Pecihitam.org – Kitab Al-Hikam adalah masterpiece Syekh Ibnu Athaillah atau nama lengkapnya Tajuddin Ahmad bin Muhammad bin Abdul Karim Ibnu Athaillah Al-Sikandari mursyid ketiga dari Thariqah Syadziliyah. Kitab dengan judul lengkap al-Hikam al-‘Ata‘iyyah asy-Syaziliyah at-Tauhidiyyah al-‘Irfaniyyah al-Wahabiyyah ini banyak dikaji di pesantren-pesantren.
Makna yang sangat dalam dan disuguhkan dengan bahasa sastra nan indah, tidak heran jika kitab al-Hikam tak pernah lekang digerus oleh zaman. Kajian-kajian kitab ini selalu mengalir sepanjang masa. Bahkan beberapa terjemahan dan syarah al-Hikam yang dapat ditemukan di Indonesia salah satunya adalah Syarah al-Hikam oleh Kyai Soleh Darat As-Samarani dalam bahasa Jawa.
Kyai Soleh Darat mensyarah kitab al-Hikam dengan menggunakan tulisan Arab Pegon Jawa (al-mriki) agar mudah dipahami bahkan oleh orang awam sekalipun yang mau mengaji. Tujuan penulisan Arab Pegon yang dilakukan Mbah Sholeh tak lain agar dipahami kalangan awam, terlebih kitab Al-Hikam ini dikenal mengandung bahasan yang sulit, tinggi, serta mendalam.
Buku Syarah Al-Hikam ini juga diterjemahkan ke teks bahasa Indonesia. Selain itu, buku ini juga menyertakan teks asli dari tulisan Mbah Sholeh Darat (Arab Pegon), sehingga pembaca yang menguasai Jawa Arab Pegon bisa langsung melakukan kroscek apa dan bagaimana kalam yang telah Mbah Sholeh tafsiri. Karena bisa jadi hasil terjemah tidak sesuai ketika kita merujuk langsung kepada redaksi aslinya.
Beliau menulis syarah kitab ini dari tahun 1289 H/1872 M dan selesai pada tahun 1291 H/1873-4 M. Pada masa itu, diperkirakan Kyai Soleh Darat sudah menetap dan mengajar di Pesantren Darat yang dipimpinnya
Walau demikian, kitab Syarah Al-Hikam ini tidak seluruhnya mensyarahi matan Al-Hikam karya Ibnu ‘Athoillah. KH Sholeh Darat hanya meringkas sekira 2/3 atau 137 pesan hikmah dari 264 hikmah dari kitab aslinya. Hal ini dengan tujuan, agar masyarakat awam lebih mudah mempelajari serta mengamalkan.
“Utawi iki kitab ringkesan saking matn al-Hikam karangane al-Allamah al-Arif Billah asy-Syaikh Ahmad Ibnu Ata’illah. Ingsun ringkes namung sakpertelune asal” (Kiai Soleh, al-Hikam, h. 2).
Artinya: “Ini adalah kiab ringkasan dari Matn al-Hikam karya al-Allamah al-Arif Billah asy-Syaikh Ahmad Ibnu Ata’illah. Saya ringkas menjadi hanya sepertiga dari asalnya”.
Dalam mengulas, Kiai Soleh mempunyai metode khusus. Beliau selalu menyebutkan bait hikmah dan diteruskan dengan terjemahannya. Beliau mengawali kitab ini dengan memberikan penjelasan pengantar, baru kemudian menyebutkan bait hikmah yang mengandung penjelasan ini.
Salah satu contoh ulasan hikmah kajian tasawuf, pada bagian pertama, sebagaimana yang disebutkan Ibnu ‘Atha’illah, min ‘alamaatil i’timaadi ‘ala al-‘amal, nuqshonu ar-Raja’ ‘inda wujuudi al-zalal” (Diantara tanda-tanda bahwa seseorang bertumpu pada kekuatan amal usahanya ialah kurangnya pengharapan (terhadap rahmat anugerah Allah) ketika terjadi padanya suatu kesalahan atau dosa).
Menariknya, KH Sholeh Darat juga memberi beberapa contoh, misalnya. Bahwa amal kita di dunia ini tidak akan mampu menjamin keselamatan seseorang. Karena baik iman ataupun kufur, masuk surga atau masuk neraka, itu semua berkat fadhal (karunia) dan keadilan Allah Swt semata.
Untuk memperkuat hikmah tersebut, beliau menghadirkan kisah Pendeta Bala’am bin Ba’ura dan Qorun, keduanya merupakan orang ahli ibadah, sementara Qorun sendiri adalah ulama Bani Israil. Namun, di akhir hayat, keduanya mati dalam keadaan kafir (tidak beriman).
Sementara Sayyidah Asiyah binti Muzahim, walaupun menjadi istri Fir’aun (sebagaimana diketahui bahwa Fir’aun adalah penguasa yang zalim, mengaku sebagai Tuhan, sekaligus juga musuh utama Nabi Musa) namun, pada kenyataannya, istri Fir’aun itu menjadi kekasih Allah. Bahkan, KH Sholeh Darat menyebutkan bahwa Sayyidah Asiyah tersebut akan menjadi istri Rasulullah Saw saat di surge kelak. Selain itu masih banyak yang dicontohkan oleh KH Sholeh Darat atas syarahnya kitab Al-Hikam ini. (Kiai Soleh, al-Hikam, h. 3–4).
Hikmah-hikmah itu beliau susun dalam satu kesatuan konteks yang saling kait-berkait satu sama lain dan menjadi satu kesatuan narasi yang saling terjalin berkesinambungan, sehingga menjadikannya mudah untuk dipahami. Dari sini seakan-akan KH Sholeh Darat menyusun sebuah cerita utuh dari potongan petikan-petikan hikmah kitab al-Hikam. Itu sebabnya, beliau tidak mengikuti urutan bait hikmah sesuai dengan kitab aslinya.
Maka kitab Syarah Al-Hikam karya KH Sholeh Darat ini merupakan salah satu bacaan wajib bagi siapapun, terutama bagi yang ingin mendalami secara lebih kajian-kajian tentang tasawuf, baik yang falsafi maupun amali. Sebab di dalamnya begitu terang, baik secara eksplisit, menjelaskan tahapan, tahapan mengenai syari’at, tarekat, dan hakikat. Sehingga kalangan awam dapat mencernanya dengan baik.