

Dalam riwayat lain terdapat keterangan mengenai sejarah singkat Qurban Idul Adha yang menceritakan, ketika Nabi Ibrahim As bermimpi pada hari pertama, maka beliau memilih kambing-kambing gemuk, sejumlah 100 ekor untuk disembelih sebagai qurban. Tiba-tiba api datang menyantapnya. Nabi Ibrahim mengira bahwa perintah dalam mimpi sudah terpenuhi.

Baca Juga:  Hukum Qurban dengan Ayam, Bolehkah? Ini Penjelasan Ulama

Pada mimpi yang kedua kalinya, Nabi Ibrahim As. memilih unta-unta yang gemuk sejumlah 100 ekor untuk disembelih sebagai qurban. Tiba-tiba api datang menyantapnya, dan beliau masih mengira perintah dalam mimpinya itu telah terpenuhi. Pada mimpi untuk ketiga kalinya, seolah-olah ada yang menyeru,
Sesungguhnya Allah SWT memerintahkanmu agar menyembelih putramu, Ismail”. Nabi Ibrahim terbangun seketika langsung memeluk Ismail dan menangis hingga waktu Subuh tiba.

 Untuk melaksanakan perintah Allah tersebut Nabi Ibrahim menemui istrinya terlebih dahulu, Hajar (ibu dari Nabi Ismail As). Beliau berkata, “Dandanilah putramu dengan pakaian yang paling bagus, karena dia akan aku ajak untuk bertamu kepada Allah SWT”. Hajar pun segera mendandani Ismail As. dengan pakaian paling bagus,serta meminyaki dan menyisir rambutnya. Kemudian Nabi Ibrahim bersama putranya berangkat menuju ke suatu lembah di daerah Mina dengan membawa tali dan sebilah pedang.

Pada saat itu, Iblis sangat luar biasa sibuknya dan belum pernah sesibuk itu. Mondar-mandir kesana-kemari. Nabi Ismail As yang melihatnya segera mendekati ayahnya. “Hai Ibrahim! Tidakkah kau perhatikan anakmu yang tampan dan lucu itu?” seru Iblis. “Iyaa benar, namun Allah memerintahkanku untuk itu menyembelihnya,” jawab Nabi Ibrahim.

Setelah gagal membujuk ayahnya, Iblis pun datang menemui ibunya, Hajar. “Kenapa engkau hanya duduk tenang-tenang saja, padahal anakmu dibawa suamimu untuk di sembelih?” goda Iblis.
“Kau jangan berdusta padaku, mana mungkin seorang ayah membunuh anaknya?” jawab Hajar. “Mengapa Ia membawa tali dan sebilah pedang, kalau bukan untuk menyembelih putramu?” rayu Iblis lagi.
“Untuk apa seorang ayah membunuh anaknya?” jawab Hajar balik bertanya.

 “Ia menyangka bahwa Allah SWT memerintahkannya untuk itu”, goda Iblis meyakinkannya.
“Seorang Nabi tidak akan ditugasi untuk berbuat kebatilan. Jikapun itu benar, nyawaku sendiri pun aku siap dikorbankan demi tugas yang agung itu. Apalagi hanya dengan mengurbankan nyawa anakku, hal itu belum berarti apa-apa!” jawab Hajar dengan mantap.

Iblis gagal untuk kedua kalinya, namun ia tetap berusaha untuk menggagalkan upaya penyembelihan Ismail As. Itu. Maka, ia pun menghampiri Nabi Ismail seraya membujuknya,
“Hai Ismail! Mengapa kau hanya bermain-main dan bersenang-senang saja, padahal ayahmu mengajakmu ketempat ini hanya untk menyembelihmu. Lihat, ia membawa tali dan sebilah pedang,”
“Kau dusta, memangnya kenapa ayah harus menyembelih diriku?” jawab Ismail dengan heran.

Baca Juga:  Sejarah Awal Mula Ibadah Haji dan Qurban dalam Kisah Nabi Ibrahim As

  “Ayahmu menyangka bahwa Allah SWT memerintahkannya untuk itu” kata Iblis meyakinkannya.
“Demi perintah Allah ! Aku siap untuk melaksanakannya dengan sepenuh jiwa ragaku,” jawab Ismail dengan mantap. Saat Iblis hendak merayunya lagi dan merayunya dengan kata-kata lain, mendadak Nabi Ismail mengambi sejumlah kerikil kemudian langsung melemparkannya ke arah Iblis dan butalah mata Iblis sebelah kiri. Kemudian Iblis pun pergi dengan tangan hampa. Dari sinilah akhirnya dalam sejarah Idul Adha dikenal dengan kewajiban untuk Melempar Jumrah (Kerikil) dalam ritual ibadah haji.

Sesampainya di Mina, Nabi Ibrahim As. berterus terang kepada putranya, “Wahai anakku! Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu? (QS. Ash-Shâffât, 37: 102).

“Ismail menjawab, ‘Hai bapakku! Kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, Insya Allah! Kamu mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar” (QS. Ash-Shaffat 37: 102).

Mendengar jawaban putranya, legalah Nabi Ibrahim As dan langsung ber-tahmid (mengucapkan Alhamdulillâh) sebanyak-banyaknya. Untuk melaksanakan tugas ayahnya itu Ismail As. berpesan kepada ayahnya, “Wahai ayahanda! Ikatlah tanganku agar aku tidak bergerak-gerak sehingga merepotkan. Palingkanlah wajahku agar ayah tidak melihatnya, sehingga ayah tidak merasa iba. Singsingkanlah lengan baju ayah agar tidak terkena percikan darah sedikitpun, sehingga bisa mengurangi pahalaku, dan jika ibu melihatnya tentu akan turut berduka.”

 “Tajamkanlah pedang dan goreskan segera dileherku ini agar lebih mudah dan cepat proses mautnya. Dan bawa pulang bajuku kemudian berikan kepada ibu, biar menjadi kenangan untuknya, Dan sampaikan salamku kepadanya katakanlah: “Wahai ibuku, bersabarlah dalam melaksanakan perintah Allah”. Terakhir, janganlah ayah mengajak anak-anak lain ke rumah ibu, agar ibu tidak semakin menambah kesedihannya kepadaku. Dan ketika ayah melihat anak lain yang sebaya denganku, janganlah dipandang seksama sehingga menimbulka rasa sedih di hati ayah,” pungkas Isma’il.

Setelah mendengar pesan-pesan putranya itu. Nabi Ibrahim  menjawab, “Sebaik-baik kawan dalam melaksanakan perintah Allah adalah kau, wahai putraku tercinta.” Kemudian Nabi Ibrahim menggoreskan pedangnya sekuat tenaga ke bagian leher putranya yang telah diikat tangan dan kakinya. Namun beliau tak mampu menggoresnya. Ismail berkata, “Wahai ayahku, Lepaskan saja ikatan tangan dan kakiku ini agar aku tidak dinilai terpaksa dalam menjalankan perintah Allah. Arahkan lagi pedangnya ke leherku agar para malaikat tau bahwa diriku taat kepada Allah dalam menjalankan perintah hanya semata-mata karena-Nya.”

Baca Juga:  Abu Thalib, Paman Nabi Yang Masih Diperdebatkan Keimanannya

Nabi Ibrahim  melepaskan ikatan tangan dan kaki putranya. Lalu beliau hadapkan wajah anaknya ke bumi dan langsung menggoreskan pedangnya ke leher putranya dengan sekuat tenaganya. Namun Nabi Ibrahim masih juga tak mampu melakukannya karena pedangnya selalu terpental.

Tak puas dengan kemampuanya, Nabi Ibrahim menghujamkan pedangnya kearah sebuah batu dan batu itu pun terbelah menjadi dua bagian. “Hai pedang! Kau dapat membelah batu, tapi mengapa kau tak mampu menembus daging?” gerutu Nabi Ibrahim.

Atas izin Allah, pedang tersebut menjawab, “Hai Ibrahim! Kau menghendaki untuk menyembelih, sedangkan Allah SWT sang penguasa semesta alam berfirman, ‘jangan disembelih. Jika begitu, kenapa aku harus menentang perintah Allah?.

Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata (bagimu).
Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.” (QS. Ash-Shaffat 37: 106)

Menurut satu riwayat, bahwa Nabi Ismail As. diganti dengan seekor kambing kibas yang dulu pernah diqurbankan oleh Habil dan selama itu kambing itu hidup di surga. Malaikat Jibril datang membawa kambing kibas itu dan Ia masih sempat melihat Nabi Ibrahim menggoreskan pedangnya ke leher putranya. Dan pada saat itu pula semesta alam beserta seluruh isinya bertakbir (Allâhu Akbar) mengagungkan kebesaran Allah atas kesabaran kedua umatNya dalam menjalankan perintahNya.

 
Melihat hal itu, malaikai Jibril terkagum-kagum lantas mengagungkan asma Allah, “Allâhu Akbar, Allâhu Akbar, Allâhu Akbar. Nabi Ibrahim As menyahut, “Lâ Ilâha Illallâhu wallâhu Akbar”. Nabi Ismail mengikutinya, “Allâhu Akbar wa lillâhil hamd”. Kemudian bacaan-bacaan tersebut dibaca pada setiap hari raya Qurban (Idul Adha).

Itulah sejarah singkat qurban Idul Adha yang patut kita teladani, tentang kesabaran seorang ayah dan putranya dalam menjalankan perintah Allah SWT. Dari sejarah qurban itulah yang kemudian dijadikan rukun islam yang kelima yaitu ibadah haji dan perintah berqurban. Dan perlu digaris bawahi perintah berqurban seorang ayah menyembelih putranya hanya berlaku untuk nabi Ibrahim As. dan putranya Nabi Ismail As. Sehinga agar tidak penjadi salah persepsi di zaman sekarang, karena hal tersebut sudah tidak berlaku lagi. Dan qurban sekarang di perintahkan untuk menyembelih hewan ternak seperti kambing, sapi, unta dan yang lainnya sesuai syariat. Wallahu’alam Bisshawab.

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *