Tasawuf Pada Masa Khulafaur Rasyidin dan Sahabat Nabi Lainnya

tasawuf sahabat nabi

Pecihitam.org – Salah satu yang menjadi sumber tasawuf oleh para sufi adalah kehidupan para sahabat nabi. Para sahabat telah menunjukkan keteguhan iman, ketakwaan, kezuhudan dan budi pekerti luhur yang patut dicontoh. Itu sebabnya para penganut tasawuf tidak pernah mengabaikan kehidupan kerohanian para sahabat yang menumbuhkan kehidupan sufi diabad-abad sesudahnya.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Kehidupan tasawuf para sahabat dijadikan acuan oleh para sufi karena mereka adalah murid langsung Nabi Muhammad Saw. Dalam segala perbuatan dan ucapan sahabat juga senantiasa mengikuti kehidupan Rasulullah Saw. Oleh karena itu perilaku kehidupan mereka dapat dikatakan sama dengan perilaku kehidupan Rasulullah Saw, kecuali hal-hal yang memang khusus bagi Nabi SAW.

Kehidupan para sahabat adalah kehidupan yang paling dekat dan paling mirip dengan kehidupan yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Karena mereka menyaksikan secara langsung apa yang diperbuat dan dituturkan oleh Nabi SAW. Itu sebabnya Al-Qur’an memuji mereka:

“Orang-orang yang terdahulu lagi pertama-tama (masuk islam) diantara orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah sediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai didalamnya, mereka kekal didalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar”. (QS. At Taubah: 100).

Abu Nasr as-Sarraj at-Tusi menyampaikan dalam Kitab al-Luma, tentang ucapan Abi Utbah al-Hilwani (salah seorang tabiin) tentang kehidupan para sahabat:

“Maukah saya beritahukan kepadamu tentang kehidupan para sahabat Rasulullah SAW? Pertama, bertemu kepada Allah lebih mereka sukai dari pada kehidupan duniawi. Kedua, mereka tidak takut terhadap musuh, baik musuh itu sedikit maupun banyak. Ketiga, mereka tidak jatuh miskin dalam hal yang duniawi, dan mereka demikian percaya pada rezeki Allah SWT.”

Berikut adalah kehidupan tasawuf empat sahabat Nabi Muhammad Saw yang dijadikan panutan para sufi:

1. Abu Bakar as-Siddiq.

Awalnya Abu Bakar adalah salah seorang Quraisy yang kaya raya, namun setelah masuk islam, ia menjadi orang yang sangat sederhana. Ketika menghadapi perang Tabuk, Rasulullah SAW bertanya kepada para sahabat,

“Siapa yang bersedia memberikan harta bendanya dijalan Allah?”. Abu Bakar lah yang pertama menjawab: ”Saya ya Rasulullah.” Akhirnya Abu Bakar memberikan seluruh harta bendanya untuk jalan Allah Melihat demikian, Nabi SAW bertanya kepada: ”Apalagi yang tinggal untukmu wahai Abu Bakar?” ia menjawab:”Cukup bagiku Allah dan Rasul-Nya.”

Baca Juga:  Syahid, Nafsu, Ruh dan Sirri dalam Pandangan Para Sufi

Diriwayatkan bahwa selama enam hari dalam seminggu Abu Bakar selalu dalam keadaan lapar. Hingga pada suatu hari Rasulullah SAW pergi kemasjid. Disana Nabi bertemu Abu Bakar dan Umar bin Khattab, kemudian ia bertanya: “Mengapa kalian berdua sudah ada di masjid?” Kedua sahabat itu menjawab:”Karena menghibur lapar.”

Dalam riwayat lain diceritakan pula bahwa Abu Bakar hanya memiliki sehelai pakaian. Ia berkata: “Jika seorang hamba begitu dipesonakan oleh hiasan dunia, Allah membencinya sampai ia meninggalkan perhiasan itu.”

Oleh karena itu Abu Bakar memilih takwa sebagai pakaiannya. Ia menghiasi dirinya dengan sifat-sifat rendah hati, santun, sabar, dan selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan ibadah dan dzikir kepada-Nya.

2. Umar bin Khattab

Umar bin Khattab yang terkenal dengan sebutan Al Faruq ini memiliki keheningan jiwa dan hati yang bersih, sehingga Rasulullah SAW berkata:” Allah telah menjadikan kebenaran pada lidah dan hati Umar.”

Umar juga terkenal dengan kezuhudan dan kesederhanaannya. Diriwayatkan, pada suatu ketika setelah ia menjabat sebagai khalifah, ia berpidato dengan memakai baju bertambal dua belas sobekan.

Diceritakan, Abdullah bin Umar, putra Umar bin Khatab, ketika masih kecil bermain dengan anak-anak yang lain. Anak-anak itu semua mengejek Abdullah karena pakaian yang dipakainya penuh dengan tambalan. Hal ini disampaikannya kepada ayahnya yang ketika itu menjabat sebagai Khalifah.

Umar merasa sedih karena pada saat itu ia tidak mempunyai uang untuk membeli pakaian anaknya. Oleh karena itu ia membuat surat kepada pegawai Baitul Mal untuk minta dipinjami uang dan pada bulan depan akan dibayar dengan jalan memotong gajinya.

Bukan memberikan pinjaman, pegawai Baitul Mal menjawab surat itu dengan mengajukan suatu pertanyaan. Apakah Umar yakin umurnya akan sampai bulan depan? Maka dengan perasaan terharu dengan diiringi derai air mata , Umar menulis lagi sepucuk surat kepada pegawai Baitul Mal bahwa ia tidak lagi meminjam uang karena tidak yakin umurnya sampai bulan yang akan datang.

Disebutkan dalam buku-buku tasawuf dan biografinya, Umar bin Khattab selalu menghabiskan malamnya untuk beribadah mendekat kepada Allah. Ini dilakukan untuk mengimbangi waktu siangnya yang banyak disita untuk urusan kepentingan umat.

Baca Juga:  Teori Keseimbangan Antara Agama dengan Dunia Melalui Pendekatan Tasawuf

3. Usman bin Affan

Sahabat Usman bin Affan juga menjadi teladan para sufi dalam banyak hal. Usman adalah seorang yang zuhud, tawadu, banyak mengingat Allah, banyak membaca Al Quran, dan memiliki akhlak yang sangat terpuji.

Utsman juga salah satu sahabat yang kaya, diriwayatkan ketika menghadapi Perang Tabuk, sementara kaum muslimin sedang menghadapi paceklik, Usman memberikan bantuan yang besar berupa kendaraan dan perbekalan tentara.

Diriwayatkan pula, Usman telah membeli sebuah sumur milik seorang Yahudi yang kemudian diwakafkan untuk kaum muslimin. Hal ini dilakukan karena air sumur tersebut awalnya tidak boleh diambil oleh kaum muslimin.

Bahkan pada mas pemerintahan Abu Bakar saat terjadi kemarau panjang dan paceklik, rakyat yang mengadu kepada khalifah dengan menerangkan kesulitan hidup mereka. Utsman bin Affan kemudian menyumbangkan bahan makanan sebanyak seribu ekor unta.

Tentang ibadahnya jangan ditanyakan lagi. Diriwayatkan bahwa Utsman terbunuh ketika sedang membaca Al-Qur’an. Tebasan pedang para pemberontak mengenainya ketika ia sedang membaca surah Al-Baqarah ayat 137 yang artinya:…

“Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. Dan Dia lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”

Ketika itu Utsman tidak sedikitpun beranjak dari tempatnya, bahkan tidak mengijinkan orang mendekatinya. Ketika ia rebah berlumur darah, mushaf Al-Qur’an itu pun masih tetap berada ditangannya.

4. Ali bin Abi Talib

Ali bin Abi Talib yang tidak kurang pula keteladanannya dalam dunia tasawuf. Ia mendapat tempat khusus di kalangan para sufi, sebab bagi mereka Ali merupakan guru kerohanian yang utama. Sahabat Ali mendapat warisan khusus tentang ini dari Rasulullah Saw.

Abu Ali ar-Ruzbari , seorang tokoh sufi, mengatakan bahwa Ali dianugerahi Ilmu Laduni. Ilmu itu, sebelumnya, secara khusus diberikan Allah SWT kepada Nabi Khaidir AS, seperti firman Allah dalam AL Quran surat Al Kahfi: 65 yang artinya:

…”dan telah Kami ajarkan padanya ilmu dari sisi Kami.”

Kezuhudan dan kerendahan hati Sahabat Ali terlihat pada kehidupannya yang sederhana. Ia tidak malu memakai pakaian yang bertambal, bahkan ia sendiri yang menambal pakiannya yang robek.

Bahkan diceritakan suatu ketika ia tengah menjinjing daging di Pasar, lalu orang menyapanya: “Ya Amirul Mukminin, apakah tuan tidak malu memapa daging itu?” Kemudian dijawabnya:”Yang saya bawa ini adalah barang halal, kenapa saya harus malu?”.

Baca Juga:  Inilah Tiga Sufi yang Kaya Raya, Bukti Tasawuf Tak Indentik dengan Miskin

Abu Nasr As-Sarraj at-Tusi berkomentar tentang Sahabat Ali,

“Di antara para sahabat Rasulullah Saw, Ali bin Abi Talib memiliki keistimewahan tersendiri dengan pengertian-pengertiannya yang agung, isyarat-isyaratnya yang halus, kata-katanya yang unik, uraian dan ungkapannya tentang tauhid, makrifat, iman, ilmu, hal-hal yang luhur, dan sebagainya yang menjadi pegangan serta teladan para sufi.”

Selain keempat sahabat Nabi yang utama di atas, sebagai rujukan tasawuf para sufi, dikenal pula para Ahl as-Suffah. Mereka ini tinggal di Masjid Nabawi di Madinah dalam keadaan serba sederhana, teguh dalam memegang akidah, dan senantiasa mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Diantara Ahl as-Suffah itu ialah Abu Hurairah, Abu Zar al-Giffari, Salman al-Farisi, Mu’az bin Jabal, Imran bin Husin, Abu Ubaidah bin Jarrah, Abdullah bin Mas’ud, Abdullah bin Abbas dan Huzaifah bin Yaman.

Abu Nu’aim al-Isfahani, penulis tasawuf (w. 430/1038) menggambarkan sifat Ahl as-Suffah di dalam bukunya Hilyat al-Aulia`(Permata para wali). Diantara Ahl as-Suffah itu juga ada yang mempunyai keistimewahan sendiri. Hal ini memang diwariskan oleh Rasulullah SAW kepada mereka seperti:

Adapun Abu Zar al-Giffarri adalah seorang Ahl as-Suffah termasyur yang bersifat sosial. Ia tampil sebagai prototipe (tokoh pertama) fakir sejati. Abu Zar tidak pernah memiliki apa-apa, tetapi ia sepenuhnya milik Allah SWT dan akan menikmati hartanya yang abadi. Apabila ia diberikan sesuatu berupa materi, maka materi tersebut dibagi-bagi kepada para fakir miskin.

Begitu juga Salman Al Farisi salah seorang Ahli Suffah yang hidup sangat sederhana hingga akhir hanyatnya. Salman al Farisi merupakan salah satu Ahli Silsilah dari Tarekat Naqsyabandi yang jalur keguruannya bersambung kepada Sayyidina Abu Bakar Siddiq sampai kepada Rasulullah SAW.

Wallahua’lam bisshawab.

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik