Al-Farabi dan Gelar Filusuf Kedua dalam Islam

al farabi filsuf

Pecihitam.org – Al-Farabi (Abu Nashr Muhammad) merupkan filusuf muslim yang lahir di distrik Farab, provinsi Transoxiana, Turkmenistan pada tahun 870 masehi. Pada masa itu, tempat kelahiran Al-Farabi masuk di bawah masa kekuasaan lokal dinasti Samaniyah  (819-999 masehi), sebuah wilayah otonom dari dinasti Bani Abassiyah (758-1258 masehi).

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Al-Farabi lahir dari keluarga yang cukup elit di wilayah kekuasaan dinasti Samaniyah. Ayahnya bekerja di dinas kemiliteran dari dinasti Samaniyah. Terkait asal-usul kesukuannya, ada beberapa informasi yang menyebutkan bahwa ia merupakan keturunan Persia dan ada juga yang menyebut ia merupakan keturunan Turki.

Distrik Farab –tempat kelahiran yang kemudian menjadi nama laqob-nya Al-Farabi ini, mayoritas penduduknya bermadzhab Syafi’iyah. Pendidikan dasarnya juga ia selesaikan di kota kelahirannya ini. Setelah ia menamatkan pendidikannya, Al-Farabi muda juga pernah bekerja sebagai hakim di tempat kelahirannya ini.

Namun, karir kehakimannya yang cukup mapan itu ia tinggalkan selepas mendengar ada seorang guru yang mengajarkan filsafat di Baghdad, Irak. Al-Farabi kemudian bergegas ke Baghdad untuk menemui Abu Bisyir Matta (870-940 masehi) dan Yuhanna Ibn Hailan (w. 932 masehi) untuk belajar filsafat.

Baca Juga:  Hasyim bin Abdul Manaf, Buyut Nabi Pendiri Bani Hasyim

Salah satu gurunya itu, Yuhanna Ibn Hailan, terkenal sebagai pengkaji pemikiran-pemikiran Aristoteles secara serius. Barangkali dari sinilah, Al-Farabi memiliki ketertarikan yang serius juga dengan Aristoteles. Yuhanna Ibn Hailan ini juga kemudian yang mengajak Al-Farabi untuk pindah ke Konstantinopel untuk mendalami lagi filsafat selama 8 tahun.

Setelah cukup lama tinggal di sana, Al-Farabi kemudian memutuskan untuk kembali lagi ke Baghdad. Namun, karena kondisi politik Baghdad semakin memburuk gara-gara konflik sectarian, Al-Farabi memutuskan untuk pindah lagi ke Damaskus, Syiria.

Namun, Al-Farabi pindah lagi ke Mesir karena Damaskus juga mengalami situasi politik yang buruk karena konflik. Saat itu, di Damaskus sedang mengalami gejolak politik karena perebutan kekuasaan antara dinasti Ikhdisiyah dan dinasti Hamdaniyah.

Namun, setelah beberapa tahun tinggal di Mesir, Al-Farabi pulang ke Damaskus karena diundang oleh Saif Al-Daulah (916-967 masehi), seorang putra mahkota dinasti Hamadaniyah. Al-Farabi diundang untuk turut berdiskusi di lingkaran elit istana kerajaan.

Baca Juga:  Biografi Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari, Pendiri Jamiyyah NU dan Pahlawan Nasional

Al-Farabi terkenal dengan gelarnya sebagai “filusuf kedua.” Sebutan ini merupakan gelar untuk Al-Farabi sebagai sosok kedua dalam Islam yang memiliki keseriusan dengan pemikiran-pemikiran filsafat. Al-Farabi merupakan filusuf kedua yang memperkenalkan filsafat kedalam Islam setelah Al-Kindi.

Jika Al-Kindi sebagai filusuf pertama dalam Islam masih sibuk dengan upaya penerjemahan banyak buku filsafat Yunani Kuno dan memperkenalkan khazanah filsafat kedalam Islam. Maka, Al-Farabi sebagai filusuf penerusnya, lebih memiliki kelonggaran waktu sehingga bisa mendalami pemikiran salah satu filusuf besar dalam tradisi Yunani Kuno secara khusus, yakni Aristoteles.

Al-Hafid, master filsafat dari IAIN Jember, melalui artikel jurnalnya berjudul Epistemologi Al-Farabi: Gagasannya Mengenai Daya-Daya Manusia (2007) menuturkan bahwa Al-Farabi pernah menuliskan buku komentar atas buku logika Aristoteles berjudul Organon. Buku komentar itu dituliskan oleh Al-Farabi setelah membacanya sebanyak seratus kali.

Baca Juga:  Ini Penting Saya Utarakan! Sombongnya Gus Baha itu Berdasarkan Ilmu

Karena keseriusan terhadap gagasan-gagasan Aristoteles inilah konon yang menyebabkan Al-Farabi digelari julukan sebagai “filusuf kedua.” Terlepas dari alasan apa yang melatari kenapa Al-Farabi digelari sebagai filusuf kedua, yang jelas adalah ia merupakan salah satu sosok penting dalam perkembangan filsafat dalam Islam.

Demikianlah sketsa singkat biografi dari salah satu filusuf besar muslim kelahiran distrik Farab, provinsi Transoxiana, Turkmenistan. Al-Farabi merupakan filusuf kedua yang serius mendalam filsafat setelah Al-Kindi pada generasi awal filsafat Islam. Wallahua’lam.