Mengenal Syed Ameer Ali, Sang Pemikir Islam dari India

Mengenal Syed Ameer Ali, Sang Pemikir Islam dari India

Pecihitam,org.- Syed Ameer Ali, sang pemikir inilah yang hadir ditengah tengah kehidupan India yang ketika berada dibawah pengaruh bangsa asing (Inggris), kehadirannya dengan menampakkan sikap lunak terhadap bangsa asing dan terus menjaga nama Baik Islam rupanya terus dimaksimalkan oleh Syed Ameer Ali pada waktu itu.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Hingga pada akhirnya beliau mampu menampakkan Islam di mata Barat sebagai agama yang tidak seperti mereka pahami, seperti keras ataupun intoleran, malah sebaliknya, Islam adalah agama yang menjunjung tinggi nilai nilai toleransi, lemah lembut dan berkemajuan.

Perjalanan Intelektual Syed Ameer Ali

Dialah Syed Ameer Ali yang lahir di Cuttack india pada tanggal 6 April 1849 dan menutup usia di umur 79 tahun pada tanggal 3 Agustus 1928 di Sussex Inggris. Sedangkan jika kita toleh dari segi keturunan, Syed Ameer Ali merupakan keturunan Syiah yang pindah dari Khurasan, Persia dan menetap di Mohan, Oudh, India tepatnya pada pertengahan abad ke 18.

Sebagai orang tua yang berpendidikan, sang ayah (Saadat Ali Khan) yang rupanya seorang dokter menyadari perkembangan zaman yang seiring berjalannya waktupun semakin berkembang pesat, maka tak ayal jika sang anak segera di masukkan di sekolah yang terbilang unggul (Sekolah Inggris di Kalkuta). Usai itu pindah ke Aogly, dan pada akhirnya dimasukkan ke perguruan tinggi Muhsiniyah College.

Selain itu, Saadat Ali khan pun mengarahkan Syed Ameer Ali untuk sebisa mungkin belajar mengaji dibeberapa guru, karena baginya belajar tentang dasar dasar Agama adalah sesuatu yang sangat penting.

Baca Juga:  Karomah Habib Sholeh bin Muchsin Al-Hamid Laksana Matahari di Siang Hari

Bahkan untuk diperguruan tinggi, Syed Ameer juga mendalami bahasa Arab. Hingga pada tahun1869 beliau kembali melanjutkan study nya ke Inggris dan sukses memperoleh gelar kesarjanaan di bidang hukum pada tahun 1873.

Tidak sampai disana, Syed Ameer kembali ke kampung halaman dan bekerja sebagai pegawai pemerintahan inggris, penyalur, hakim dan guru besar dalam Islam. Dan pada tahun 1883 beliau dianggap menjadi salah satu dari tiga majelis Raja inggris di India.

Karya Syed Ameer Ali

Sebagai tokoh yang sangat mencintai dunia membaca, tak heran jika Syed Ameer dikenal sebagai sosok yang sangat berwawasan luas, bahkan diusianya yang masih muda telah membaca berbagai karya sastra yang diantaranya karya Shakespeare, Milton, Byron, Keat, Longfellow, sampai pada Syair syair milik Sa’adi, Firdaus, Hafizi dan jalaluddin Rumi. Bahkan ketika usianya menginjak 12 tahun, beliau telah membaca karya Gibbon yang berjudul The Declene and Faal of Roman Empiri.

Dari bacaan bacaan inilah, Syed Ameer merasa ada yang kurang jikamana dirinya tidak menuangkan wawasan yang dimilikinya dengan ikut menulis, maka tak heran jika berbagai pemikirannya tertuang dalam karyanya yang berjudul The Spirit of Islam dan A Short History of The Saracens.

Metode pemikiran Islam Syed Ameer Ali

Sebagai pemikir Islam yang sukses dengan menghadirkan kejayaan Islam pada masa lalu, tentu terdapat metode metode tertentu yang di tempu beliau guna pemikiran beliau berjalan dengan baik, dan salah satunya ialah dengan menggunakan metode perbandingan, yang mana beliau melakukan perbandingan dengan ajaran ajaran agama lain demi membuktikan tentang betapa detail dan sempurnanya agama Islam itu.

Baca Juga:  Berbagai Gelar Raden Syahid: Lokajaya, Syaikh Melaya dan Sunan Kalijaga

Dalam hal pemikiran, Syed Ameer Ali kagum dengan Rasionalitas Mu’tazilah yang dikenal dengan pemikiran Neo-Mu’tazilah yang memerlukan adanya modernisasi terhadap Islam. Maka wajar jika berangkat dari pemikiran ini, Syed Ameer beranggapan bahwa sebagai Umat kita tidak hanya memusatkan perhatian pada ritual dan Ibadah saja, melainkan kita perlu menjunjung tinggi akal dan anti kemunduran.

Menjunjung tinggi akal dalam artian apa pun yang ditujukan Nabi tidak pernah lepas dari wilayah akal, beliau selalu sikap rasional dalam hal apapun itu, dan argument ini Nabi mengambil dalil QS. Al Baqarah [2]: 164

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan”

Sedangkan anti kemunduran dalam artian Islam akan sebisa mungkin masuk dalam modernisasi Islam, sekalipun hal ini banyak menolak namun paling tidak, Syed Ameer menyatakan bukti Historis tentang  mengapa Islam tidak akan menolak dunia modernisasi, yakni diantaranya: Islam menjunjung tinggi rasionalitas dan progresifitas, oleh karenanya pemikiran Syed Ameer selalu maju dan berbeda dengan pemahaman Islam sebelum abad 20.

Baca Juga:  Mengenal Ibnu Miskawaih, Sang Pelopor Filsafat Etika

Pemikiran Syed Ameer Ali tentang poligami

Kedudukan wanita, entah mengapa kedudukan Wanita dari masa kemasa selalu saja menjadi tema hangat dalam berbagai diskusi, karena memang jika kita mencoba menoreh tentang bagaimana kedudukan wanita itu sebelumn Islam Datang, tentulah kita akan menemukan kedudukan wanita yang dianggap sebagai pembawa sial, sumber celaka bahkan hanya sebagai pelampiasan nafsu belaka, tidak lebih.

Maka betapa bersyukurnya kita dengan kedatangan Islam yang mampu mengangkat martabat seorang wanita. Sedangkan jika kita berbicara tentang poligami yang kini banyak digombar gambirkan oleh kaum lelaki bahwasanya, poligami adalah sunnah Rasul maka sepatutnya kita pun memahami bahwasanya Poligami hanya diperuntukkan bagi mereka yang benar benar mampu adil.

Sebagaimana yang diutarakan oleh Syed Ameer dalam bukunya yang berjudul The Spirit of islam, paling tidak dikatakan bahwa adil tidak hanya memberikan pakaian, tempat tinggal atau pun yang lainnya. Tetapi adil dalam hal memberikan cinta, kasih sayang dan penghargaan adalah sesuatu yang perlu disetarakan, tetapi bagi Syed Ameer hal itu adalah hal yang paling mustahil.

Salah satu sumber bacaan dikutip dari Jurnal permikiran Islam (Al Fikr) Volume 19, nomor 1, Januari-Juni tahun 2015.

Semoga bermanfaat!

Rosmawati