Tradisi Ya Qowiyu; Warisan Ki Ageng Gribig dari Klaten

Tradisi Ya Qowiyu; Warisan Ki Ageng Gribig dari Klaten

PeciHitam.org – Nusantara berisi beragam suku, ras dan Budaya yang berkembang sebelum penyebaran Islam ada. Masuknya islam tidak serta merta menggeser kebudayaan kepinggiran, dikucilkan dan ditinggalkan. Bentuk keistimewaan Islam di Nusantara adalah bisa mengakomodir budaya dalam bingkai nilai Islam.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Bentuk pengakomodiran budaya dengan nilai Islam sering disebut dengan proses Asimiliasi, yang memperlihatkan peleburan budaya dan Nilai membentuk budaya baru.

Pembentukan budaya baru melalui proses asimilisi merupakan proses unik dalam sebuah budaya, karena meleburkan dua nilai menjadi satu bentuk baru.

Proses asimilasi dalam kebudayaan banyak ditemukan di Nusantara, yang mana hasil asimilasi tradisi dengan nilai keislaman. Proses asimilasi Islam dengan budaya berkembang sejak masifnya penyebaran Islam di  Jawa pada masa Walisongo.

Peran Walisongo dan penerus model dakwah mereka banyak mengakomodasi tradisi dan budaya kemudian disisipi nilai Islam. Di Klaten, Jawa Tengah ada sebuah tradisi unik yang berakar untuk pembiasaan shadaqah bernama tradisi Ya Qowiyu.

Daftar Pembahasan:

Tradisi Ya Qowiyu Sebagai Tradisi Baik

Masyarakat di Nusantara memang sangat menyukai simbolisasi dalam setiap tindakan atau acara budaya. Sebagaimana dikenal dalam budaya Jawa tradisi Sengkalan yakni sebuah tardisi menulis tahun menggunakan simbol gambar, perkataan atau benda yang khusus merujuk kepada angka tertentu.

Tradisi grebeg baik Syawal, Mulud, dan Besar adalah sebuah simbolisasi kebaikan hati dari Raja berkuasa kepada rakyatnya. Dan dalam tradisi Jawa juga ada acara Kupat sebagai simbol untuk Permintaan Maaf/ Kulo Lepat. Simbolisasi dalam tradisi Nusantara adalah bentuk internalisasi nilai Islam dalam kebudayaan.

Hasilnya adalah kemudahan untuk menerima ajaran Islam di Tanah Nusantara. Buktinya adalah masifnya dakwah Islam di Jawa pada era walisongo, walaupun sebelumnya di Utara Jawa sudah ada pedagang Muslim yang mukim ratusan tahun sebelum Walisongo datang.

Dakwah walisongo diformalkan dalam bentuk Kerajaan Demak Bintoro. Penerus Kerajaan Islam pertama di Jawa ini sampai sekarang tetap eksis, yakni Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Ngayogyakarta. Dua kerajaan ini mengklaim diri sebagai penerus Kerajaan Mataram Islam, sebagai pengganti Kerajaan Demak.

Baca Juga:  Inilah Kontribusi NU dalam Menguatkan Hubungan Agama dengan Nasionalisme

Model dakwah yang dilakukan oleh walisongo dan Kerajaan Demak tetap dilanjutkan metodenya oleh Kerajaan penerusnya, Mataram Islam. Salah satu tokoh yang banyak dirujuk orang di Wilayah Klaten adalah Ki Ageng Gribig.

Ki Ageng Gribig merupakan penyebar Agama Islam yang beroperasi di Klaten, khususnya Jatinom. Awal mula tradisi Ya Qowiyu adalah ketika Ki Ageng Gribig melaksanakan Ibadah Haji. Sepulang dari Makkah, beliau membawa oleh-oleh sepotong Kue.

Oleh-oleh berupa Kue tersebut diberikan kepada para santri beliau. Karena kue yang dibawa tidak mencukupi untuk diberikan kepada santrinya, maka Ki Ageng Gribig meminta Nyai Ageng Gribig untuk membuat Kue Apem. Kue Apem inilah yang kemudian dikenal dengan Tradisi Ya Qowiyu.

Kue apem yang diberi nama Ya Qowiyu, berasal dari Doa yang selalu dipanjatkan Ki Ageng Gribig setiap memberikan Kue Apem, Ya Qowiyu, ya Assis, Qawina wal Muslimin Ya Qowiyu warzuqna wal Muslimin.

Artinya adalah Wahai dzat yang Maha Kuat, Kuatkanlah kita dan segenap orang Muslim,Wahai dzat yang Maha Kuat, berilah Rezeki kepada kita dan segenap kaum Muslimin. Doa pengharapan dari Ki Ageng Gribig dalam Tradisi Ya Qowiyu untuk menunjukan diberikannya kekuatan untuk Orang Islam.

Doa yang mentradisi dalam bentuk Tradisi Ya Qowiyu tidak semestinya diberikan label buruk, karena tidak lain untuk mensimbolkan doa kebaikan. Sebagaimana dalam tradisi Jawa, tokoh masyarakat sangat dipegang teguh untuk diikuti sebagaimana Ki Ageng Gribig.

Ya Qowiyu, Simbol Masyarakat Berbagi

Tradisi Ya Qowiyu selalu diselenggarakan Umat Islam di Jatinom Klaten sebagai bentuk penghormatan budaya dan ajaran. Acara puncak tradisi Ya Qowiyu di Jatinom Klaten biasanya bertepatan pada hari jumat pertengahan bulan Shaffar. Lokasi yang digunakan sebagai pusat acara Ya Qowiyu adalah Makam Ki Ageng Gribig, Masjid dan Lapangan.

Puncak Tradisi Ya Qowiyyu di Jatinom, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, ditandai dengan penyebaran ribuan kue apam kepada masyarakat. Penyebaran kue Apem kepada Masyarakat merujuk pada simbolisasi berbagai yang pernah dilakukan oleh Ki Ageng Gribig. Acara tersebut di gelar di Kompleks Masjid Ageng Gribig setelah sholat Jumat.

Baca Juga:  Ini Dia Metode Dakwah Wali Songo, Pendekatan Psikosufistik Adalah Salah Satunya!

Dua buah gunungan Apem yang akan  diberikan/ disebarkan kepada masyarakat, yakni gunungan lanang dan Wadon. Sebelumnya gunungan tersebut didiamkan di Masjid Besar Jatinom, peninggalan Ki Ageng Gribig. Tentunya didiamkan didalam Masjid dengan tujuan untuk didoakan semalaman suntuk sebelum diberikan kepada masyarakat.

Tradisi Ya Qowiyu dalam lintasan sejarah bertujuan untuk membiasakan bershadaqah dengan apapun yang dimiliki. Konteks sedekah masa Ki Ageng Gribig menggunakan media makanan Apem yang  menyimbolkan makna Afwan/ Afwun sebagai bentuk permintaan maaf.

Simbol kue Apem sebagai bentuk permintaan maaf juga ditemukan dalam tradisi Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Ngayogyakarta. Kesukaan orang Jawa dalam simbol menandakan ketinggian rasa dalam mengekspersikan sebuah perbuatan.

Sebagaimana simbol pemberian shadaqah makanan kepada orang lain berupa Apem tidak bisa dianggap remeh karena bisa mencapai berat 5,5 ton.

Apem yang diperebutkan oleh masyarakat setiap tahun memang berbeda-beda. Akan tetapi tidak pernah sedikit dan mencapai kuantitas berton-ton. Ton-tonan Apem akan ludes diperebutkan warga kepercayaan tentang Apem yang diperoleh membawa berkah. Tidak lain sumber berkah tersebut karena disemayamkan semalam untuk didoai.

Dimensi Sosial Tradisi Ya Qowiyu

Ki Ageng Gribig mencontohkan kepada kita bahwa sedekah harus menjadi nafas keseharian yang harus dijaga. Simbol tradisi Ya Qowiyu selalu dipertahankan sebagai bukti bahwa tradisi baik harus dilestarikan. Mentradisikan sedekah untuk diri sendiri sebagaimana Ki Ageng Gribig adalah murni Ajaran Rasulullah SAW.

 الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

Artinya; (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema’afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan (Qs. Ali Imran: 134)

Selain perintah Shodaqah dalam Al-Quran, Hadits Nabi Muhammad SAW juga spesifik menyebutkan tentang keutamaan Shodaqoh;

مَا مِنْ يَوْمٍ يُصبِحُ العِبادُ فِيهِ إِلَّا مَلَكَانِ يَنْزِلانِ، فَيَقُولُ أَحَدُهُمَا: اللَّهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا، وَيَقُولُ الآخَرُ: اللَّهُمَّ أَعْطِ مُمْسِكًا تَلَفًا

Baca Juga:  Benarkah Tradisi Haram Seperti Kata Wahabi?

Artinya; Tidak ada hari kecuali setiap hari tersebut ada dua malaikat yang turun setiap pagi dan berkata salah seorang diantara mereka, Ya Allah berilah ganti bagi orang yang bershadaqah, dan berkata malaikat yang lain, berilah kebinasaan bagi orang yang kikir (HR. Bukhari dan Muslim)

Dengan model apapun atau dengan obyek sedekah apapun, shadaqah adalah baik dan patut untuk dilestarikan. Orang yang bersedekah adalah orang bisa memanfaatkan hartanya dalam kebaikan. Sebagaimana Ki Ageng Gribig membuat sebuah pondasi Tradisi untuk contoh sedekah.

Tradisi Ya Qowiyu mengandung makna bersedekah seperti yang pernah diajarkan Ki Ageng Gribig semasa hidupnya. Sedekah adalah ajaran islam yang mengandung dimensi sosial, karena bisa membantu sesama. Tradisi Ya Qowiyu dalam perkembangannya ternyata berdampak positif dalam perekonomian warga Jatinom.

Bi Wasilati / dengan perantara Tradisi Ya Qowiyu, setiap tahunnya Jatinom memiliki kunjungan wisatawan yang tidak sedikit. Hadirnya wisatawan untuk melihat tradisi nyebar Apem  Ya Qawiyu menjadikan banyak warga yang menjadi pedagang musiman.

Dimensi tradisi Ya Qowiyu dan tradisi lainnya yang ada di Nusantara banyak yang didesain oleh para tokoh besar agar Nilai Islam terinternalisasi/ masuk dalam budaya.

Tujuannya adalah jelas untuk dakwah sirri (dakwah Rahasia yang  lembut) untuk membawa Islam bukan hanya sekedar Formalitas. Akan tetapi masuk dalam filosofi dan tata nilai masyarakat Nusantara. Ash-Shawabu Minallah.

Mohammad Mufid Muwaffaq