Yesus dalam Perspektif Al-Quran dan Fakta Penyaliban Nabi Isa AS

Yesus dalam Perspektif Al-Quran dan Fakta Penyaliban Nabi Isa AS

Pecihitam.org- Terdapat beberapa perbedaan yesus dalam perspektif al-quran dengan yang beredar pada cerita orang kristiani. Yesus oleh umat Kristen disebut dengan “Yesus Kristus” adalah Allah manusia. Yesus (Yezus) merupakan nama atau istilah Yunani yang diberikan untuk Yoshua (juru selamat). Sementara Kristus (Yunani: Kristos) adalah terjemahan dari kata Ibrani “Messiah” (al-Masseh, al-Masih, Misias) yang berarti “Terurapi”.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Dalam rumusan al-Kitab, nama Yesus menunjukkan tugas sebagai penyelamat. Sedangkan sebutan Kristus adalah sebagai pernyataan bahwa di dalam “Dia” telah muncul Mesias yang dijanjikan dalam Perjanjian Lama, yakni raja, imam, dan guru yang diutus Allah.

Dan digambarkan bahwa Yesus lahir menjelang tahun 4 M, di Betlehem dari perawan Maria yang bersuamikan Yosef (Yusuf), ( Lihat Tim Penyusun, Ensikopedi Indonesia (Jakarta: PT. Ichtiar Baru van Hoeve, 1984), 3984). 

Yesus tinggal dan bekerja di Nazaret (wilayah Galilea) selama 30 tahun, tiga tahun berikutnya, ia mengadakan perjalanan ke Galilea dan mengumpulkan sejumlah murid terutama kedua belas rasulnya, dan menyembuhkan orang-orang sakit dan melakukan berbagai penyelamatan dengan mukjizatnya yang diberi kekuasaan oleh Tuhan Bapa.

Pada akhir hidupnya, ia dibenci oleh para ahli Taurat dari Kaum Farisi, karena dipandang sebagai legalisme dari munafik. Setelah memasuki Yerussalem dan bertemu dengan murid-muridnya, ia dikhianati oleh Yudas Iskariot dan ditangkap di taman Getsemane.

Kemudian oleh penguasa Yahudi, ia diserahkan kepada Gubernur Romawi Ponitius Polatus.Yesus dihukum mati di bukit Golgota dengan cara disalib, dan tiga hari kemudian dibangkitkan dari kubur, walaupun kuburannya disegel serta dijaga oleh tentara.

Baca Juga:  Siasat Dibalik Munculnya Mukjizat Nabi Ibrahim

Kebangkitan yang diiringi dengan kenaikannya ke surga setelah 40 hari disalib, memperkuat keyakinan muridnya bahwa “Yesus” adalah Messias Allah dan putra Allah serta sebagai penyelamat yang menebus dosa asal (original sin) umat manusia dengan kematiannya, ( Tim Penyusun, Ensikopedi Indonesia, 3984).

Atas dasar pemikiran dan kepercayaan tersebut, Yesus didogmatisasi sebagai Tuhan (Anak Allah) yang kemudian dikonsilkan dalam bentuk teologis triteisme (trinitas), dan menjadi suatu dogma pokok pada konsili I di Nicea, tahun 395 M dan disempurnakan pada konsili Konstatinopel 381 M.

Pada konsili I di Nicea, penetapan Yesus sebagai Anak Allah masih mendapat tantangan dari sekte Ariunis, sementara Paulunisme tetap mempertahankan pemahaman trinitas “dimana Yesus ditempatkan sebagai Tuhan”, (lihat Rauf Syalabi, Distorsi Sejarah dan Ajaran Yesus (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2001)).

Arius dan pengikutnya yang mempertahankan Yesus sebagai al-Masih (Rasul) bukan anak Tuhan, diusir keluar Romawi oleh Kaisar, karena selain atas pertimbangan untuk memadamkan pertentangan, juga Kaisar Romawi lebih memihak kepada Paulus.

Sejak itulah agama Nasrani yang semula sebagai agama Bani Israil (Ibrahim) menjadi agama Katolik (universal) yang menempatkan Yesus sebagai Tuhan (Anak Tuhan) dan Paulus sebagai Rasulnya.

Sedangkan Yesus dalam perspektif al-quran berbeda dengan alkitab, Secara mawdhu’i, al-Qur’an mempersonifikasi Yesus dengan sebutan Isa. Oleh para teolog Kristen, penyebutan Isa kepada Yesus dalam segala aspeknya tidak dapat dipertanggung jawabkan asal-usul historinya.

Baca Juga:  Bagaimana Hukum Tidur di Masjid? Ini Penjelasannya

Dan Isa yang ditulis dengan huruf ‘ain, sin dan ya tidak mengandung arti apa-apa, (lihat Hadiwijono, Imam Kristen, BPK (Jakarta: Gunung Mulia, 1973)). Didasari pada deskripsi diatas, pembahasan ini dikonsentrasikan pada permasalahan bagaimana perspektif al-Qur’an terhadap Yesus yang secara teologi telah didoktrinkan dalam sebuah kepercayaan, sebagai anak Allah, Allah dan dogma-dogma lainnya.

Sementara al-Qur’an mempresentasikan Yesus sebagai Isa al-Masih yang kronologi historis hidup, fungsi dan kedudukannya berbalik dari apa yang menjadi sebuah dogmatika agama masa kini.

Untuk itu, al-Qur’an memperjelas kepada Bani Israil, bagaimana kisah Yesus (Isa) yang diperselisihkan dengan keadaan yang sebenarnya.

Dalam perspektif al-Qur’an, Yesus (Isa) adalah seorang hamba yang dilahirkan oleh Maryam binti Imran melalui malaikat Jibril dengan “kalimatnya” yang kelahirannya disamakan dengan Adam. Dan diutus sebagai Rasul terakhir untuk Bani Israil untuk menyampaikan hikmah dan penjelas (bayan) tentang apa yang mereka perselisihkan.

Dan kerasulannya diperkuat dengan mukjizat yang dapat berbicara sejak dalam buaian, dapat menyembuhkan orang sakit dan menghidupkan orang mati. Kerasulannya diperkuat dengan wahyu (reveled) yaitu kitab Inil, pengakuan terhadap kitab sebelumnya yaitu Taurat dan memberitahukan tentang kedatangan Rasul terakhir yaitu Ahmad (Muhammad).

Dan ajaran pokok yang dibawanya sama dengan ajaran pokok yang dibawa oleh semua Rasul yang lain. Kedudukannya sebagai Rasul pada hakikatnya sama dengan Rasul yang lain. Dia (Yesus/Isa) bukan Allah dan anak Allah. Dia menyerukan kaumnya Bani Israil untuk menyembah Allah yang Maha Esa dan mematuhi ajaran yang dibawanya.

Baca Juga:  Kisah Nabi Ayyub: Sebuah Pembelajaran Tentang Kesabaran

Tentang penyaliban, al-Qur’an menjelaskan bahwa Yesus tidak disalib dan tidak mati di tiang salib, sehingga dikubur kemudian meninggalkan kubur kosong dan naik ke langit, tetapi, tetapi ia meninggal dan diangkat oleh Allah kesisiNya.

Atas dasar itu, Yesus tidak pantas didogmatisasikan sebagai Tuhan dan memformalisasikan orang lain sebagai Rasul dan melahirkan dogma symbolicum (Syahadah Rasul) yang memposisikan Tuhan itu tiga (trinitas) yaitu Tuhan, Bapa, Anak dan Ibu (Roh Kudus).

Berangkat dari dogmatika tersebut, al-Qur’an mempertegas bahwaYesus bukan Allah atau anak Allah, barang siapa yang menyatakan (syahadah) bahwa Yesus (Al-Masih) adalah anak Allah dan Allah itu tiga, mereka dikategorikan sebagai ‘kafir’ dan orang yang mengada-ada atau melampaui batas didalam agama. Dan kembalilah ke jalan sebagaimana yang dikisahkan oleh al-Qur’an. Dan apa yang dipresentasikan oleh al-Qur’an adalah kisah yang pasti benar.

Mochamad Ari Irawan