Begini Para Salaf As-Sholih Bertabarruk Terhadap Pribadi Rasulullah

Begini Para Salaf As-Sholih Bertabarruk Terhadap Pribadi Rasulullah

Pecihitam.org – Setelah kita mengenal konsep ‘Tabarruk’ versi al-Quran yang menyatakan bahwa sebagian nabi mengizinkan atau bahkan melakukan “pengambilan berkah” (tabarruk) dari ‘sesuatu’ selain Allah swt dan tergolong hasil ciptaan Allah, dimana tentu kaum Wahaby tidak akan pernah berani menvonis orang mulia seperti Nabi Yakqub sebagai pelaku syirik karena telah melakukan pencarian berkah dari baju Nabi Yusuf.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Baca juga: Betulkah Tabarruk Merupakan Perbuatan Bid’ah atau Syirik, Seperti Tuduhan Minhum?

Sekarang, giliran kita akan melanjutkan kajian kita kepada masalah; “Tabarruk dari tinjauan hadis”. Dalam penjelasan edisi ini, kita akan buktikan bawa ternyata para Salaf Saleh (Sahabat Nabi) telah melakukan perbuatan yang versi Wahaby tergolong perbuatan Syirik atau Bid’ah, mencari berkah.

Penyebab kelompok Salafy mengatasnamakan dirinya sebagai Salafy adalah karena ‘konon’ mereka ingin menegakkan ajaran Salaf Saleh yang selama ini tidak diindahkan lagi oleh umat Muhammad, padahal ajaran Salaf Saleh pasti benar dan harus selalu ditegakkan. Di sini, kita akan sebutkan bukti-bukti bahwa para Salaf Saleh telah melakukan ‘tabarruk’ (pencarian berkah) yang dikategorikan perbuatan syirik dan bidah oleh kelompok Salafy, yang pada hakekatnya Wahaby itu.

Tabarruk para Sahabat (Salaf Saleh) terhadap Rasulullah saw, sewaktu masa hayat beliau.

Di sini kita akan menyebutkan beberapa riwayat sebagai bukti bahwa para sahabat mulia Nabi yang tergolong Salaf Saleh mereka telah mengambil berkah dari Nabi dengan menyentuh tubuh (jasad) Rasul, mencium tangan beliau, meminum sisa minuman beliau, mengambil sisa air wudhu, memunguti rambut beliau, meminta berkah dari Rasul untuk bayi-bayi mereka dan lain sebagainya.

Imam al-Muslim dalam kitab Shohih al-Muslim jilid 1 halaman 164, bab Hukmu Bauli at-Thifl ar-Rodhi’ atau pada jilid 6 halaman 176, bab Istihbab Tahnik al-Maulud menjelaskan secara gamblang tentang prilaku para Salaf Saleh dalam mengambil berkah Rasul untuk anak-anak mereka.

Atas dasar itu, Ibnu Hajar dalam kitab al-Ishobah jilid 3 halaman 638 (detailnya pada: Huruf waw, bagian pertama, bab waw kaf, tarjamah Walid bin Uqbah, nomer 9147) menjelaskan: “Setiap bayi pada masa hidup Rasulullah dihukumi sebagai pribadi yang telah melihat Rasul.

Hal itu karena syarat-syarat terlaksananya kaum Anshar dalam mendatangkan anak-anak mereka kepada Rasul agar dipeluk dan diberi berkah (tabarruk) telah terpenuhi”. Hingga dikatakan: “Sewaktu Makkah ditaklukkan (fath), para penghuni Makkah pun berdatangan kepada Nabi dengan membawa anak-anak mereka supaya dapat dibelai (diusap) kepalanya oleh beliau yang lantas beliau doakan”.

a. Tabarruk para sahabat untuk para bayi mereka:

1. Dari ummu Qais: “Suatu saat beliau mendatangi Rasululah dengan membawa serta anaknya yang masih kecil, yang masih belum memakan makanan. Lantas Rasulullah meletakkanya di pangkuannya. Tiba-tiba anak itu kencing di pakaian beliau. Kemudian beliau meminta air dan menyiramkannya (pada pakaian) dan tidak mencucinya”. (Lihat: Kitab Shohih al-Bukhari jilid 1 halaman 62 kitab al-Ghasl, Kitab Sunan an-Nasa’i jilid 1 halaman 93 bab Baul as-Shobi al-Ladhi lam Ya’kul at-Tho’am, Kitab as-Sunan at-Turmudzi jilid 1 halaman 104, Kitab as-Sunan Abu Dawud jilid 1 halaman 93 bab Baul as-Shobi Yushibus Tsaub dan Kitab as-Sunan Ibnu Majah jilid 1 halaman 174).

Ibnu Hajar berkata: “Dari hadis ini memberikan beberapa pengertian; Penekanan akan pergaulan secara baik, rendah diri (Tawadhu’), memeluk anak bayi dan pemberian berkah dari pribadi yang memiliki kemuliaan, dan membawa anak kecil pra dan pasca kelahiran” (Lihat Kitab Fathul-Bari jilid 1 halaman 326 kitab al-Wudhu’ bab Baul as-Shobi hadis ke-223).

2. Dari Ummul Mukminin Aisyah: “Dulu, Rasulullah selalu didatangkan bayi (kepadanya) yang kemudian beliau peluk mereka untuk diberi berkah“ (Lihat: Kitab Musnad Imam Ahmad bin Hanbal jilid 7 halaman 303 kitab al-Wudhu bab 59 bab Baul as-Shibyan hadis ke-223).

3. Dari Abdurrahman bin ‘Auf, beliau berkata: “Tiada seorang yang baru melahirkan kecuali bayi itu didatangkan kepada Rasul untuk didoakan” (Lihat: Kitab al-Mustadrak as-Shohihain karya al-Hafidz al-Hakim an-Naisaburi jilid 4 halaman 479 dan Kitab al-Ishobah karya Ibnu Hajar jilid 1 halaman 5 dalam Khutbah kitab, bagian kedua).

4. Dari Muhammad bin Abdurrahman pembantu (maula) Abi Thalhah yang berbicara tentang Muhammad bin Thalhah, beliau berkata: “Sewaktu Muhammad bin Thalhah lahir, aku membawanya kepada Rasulullah untuk dipeluk dan didoakannya. Hal itulah yang dilakukan Rasul kepada para bayi yang ada” (Lihat: Kitab al-Ishobah karya Ibnu Hajar jilid 5 halaman 5 pada Khutbah Kitab, bagian kedua).

b. Tabarruk sahabat dari tubuh Rasulullah saw:

“Sewaktu Rasulullah datang ke pasar, beliau melihat Zuhair berdiri untuk menjual barang. Tiba-tiba beliau datang dari arah punggungnya lantas memeluknya dari belakang hingga tangan beliau menyentuk dadanya. Kemudian Zuhair marasakan bahwa orang itu adalah Rasulullah. Lantas ia berkata: Aku lantas mengusapkan pungungku pada dadanya untuk mendapatkan berkah dari beliau” (Lihat: Kitab Musnad Imam Ahmad bin Hanbal jilid 3 halaman 938 hadis ke-12237, Kitab al-Bidayah wa an-Nihayah jilid 6 halaman 47 yang telah dinyatakan keshohihannya dengan menyatakan bahwa perawinya semuanya dapat dipercaya (tsiqoh) dan Kitab Sirah Dahlan jilid 2 halaman: 267).

c. Tabarruk sahabat dari rambut Rasulullah saw:

1. Dari Anas, beliau berkata: “Aku melihat Rasulullah sedang dipangkas rambutnya oleh tukang potong, sedang para sahabat mengerumuninya dan mereka tidak membiarkan sehelaipun rambut beliau jatuh melainkan di salah satu tangan mereka” (Lihat: Kitab Shahih Muslim dengan syarah Imam Nawawi jilid 15 halaman 83, Kitab Musnad Imam Ahmad bin Hanbal jilid 3 halaman 591, Kitab as-Sunan al-Kubra karya al-Baihaqi jilid 7 halaman 68, Kitab as-Sirah al-Halabiyah jilid 3 halaman 303, Kitab al-Bidayah wa an-Nihayah jilid 5 halaman 189 dan Kitab Musnadaat ibn Malik hadis ke-11955).

2. Dari Abdullah bin Zaid, beliau berkata: “…maka Rasulullah dipangkas rambutnya dengan mengenakan baju, lantas beliau memberikannya (rambut) kepada orang-orang (sahabat) untuk dibagi. Kemudian beliau memotong kuku yang kemudian diberikan kepada sahabatnya. Lantas ia (Abdulah bin Zaid) berkata: Kudapati hal itu diwarnai dengan pacar, yaitu; rambut beliau.” (Lihat: Kitab Musnad Imam Ahmad bin Hanbal jilid 4 halaman 630 hadis ke-16039, Kitab as-Sunan al-Kubra karya al-Baihaqi jilid 1 halaman 68 dan Kitab Majma’ az-Zawa’id jilid 4 halaman 19).

Baca Juga:  Betulkah Tanda Hitam di Jidat Itu Adalah Ciri Kesholihan?

3. Dari Abu Bakar, beliau berkata: “Tiada Fath (penaklukan tanpa peperangan .red) terbesar yang dilakukan Islam melainkan Fath Hudaibiyah. Akan tetapi kala itu, orang-orang banyak yang kurang memahami hubungan antara Muhammad dengan Tuhannya…Suatu hari, ketika haji wada’, aku melihat Suhail bin Amr berdiri di tempat penyembelihan (binatang kurban) dekat dengan Rasulullah bersama ontanya yang saat itu beliau menyembelih onta dengan tangannya sendiri. Kemudian beliau memanggil tukang cukur untuk mencukur rambut kepalanya. Aku melihat Suhail memunguti rambut beliau yang berjatuhan. Aku melihatnya meletakkan (rambut tadi) di kelopak matanya. Aku mengingat keengganan beliau (untuk menghapus), sehingga beliau menetapkan pada hari Hudaibiyah untuk menulis kata Bismillahirrahmanirrahim” (Lihat: Kitab Kanzul Ummal karya Muttaqi al-Hindi al-Hanafi jilid 10 halaman 472 hadis-30136).

d. Tabarruk sahabat dari keringat Rasulullah saw:

1. Dari Anas bin Malik, beliau berkata: “Ummu Salamah selalu menghamparkan tikar kulit untuk Nabi, lantas beliau tidur di atas hamparan tersebut. Sewaktu beliau tertidur, lantas ia (Ummu Salamah .red) mengambil keringat dan rambut Nabi dan diletakkan ke dalam botol dan dikumpulkan dalam tempat minyak wangi” (Lihat: Kitab Shohih al-Bukhari jilid 7 halaman 14 kitab al-Isti’dzan).

Ibnu Hajar dalam mensyarahi riwayat ini mengatakan: “Dengan menyebutkan rambut dalam kisah ini sangatlah mengherankan sekali. Sebagian orang menyatakan bahwa rambut beliau tersebar (terurai) ketika berjalan. Kemudian ketika aku melihat riwayat Muhammad bin Sa’ad yang masih samar. Riwayat itu memiliki sanad (jalur) yang sahih dari Tsabit bin Anas, bahwa sewaktu Nabi saw mencukur rambutnya di Mina Abu Thalhah mengambil rambut beliau dan menyerahkannya kepada Ummu Salamah. Lantas ia meletakkannya ke dalam tempat minyak wangi. Ummu Salamah berkata: Beliau datang ke (rumah)-ku dan tidur di atas hamparan milikku sehingga keringat beliau mengalir (terkumpul)” (Lihat: Kitab Fathul Bari jilid 11 halaman 59 atau Kitab Thabaqot al-Kubra jilid 8 halaman 313).

e. Tabarruk sahabat dari air wudhu Rasulullah saw:

1. Dari Abu Juhfah, beliau berkata: “Aku mendatangi Nabi sewaktu beliau berada di Qubbah Hamra’ dari Adam. Kulihat Bilal (al-Habasyi) mengambil air wudhu Nabi. Lantas orang-orang bergegas untuk berwudhu juga. Barangsiapa yang mendapatkan sesuatu dari air wudhu tadi maka akan menggunakannya sebagai air basuhan. Namun bagi siapa yang tidak mendapatkannya maka ia akan mengambil dari basahan (sisa wudhu) yang berada di tangan temannya”.

Dalam lafad itu dikatakan: “Rasul pergi menuju Hajirah bersama kami, lantas beliau mengambil air wudhu. Kemudian orang-orang mengambili air bekas wudhu beliau untuk dijadikan bahan basuhan (dalam berwudhu)” (Lihat: Kitab Shahih al-Bukhari jilid 1 halaman 55 dalam kitab wudhu bab Isti’malu Fadhli Wudhu’in Nas, Kitab shohih al-Muslim jilid 1 halaman 360, Kitab Sunan an-Nasa’i jilid 1 halaman 87, Kitab Musnad Imam Ahmad bin Hanbal jilid 5 halaman 398 hadis ke-18269, Kitab as-Sunan al-Kubra karya al-Baihaqi jilid 1 halaman 395 dalam bab al-Iltiwa’ fi Hayya ‘ala as-Shalah dan Kitab ad-Dala’il an-Nubuwah karya al-Baihaqi jilid 1 halaman 183).

2. Dari Ibnu Shahab, beliau berkata: “Aku mendapat kabar dari Mahmud bin Rabi’, ia berkata: Dia adalah orang yang Rasul telah meludah pada wajahnya, saat itu ia adalah kanak-kanak di daerah mereka. Berkata Urwah, dari al-Masur dan selainnya –masing-masing saling mempercayai temannya-: Ketika Nabi melaksanakan wudhu, seakan mereka hendak saling bunuh-membunuh untuk mendapatkan air wudhu beliau” (Lihat: Kitab Shahih al-Bukhari jilid 1 halaman 55 dalam kitab wudhu bab Isti’malu Fadhli Wudhu’in Nas, Kitab Musnad Imam Ahmad bin Hanbal jilid 6 halaman 594 hadis ke-23109 dan Kitab Sunan Ibnu Majah jilid 1 halaman 246).

Ibnu Hajar dalam mensyarahi hadis tersebut menyatakan: “Apa yang dilakukan Nabi terhadap Mahmud, kalau tidak karena tujuan bersendau gurau, atau untuk memberi berkah kepadanya. Hal itu sebagaimana yang pernah beliau lakukan kepada anak-anak para Sahabat lainnya” (Lihat: Kitab Fathul Bari jilid 1 halaman 157 dalam bab Mata Yashihhu Sima’ as-Shoghir).

Sebagaimana banyak dari para perawi dan penghapal hadis yang meriwayatkan kisah kedatangan Urwah bin Mas’ud as-Tsaqofi kepada kaum Quraisy pra perjanjian damai (Suluh) di Hudaibiyah.

Kala itu ia heran melihat prilaku sahabat terhadap Nabi, ia mengatakan –menjelaskan apa yang dilihatnya-; “Tiada beliau melakukan wudhu kecuali mereka (sahabat) bersegera (untuk mengambil berkah). Tiada beliau meludah kecuali merekapun bersegera (untuk mengambil berkah). Tiada salembar rambutpun yang rontok kecuali mereka memungutnya”.

Dalam riwayat lain disebutkan; “Demi Allah, sewaktu Rasul mengeluarkan dahak dan dahak itu mengenai telapak tangan seseorang maka orang tadi akan mengusapkannya secara rata ke seluruh bagian muka dan kulitnya. Jika beliau memerintahkan sesuatu niscaya mereka bersegera (untuk melaksanakannya). Jika beliau mengambil air wudhu maka mereka bersegera seakan-akan hendak saling membunuh memperebutkan (bekas air) wudhu beliau”. (Lihat: Kitab Shohih al-Bukhari jilid 1 halaman 66 dalam kitab al-Wudhu’ dan jilid 3 halaman 180 dalam kitab al-Washoya, Kitab Musnad Imam Ahmad bin Hanbal jilid 5 halaman 423 dalam hadis panjang nomer-18431, Kitab as-Sunan al-Kubra karya al-Baihaqi jilid 9 halaman 219 bab al-Muhadanah ‘ala an-Nadhar Lilmuslimin, Kitab Sirah Ibnu Hisyam jilid 3 halaman 328, Kitab al-Maghozi karya al-Waqidi jilid 2 halaman 598 dan Kitab Tarikh al-Khamis jilid 2 halaman 19).

3. Dari Sa’ad, beliau berkata; Aku mendengar dari beberapa sahabat Rasul seperti Abu Usaid, Abu Humaid dan Abu Sahal ibn Sa’ad, mereka mengatakan: “Suatu saat, Rasulullah mendatangi sumur ‘Badho’ah’ kemudian beliau mengambil wudhu melalui ember lantas (sisanya) dikembalikan ke dalam sumur. Kemudian beliau mencuci mukanya kembali, dan meludah ke dalamnya (ember) dan meminum airnya (sumur). Dan jika terdapat orang sakit di zaman beliau maka beliau bersabda: “Mandikan dia dengan air sumur Bidho’ah”, maka ketika dimandikan, seakan simpul tali itu telah lepas (sembuh)” (Lihat: Kitab at-Thobaqoot al-Kubra jilid 1/2 halaman 184 dan Kitab Sirah Ibnu Dahlan jilid 2 halaman 225).

4. Dari Jabir bin Abdullah al-Anshari, beliau berkata: “Ketika aku sakit yang tak kunjung sembuh, Rasulullah menjengukku. Lantas Rasulullah mengambil air wudhu, kemudian beliau siramkan sisa air wudhu beliau, kemudian sembuhlah penyakitku” (Lihat: Kitab Shohih al-Bukhari jilid 1 halaman 60 / jilid 7 halaman 150 / jilid 8 halaman 185 dan jilid 9 halaman 123).

Baca Juga:  Bukan Sekedar Jadwal Makan, Ini Lho Keberkahan Saat Sahur

5. Dari Jabir bin Abdullah al-Anshari, beliau berkata: “Sewaktu Nabi berwudhu pada sebuah baskom, lantas (sisa air tadi) aku tuang ke dalam sumur milik kami” (Lihat: Kitab Kanzul Ummal jilid 12 halaman 422 hadis ke-35472).

6. Dari Abi Musa, beliau berkata: “Rasul mengambil air pada sebuah tempat. Lantas beliau membasuh kedua tangan dan wajahnya. Kemudian kembali memuntahkan air itu ke dalamnya. Lantas beliau bersabda: Minumlah kalian berdua dari (air) itu. Dan sisakanlah untuk muka dan leher kalian berdua” (Lihat: Kitab Shohih al-Bukhari jilid 1 halaman 55 kitab al-Wudhu bab Isti’mal Fadhli Wudhuin Naas).

Ibnu Hajar berkata: “Tujuan dari semua itu –memuntahkan kembali air- adalah untuk memberikan berkah kepadanya (air)” (Lihat: Kitab Fathul Bari jilid 1 halaman 55 kitab Wudhu bab Isti’mal Fadhli Wudhuin Nas, dan atau jilid 8 halaman 37 bab Ghozwah at-Tha’if).

7. Dalam sebuah riwayat disebutkan: “Aku telah meminum (air) sementara aku dalam keadaan puasa. Bersabda (Rasul): Kenapa kamu melakukan hal itu? Ia berkata: Demi untuk mendapat sisa minummu, karena aku tidak akan pernah menyia-nyiakannya sedikitpun. Aku tidak mampu untuk menyia-menyiakannya. Ketika aku mampu melakukannya maka aku akan meminumnya” (Lihat: Kitab Musnad Imam Ahmad bin Hanbal jilid 7 halaman 575 hadis ke-26838 dan Kitab at-Thabaqot al-Kubra jilid 8 halaman 109).

Semua riwayat di atas tadi membuktikan bahwa dalam sejarah telah terbukti bahwa para sahabat mulia Rasul telah melakukan tabarruk pada masa kehidupan beliau. Sebenarnya masih banyak riwayat-riwayat lain lagi yang bisa kita sebutkan di sini. Namun untuk mempersingkat, maka kami hanya menyebutkan riwayat-riwayat tadi saja, sebagai argumen pertama, Tabarruk para sahabat mulia Rasul pada masa kehidupan Nabi.

Kami tidak tahu, apakah sampai sini kaum Salafy masih tetap memaksakan diri untuk mengatakan bahwa bertabarruk dari pribadi mulia dan pemilik keutamaan sedang ia masih hidup adalah sesuatu yang masuk kategori Syirik atau Bid’ah? Mungkinkah para Salaf Saleh (sahabat Rasul) semua tadi adalah pelaku syirik dan bid’ah? Mungkinkah Rasul membiarkan bahkan meridhoi para sahabatnya melakukan syirik dan bid’ah?

Tabarruk para Sahabat (Salaf Saleh) terhadap peninggalan Rasul, pasca wafat beliau.

Imam al-Bukhari dalam kitab shahih beliau menuliskan satu bab khusus tentang “Tentang baju besi (untuk perang .red), tongkat, pedang, gelas dan cincin Nabi, serta apapun yang dilakukan para khalifah pasca (wafat) beliau dari barang-barang tersebut yang belum disebutkan; dari rambut, sandal dan nampan yang diambil berkahnya oleh para sahabat dan selainnya, pasca wafat beliau” (bab; Maa dzakara min Dir’un Nabi wa ‘Ashohu wa Saifihi wa Qodhihi wa Khotamihi wa Maa Ista’mala al-Khulafa’ Ba’dahu min Dzalika Mimma Lam Yudzkar Qisamatuhu, wa min Sya’rihi, wa Na’lihi wa Aaniyatihi mimma tabarraka Ashabuhu wa Ghairuhum ba’da Wafatihi).

Hanya Imam Bukhari yang menyebutkan bab tersebut dalam kitab Shahih beliau, yang tidak dilakukan dalam kitab enam (Kutub as-Sittah) yang menjadi kitab standart Ahlusunah wal Jama’ah yang ada. (Lihat: Kitab Shohih al-Bukhari jilid 4 halaman 46 di bab yang sama)

Adapun mengenai hadis-hadis yang membuktikan bahwa para Sahabat yang -tergolong Salaf Saleh- telah melakukan tabarruk terhadap barang-barang peningalan Rasul pasca wafat beliau, seperti:

A. Tabarruk para Sahabat dari rambut Nabi:

1. Dari Abdullah bin Muhib, beliau berkata: “Istriku menyuruhku untuk pergi ke Ummu Salamah dengan membawa gelas berisikan air –dengan pegangan tangan Israil seukuran tiga jari- dan terdapat di dalamnya sepotong rambut Nabi. Jika terdapat seseorang yang terkena mata (penyakit ‘ain .red) ataupun sesuatu (yang lain) maka akan dikirim kepadanya alat pemacar (pewarna rambut .red). Kemudian kulihat dengan berjinjit, ternyata di situ kudapati terdapat rambut merah” (Lihat: Kitab Shohih al-Bukhari jilid 7 halaman 207).

2. Sewaktu Muawiyah akan mati, ia mewasiatkan agar dikuburkan dengan baju, sarung dan selendang juga sebagian rambut Nabi. (Lihat: Kitab al-Ishobah jilid 3 halaman 400, Kitab Tarikh Damsyiq jilid 59 halaman 229 dan Kitab as-Sirah al-halabiyah jilid 3 halaman 109)

3. Sewaktu Umar bin Abdul Aziz hendak meningal dunia, ia membawa rambut dan kuku Nabi seraya berkata: “Jika aku mati maka letakkan rambut dan kuku ini pada kafanku” (Lihat: Kitab at-Thobaqoot jilid 5 halaman 406 tentang (tarjamah) Umar bin Abdul Aziz).

4. Baluran mayat (Hanuth) jenazah Anas bin Malik terdapat sejumput misik dan selembar rambut Rasulullah. (Lihat: Kitab at-Thobaqoot jilid 7 halaman 25 tentang (tarjamah) Anas bin Malik)

5. Salah seorang putera Fadhl bin ar-Rabi’ telah memberikan tiga lembar rambut kepada Abu Abdillah (yaitu; Ahmad bin Hanbal) sewaktu beliau di penjara. Lantas beliau berkata: “Ini adalah bagian rambut Nabi”. Lantas Abu Abdillah mewasiatkan agar sewaktu beliau meninggal hendaknya masing-masing rambut tadi diletakkan pada kedua belah matanya, sedang satu sisanya diletakkan pada lidahnya. (Lihat: Kitab Shifat as-Shofwah jilid 2 halaman 357).

6. Dari Ibnu Syirin, beliau berkata: Aku berkata kepada Ubaidah: “Kami memiliki rambut Nabi. Kami mendapatkannya dari Anas ataupun dari keluarga Anas”. Lantas ia bekata: “Jika aku memiliki selembar rambut saja maka akan lebih kusukai daripada dunia beserta isinya” (Lihat: Kitab Shohih al-Bukhari jilid 1 halaman 51 kitab al-Wudhu, bab al-Maa’ al-Ladzi Yughsal Sya’rul Insan).

7. Al-Waqidi menjelaskan bahwa Ummul Mukminin Aisyah telah ditanya: “Darimana engkau mendapatkan rambut itu?”. Ia berkata: “Sesungguhnya sewaktu Rasul mencukur kepala beliau di haji maka orang-orang memisahkan rambutnya. Lantas kami mendapatkannya sebagaimana orang-orang pun mendapatkannya” (Lihat: Kitab al-Maghozi jilid 3 halaman 1109).

Jika rambut Rasul seperti rambut kebanyakan orang lantas kenapa para Salaf Saleh mengharapkannya, dan bahkan menghendaki rambut itu dikubur bersamanya sewaktu meninggal dunia? Apakah itu juga tergolong perbuatan syirik? Benarkah Salaf Saleh melakukan kesyirikan? Ini yang harus dijawab oleh kaum Wahabi.

Baca Juga:  Ini Alasan Orang Membuat Hadits Palsu, Salah Satunya untuk Merusak Islam dari Dalam

B. Tabarruk para Sahabat dari gelas Nabi:

1. Dari Sahal bin Sa’ad pada sebuah hadis, beliau berkata: “Suatu hari aku mendapati Rasul duduk-duduk dengan para sahabat beliau di Saqifah Bani Saidah, lantas beliau bersabda: “Berilah kami minum, wahai Sahal!”. Kemudian aku keluarkan gelas ini dan kuberi minum mereka dengannya”. (Lantas perawi berkata) Kemudian Sahal mengeluarkan gelas tersebut dan memberi kami minum dengan menggunakan gelas tersebut. Dia berkata: “Kemudian Umar bin Abdul Aziz memintanya, dan iapun lantas memberikannya kepadanya”. (Lihat: Kitab Shohih al-Bikhari jilid 6 halaman 352 dalam kitab al-Asyrabah, Kitab Shohih al-Muslim jilid 6 halaman 103 dalam bab Ibahat an-Nabidz lam Yasytari wa lam Yashir Muskiran).

2. Dari Anas: “Sesungguhnya gelas Nabi telah pecah. Kemudian pecahan tadi diikat dengan rantai perak. Berkata ‘Ashim: Aku melihat gelas itu dan minum menggunakan gelas tersebut” (Lihat: Kitab Shohih al-Bukhari jilid 4 halaman 47 dalam bab Bad’ul Khalq).

3. Abu Burdah berkata: “Abdullah bin Salam berkata kepadaku: Engkau akan kuberi minum dengan menggunakan gelas yang pernah dipakai Nabi” (Lihat: Kitab Shohih al-Bukhari jilid 6 halaman 352 dalam kitab al-Asyribah).

4. Dari Shofiyah binti Buhrah, beliau berkata: “Pamanku Faras telah meminta kepada Nabi sebuah piring yang pernah dilihatnya dipakai makan oleh Nabi. Lantas beliau memberikannya kepadanya”.

Dia berkata: Dahulu, Umar jika datang kepada kami, ia akan mengatakan: “Keluarkan buatku piring Rasulullah. Lantas kukeluarkan piring tersebut, kemudian ia memenuhinya dengan air Zamzam, dan meminum sebagian darinya, lantas selebihnya, ia percikkan ke wajahnya” (Lihat: Kitab al-Ishobah jilid 3 halaman 202 dalam huruf Fa’ pada bagian pertama berkaitan dengan (tarjamah) Ibnu Faras nomer ke-6971, Kitab Usud al-Ghabah jilid 4 halaman 352 pada huruf Fa’, Faras ‘Amm (paman) Shofiyah nomer ke-4202, dan Kitab Kanzul Ummal jilid 14 halaman 264).

Apa beda antara gelas biasa yang tidak pernah dipakai oleh Rasul dengan gelas bekas bibir Rasul sehingga menyebabkan para sahabat mulia yang tergolong Salaf Saleh merebutkannya? Apakah perbuatan ini tidak tergolong melebih-lebihkan Rasul yang menyebabkan orang terjerumus ke dalam kesyirikan?

Apakah kaum Wahaby berani menyatakan bahwa perbuatan tercela (versi Wahabi) itu juga diajarkan oleh para sahabat yang tergolong Salaf Saleh? Mereka harus konsisten dengan ajaran Wahabismenya dengan menyatakan bahwa perbatan itu adalah syirik, yang meniscayakan bahwa para sahabat telah mengajarkan kesyirikan kepada kita.

C. Tabarruk para Sahabat dari tempat tangan dan bibir Nabi:

1. Dalam sebuah kisah yang berkaitan dengan kedatangan Nabi ke rumah Abu Ayyub al-Anshari sewaktu beliau baru berhijrah ke Madinah, Abu Ayyub berkata kepada Beliau: “Kami menyiapkan untuk beliau makan malam dan lantas mengirim (hidangan) baginya. Sehingga jika beliau mengembalikan sisa-sisa (makanan)nya maka aku dan Ummu Ayyub akan mengusap-usap bekas tangan beliau dan memakannya, untuk mengharap berkah.
Hingga akhirnya suatu malam, kami mengirim buat beliau makanan yang terdapat bawang merah dan bawang putih di dalamnya. Lantas Rasul menolaknya, sehingga kami tidak mendapati bekas tangan beliau. Akhirnya kudatangi beliau dengan perasaan takut. Lantas kutanyakan: Wahai Rasulullah, demi ayahku, engkau dan ibuku, engkau telah menolak hidanganmu sehingga kami tidak mendapati bekas tanganmu?

Lantas beliau menjawab: Aku mendapatkan bau pohon ini (bawang). Dikarenakan aku adalah lelaki yang selalu bermunajat (maka menjauhinya). Adapun kalian, makanlah darinya…”. (Lihat: Kitab al-Bidayah wa an-Niayah jilid 3 halaman 201, Kitab Sirah Ibnu Hisyam jilid 2 halaman 144 dan Kitab ad-Dala’il karya al-Baihaqi jilid 2 halaman 510)

2. Dari Anas: “Sewaktu Rasul memasuki rumah Ummu Sulaim, beliau mendapati di rumah tersebut terdapat Qirbah (tempat air dari kulit) yang tergantung dan di dalamnya terdapat air. Kemudian beliau mengambilnya dan meminum langsung dari bibir (Qirbah), dengan posisi berdiri. Lantas Ummu Sulaim mengambilnya dan memotong bibir Qirbah tadi yang kemudian disimpannya” (Lihat: Kitab Musnad Imam Ahmad bin Hanbal jilid 7 halaman 520 hadis ke-26574 dan atau Kitab at-Thobaqaat jilid 8 halaman 213)

3. Dari Ummu ‘Amir –nama aslinya Fakihah atau Asma’- binti Yazid bin as-Sakan, beliau berkata: “Aku melihat Rasulullah melaksanakan shalat maghrib di masjid kami. Lantas aku pergi ke rumahku dan membawakan daging dan roti. Lantas kukatakan: Makanlah!? Lantas beliau bersabda kepada para sahabatnya: Silahkan makan!? Akhirnya beliau bersama para sahabat beliau yang datang makan bersama…lantas kukatakan: ????” (Lihat: Kitab al-Ishobah jilid 4 halaman 471 pada huruf ‘Ain di bagian pertama, berkaitan dengan (tarjamah) Ummu ‘Amir pada nomer 1374 dan atau Kitab at-Thobaqaat jilid 8 halaman 234).

4. Dari Abdurrahman bin Abi Umrah yang diriwayatkan dari neneknya, Ummu Kultsum. Beliau berkata: “Sewaktu Rasul memasuki rumahku, beliau mendapati Qirbah tergantung yang berisi air. Lantas beliau meminum darinya. Kemudian kupotong bibir Qirbah dan lantas kuangkat, mengharap berkah dari bekas bibir Rasulullah” (Lihat: Kitab Sunan Ibnu Majah jilid 2 halaman 1132 dan atau Kitab Usud al-Ghabah jilid 5 halaman 539 dalam huruf Kaf mengenai (tarjamah) Kultsum pada nomer 7243)

Pertanyaan yang sama juga bisa dilontarkan dan harus dijawab oleh kaum Wahaby, bahwa apakah perbuatan semacam itu (tabarruk dari peninggalan Rasul) tergolong Syirik? Apakah hal itu meniscayakan bahwa para Sahabat yang tergolong Salaf Saleh telah mengajarkan kepada kita kesyirikan? Beranikah kaum Wahabi menvonis para sahabat di atas tadi telah melakukan kesyirikan?

Mana bukti bahwa ajaran Salafy (yang pada hakekatnya Wahaby itu) hendak menumbuhkan dan menyebarkan ajaran Salaf Saleh? Salaf Saleh yang mana yang hendak mereka hidupkan ajarannya, padahal segenap Salaf Saleh membolehkan tabarruk –yang dinyatakan syirik oleh kaum Wahaby- itu?

Source

Redaksi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *