Wamenag: Fitnah, Isu Dana Haji Dipakai untuk Perkuat Rupiah

Pecihitam.org – Kementerian Agama (Kemenag) lewat Wakil Menag Zainut Tauhid dengan tegas membantah isu dana haji akan digunakan untuk memperkuat rupiah.

Sekedar diketahui, menurut data Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), posisi dana haji per Mei 2020 mencapai Rp 135 triliun.

Seharusnya, BPKH menyiapkan dana sebesar Rp 14,5 triliun untuk keberangkatan haji di tahun 2020 ini.

Dari jumlah tersebut, Rp 8,5 triliun berupa valuta asing atau valas (US$ 600 juta).

Menurut Zainut, tuduhan yang ditujukan kepada pemerintah tersebut adalah fitnah.

“Tuduhan uang haji akan digunakan oleh pemerintah untuk memperkuat rupiah adalah fitnah yang sangat keji, dan pendapat tersebut sama sekali tidak berdasar,” tegas Zainut seperti dikutip dari Detik.com, Jumat, 5 Juni 2020.

Baca Juga:  Mufti Libya: Umat Islam Haji dan Umrohnya Cukup Sekali Saja, Saudi Banyak Membantai Orang Lain

“Statement seperti itu hanya mungkin keluar dari orang yang sudah terbiasa dengan pikiran kotor dan suka mencari sensasi,” sambungnya.

Ia pun menjelaskan bahwa dana haji tahun 2020 yang tak terpakai akan dikelola oleh BPKH sesuai dengan aturan yang berlaku.

Selain itu, kata Zainut, dari hasil pengelolaan dana yang dilakukan BPKH, calon jemaah haji pun akan memperoleh nilai manfaatnya.

“Setoran pelunasan biaya perjalanan ibadah haji (BIPIH) yang dibayarkan akan disimpan dan dikelola secara terpisah oleh BPKH. Nilai manfaat dari setoran pelunasan itu akan diberikan oleh BPKH kepada jemaah haji yang bersangkutan paling lambat 30 hari sebelum pemberangkatan kloter pertama penyelenggaraan ibadah haji tahun 1442 H/2021 M,” jelasnya.

Baca Juga:  Arab Saudi Putuskan Tetap Gelar Ibadah Haji 2020 Secara Terbatas

Kendati demikian, Kemenag juga menawarkan opsi kedua kepada Calon Jemaah Haji (CJH) yakni jemaah bisa menarik kembali setoran pelunasan Bipih.

“Setoran pelunasan Bipih dapat diminta kembali oleh jemaah haji,” ujar Zainut.

Adapun seluruh skema di atas, kata Zainut, telah disetujui juga oleh Komisi VIII DPR RI sebagai parlemen.

Zainut juga mengimbau agar masyarakat menyampaikan kritik yang memiliki dasar, bukan hanya sebatas subjektif.

“Kami sangat menghormati kritik sepanjang kritik tersebut dilandasi niat yang baik, objektif, dan argumentatif. Bukan kritik yang subjektif, asumtif dan hanya untuk mencari sensasi semata,” ujar Zainut.