Biografi Syekh Salim Al Hadhromi Pengarang Kitab Safinatun Najah

Pecihitam.org – Penulis kitab Safinatun Najah adalah seorang ulama besar yang sangat terkemuka yaitu Syekh Salim bin Abdullah bin Saad bin Sumair Al hadhrami atau lebih dikenal dengan nama syekh Salim Al Hadhromi. Beliau adalah seorang ahli fiqh dan tasawwuf yang bermadzhab Syafi’i. Selain itu, beliau juga seorang ulama yang dikenal sangat ikhlas dalam mengajar dan penyabar, seorang qodhi (hakim) yang adil dan sangat zuhud pada dunia, bahkan beliau juga seorang politikus yang andal dan pengamat militer Negara.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Syekh Salim al Hadhromi lahir di desa Dziasbuh, yaitu sebuah desa di daerah Hadramaut Yaman, yang dikenal sebagai pusat lahirnya para ulama besar dalam berbagai bidang ilmu keagamaan. Sebagaimana para ulama besar lainnya, Syekh Salim al Hadhromi memulai pendidikannya dengan bidang Al-Qur’an di bawah pengawasan ayahandanya yang juga merupakan ulama besar, yaitu Syekh Abdullah bin Sa’ad bin Sumair.

Dalam waktu yang singkat Syekh Salim mampu menyelesaikan belajarnya dalam bidang Al-Qur’an tersebut, bahkan beliau belajar Al-Qur’an dan mencapai derajat tinggi sampai digelari Al-Mu’allim. Gelar ini adalah istilah khusus di Hadhromaut untuk menyebut orang yang mahir dan pakar Al -Qur’an sehingga berkompeten mengajarkannya.Syekh Salim Al Hadhromi juga mempelajari bidang ilmu lainnya seperti bahasa arab, ilmu fiqih, ilmu ushul fiqh, ilmu tafsir, ilmu tasawuf, dan ilmu taktik militer. Ilmu-ilmu itu beliau pelajari dari ulama-ulama besar yang sangat terkemuka dibidangnya pada abad ke-13 H di daerah Hadhramaut, Yaman.

Setelah mendalami berbagai ilmu agama, di hadapan para ulama dan para gurunya yang terkemuka, beliau memulai langkah dakwahnya dengan menyandang sebagai Syekh Al Qur’an. Di kampunnya, setiap hari beliau selalu mengajar para santrinya dan karena keikhlasan serta kesabarannya, maka beliau berhasil mencetak para ulama ahli Al-Qur’an pada zamannya. Beberapa tahun berikutnya para santri semakin bertambah banyak, mereka berdatangan dari luar kota dan daerah-daerah yang jauh.

Baca Juga:  Abu Musa Al Asy'ari, Sahabat yang Indah dan Merdu Suaranya Ketika Membaca Al-Qur'an

Pada suatu ketika Syekh Salim Al Hadhromi diminta oleh kerajaan Kasiriyyah yang terletak di daerah Yaman agar membeli peralatan perang tercanggih pada saat itu, maka beliau berangkat ke Singapura dan India untuk keperluan tersebut. Pekerjaan beliau ini dinilai sangat sukses oleh pihak kerajaan yang kemudian mengangkat beliau sebagai staf ahli dalam bidang militer kerajaan.

Dalam masa pengabdiannya kepada umat melalui jalur birokrasi beliau tidak terpengaruh dengan cara-cara dan unsur kedholiman yang merajalela di kalangan mereka, bahkan beliau banyak memberikan nasehat, kecaman dan kritikan yang konstruktif kepada mereka. Pada tahun-tahun berikutnya Syekh Salim al Hadhromi diangkat menjadi penasehat khusus Sultan Abdullah bin Muhsin. Sultan tersebut pada awalnya sangat patuh dan tunduk dengan segala saran, arahan dan nasehat beliau. Namun sayang, pada tahun-tahun berikutnya ia tidak lagi menuruti saran dan nasehat beliau, bahkan cenderung meremehkan dan menghina.

Kondisi tersebut semakin memburuk karena tidak ada pihak-pihak yang mampu mendamaikan keduanya, sehingga pada puncaknya hal itu menyebabkan keretakan hubungan antara keduanya. Dengan kejadian tersebut, apalagi melihat sikap sultan yang tidak sportif, maka Syekh Salim memutuskan untuk pergi meninggalkan Yaman. Dalam situasi politik yang kurang kondusif akhirnya beliau memutuskan untuk meninggalkan kerajaan Kasiriyyah dan hijrah menuju India. Periode ini tidak jelas berapa lama beliau berada di India, karena dalam waktu berikutnya, beliau hijrah ke negara Indonesia, tepatnya di Batavia atau Jakarta.

Sebagai seorang ulama terpandang yang segala tindakannya menjadi perhatian para pengikutnya, maka perpindahan Syekh Salim ke pulau Jawa tersebar secara luas dengan cepat, mereka datang berduyun-duyun kepada Syekh Salim untuk menimba ilmu atau meminta do’a darinya. Melihat hal itu maka Syekh Salim mendirikan berbagai majlis ilmu dan majlis dakwah. Hampir dalam setiap hari beliau menghadiri majelis-majelis tersebut, sehingga akhirnya semakin menguatkan posisi beliau di Batavia, pada masa itu.

Baca Juga:  Bukan Sembarangan, Inilah yang Bisa Disebut Sebagai Ulama

Syekh Salim al Hadhromi dikenal sangat tegas di dalam mempertahankan kebenaran, apa pun resiko yang harus dihadapinya. Beliau juga tidak menyukai jika para ulama mendekat, bergaul, apalagi menjadi budak para pejabat. Seringkali beliau memberi nasehat dan kritikan tajam kepada para ulama dan para kyai yang gemar mondar-mandir kepada para pejabat pemerintah Belanda.

Martin van Bruinessen dalam tulisannya tentang kitab kuning (tidak semua tulisannya kita sepakati) juga sempat memberikan pendapat yang menarik pada tokoh Syekh Salim al Hadhromi ini. Dalam beberapa alinea tulisannya dia menceritakan perbedaan pandangan dan pendirian yang terjadi diantara dua orang ulama besar, yaitu Sayyid Usman bin Yahya dan Syekh Salim bin Sumair al Hadhromi yang sempat menjadi perdebatan di kalangan masyarakat umum.
Diceritakan pada kala itu, Syekh Salim al Hadhromi kurang setuju dengan pendirian Sayyid Usman bin Yahya yang cukup loyal pada pemerintah kolonial Belanda saat itu. Sayyid Usman bin Yahya sendiri pada waktu itu menjabat sebagai Mufti Batavia yang diangkat dan disetujui oleh pemerintah kolonial Belanda, sedang berusaha menjembatani jurang pemisah antara `Alawiyyin (Habaib) dengan pemerintah colonial Belanda, sehingga beliau merasa perlu untuk melakukan siasat mengambil hati para pejabatnya.

Oleh karena itu, beliau memberikan fatwa-fatwa hukum yang seakan-akan mendukung program dan rencana mereka. Hal itulah yang kemudian menyebabkan Syekh Salim terlibat dalam polemik panjang dengan Sayyid Usman yang beliau anggap tidak konsisten di dalam mempertahankan kebenaran.

Baca Juga:  Biografi Syekh Burhanuddin Al Zarnuji Pengarang Ta'limul Muta'alim

Setelah mereka berdua bertemu dan berdiskusi langsung, akhirnya Syekh Salim mendapat penjelasan yang jitu dan mantap atas siasat dan strategi Sayyid Utsman bin Yahya maka Syekh Salim taslim dan paham atas segala tindakan Habib Utsman bin Yahya yang terjadi pada waktu itu. Yang jelas dari cerita tersebut cukup kuat untuk menggambarkan kepada kita tentang sikap dan pendirian seorang Syekh Salim bin Sumair yang sangat teguh dengan pendirian dalam menegakkan syariat.

Walaupun Syekh Salim seorang yang sangat sibuk dalam berbagai kegiatan dan jabatan, namun beliau adalah seorang yang banyak berdzikir kepada Allah SWT dan juga dikenal sebagai orang yang ahli membaca Al Qur’an. Salah satu temannya yaitu Syekh Ahmad Al-Hadhrawi dari Mekkah mengatakan: “Aku pernah melihat dan mendengar Syekh Salim menghatamkan Al Qur’an hanya dalam keadaan Thawaf di Ka’bah”.

Syekh Salim wafat di Batavia pada tahun 1271 H (1855 M). Beliau telah meninggalkan beberapa karya ilmiah yang hingga kini banyak dijadikan rujukan oleh umat muslim di Indonesia, di antaranya Kitab Safinatun Najah dan Kitab Al-Fawaid AI-Jaliyyah.

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *