Surah Al-Mu’minun Ayat 68-75; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an

Surah Al-Mu'minun Ayat 68-75

Pecihitam.org – Kandungan Surah Al-Mu’minun Ayat 68-75 ini, mengatakan bahwa walaupun Allah memberi rahmat kepada mereka dan menyingkirkan bahaya yang mengancam, mereka tetap tidak akan mensyukuri rahmat itu, bahkan mereka akan bertambah durhaka dan tetap akan melakukan maksiat dan kezaliman.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Tidak ada satu kebaikan pun yang dapat diharapkan dari mereka. Bahkan, sebagaimana dijelaskan Al-Qur’an, di akhirat nanti setelah melihat dahsyatnya siksaan yang akan ditimpakan kepada diri mereka, kemudian permintaan mereka untuk dikembalikan ke dunia dikabulkan guna memperbaiki kesalahan mereka, namun mereka akan tetap juga melakukan maksiat dan akan tetap juga menjadi orang-orang yang ingkar dan durhaka.

Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Mu’minun Ayat 68-75

Surah Al-Mu’minun Ayat 68
أَفَلَمْ يَدَّبَّرُوا الْقَوْلَ أَمْ جَاءَهُم مَّا لَمْ يَأْتِ آبَاءَهُمُ الْأَوَّلِينَ

Terjemahan: Maka apakah mereka tidak memperhatikan perkataan (Kami), atau apakah telah datang kepada mereka apa yang tidak pernah datang kepada nenek moyang mereka dahulu?

Tafsir Jalalain: أَفَلَمْ يَدَّبَّرُوا (Maka apakah mereka tidak memperhatikan) asal lafal Yaddabbaruu adalah Yatadabbaruuna, kemudian huruf Ta dimasukkan ke dalam huruf Dal setelah terlebih dahulu diganti menjadi Dal, sehingga jadilah Yaddabbaruuna الْقَوْلَ (perkataan ini) Alquran ini yang menunjukkan kebenaran Nabi saw. أَمْ جَاءَهُم مَّا لَمْ يَأْتِ آبَاءَهُمُ الْأَوَّلِينَ (atau apakah telah datang kepada mereka apa yang tidak pernah datang kepada nenek moyang mereka dahulu?).

Tafsir Ibnu Katsir:Allah Ta’ala berfirman seraya mengingkari orang-orang musyrik karena ketidak fahaman mereka terhadap al-Qur’an yang agung serta tidak memperhatikannya: أَفَلَمْ يَدَّبَّرُوا الْقَوْلَ (“Maka apakah mereka tidak memperhatikan perkataan [Kami].”) Demi Allah, mereka akan mendapatkan di dalam al-Qur’an ancaman berbuat maksiat kepada Allah, jika saja mereka memperhatikan dan memahaminya, tetapi sayangnya mereka justru mengambil yang samar, sehingga pada saat itu mereka malah binasa.

Tafsir Kemenag:Pada Ayat ini Allah mencerca perbuatan dan ucapan mereka yang tak sopan dan tak masuk akal itu. Apakah mereka tidak memperhatikan Ayat-Ayat Al-Qur’an bagaimana indah dan tinggi susunan kata-katanya, padahal mereka mempunyai kesempatan yang luas untuk memperhatikannya.

Tidak terdapat di dalam Al-Qur’an itu kelemahan, pertentangan atau sesuatu yang mengurangi nilai sastranya atau merendahkan pengertian yang terdapat di dalamnya. Bahkan Al-Qur’an berisi dalil-dalil dan hujjah-hujjah yang nyata yang tidak dapat dibantah, baik yang terkait dengan dasar-dasar akhlak yang mulia, maupun dengan syariat dan peraturan yang dapat membawa mereka ke derajat yang paling tinggi bila mereka mau mengamalkan dan mematuhinya.

Ataukah mereka menganggap kedatangan Muhammad sebagai rasul suatu hal yang mustahil yang belum pernah terjadi pada umat-umat yang terdahulu, padahal mereka mengetahui adanya rasul-rasul yang terdahulu itu dan bagaimana nasib umat-umat yang mengingkari mereka, bahkan mereka melihat sendiri bekas-bekas kehancuran yang ditinggalkan umat-umat yang durhaka itu.

Tafsir Quraish Shihab:Bodohkah orang-orang yang bersikap menolak itu sehingga tidak mampu mencermati Alquran untuk mengetahui kebenarannya? Atau, berbedakah ajaran yang dibawa Muhammad kepada mereka dengan ajaran yang dibawa rasul-rasul sebelumnya kepada umatnya masing-masing yang diketahui oleh nenek moyang mereka?

Surah Al-Mu’minun Ayat 69
أَمْ لَمْ يَعْرِفُوا رَسُولَهُمْ فَهُمْ لَهُ مُنكِرُونَ

Terjemahan: Ataukah mereka tidak mengenal rasul mereka, karena itu mereka memungkirinya?

Tafsir Jalalain: أَمْ لَمْ يَعْرِفُوا رَسُولَهُمْ فَهُمْ لَهُ مُنكِرُونَ (Ataukah mereka tidak mengenal Rasul mereka, karena itu mereka memungkirinya?).

Tafsir Ibnu Katsir: Allah berfirman seraya mengingkari orang-orang kafir dari kalangan kaum Quraisy: أَمْ لَمْ يَعْرِفُوا رَسُولَهُمْ فَهُمْ لَهُ مُنكِرُونَ (“Ataukah mereka tidak mengenal Rasul mereka, karena itu mereka memungkirinya?”) Maksudnya, apakah mereka tidak mengenal Muhammad, kebenaran, kejujuran, dan kehati-hatiannya, yang beliau tumbuh di tengah-tengah mereka.

Atau dengan kata lain, apakah mereka mampu melakukan pengingkaran terhadap hal tersebut? Oleh karena itu, Ja’far bin Abi Thalib pernah berkata kepada Najasyi, raja Habasyah (Ethiopia): “Wahai raja, sesungguhnya Allah telah mengutus seorang Rasul dari kalangan kami, di mana kami mengenali nasab (keturunan), kebenaran, dan kejujurannya.”

Tafsir Kemenag: Ayat ini mempertanyakan apakah mereka tidak mengenal siapa Muhammad, rasul mereka sehingga mereka mengingkarinya. Padahal, mereka mengenal Muhammad sejak kecil, sebagai orang yang baik budi pekerti, paling terpercaya di kalangan mereka, dan keturunan dari Bani Hasyim yang mereka hormati dan segani, sehingga mereka sendiri memberikan julukan terhadapnya dengan al-Amin (seorang yang paling dipercaya).

Abu Sufyan sebagai kepala perutusan mereka kepada Kaisar Romawi, ketika ditanya bagaimana sifat-sifat Muhammad, dia menjawab Muhammad berasal dari keturunan keluarga yang mulia, terkenal dengan kebenaran ucapannya dan amanahnya.

Tafsir Quraish Shihab: Atau, apakah mereka tidak mengenal Muhammad, rasul yang hidup dan besar di tengah-tengah mereka dengan moral yang tinggi dan tidak pernah berdusta, sehingga mereka kini mengingkari dakwahnya atas dasar sombong dan melampaui batas?

Surah Al-Mu’minun Ayat 70
أَمْ يَقُولُونَ بِهِ جِنَّةٌ بَلْ جَاءَهُم بِالْحَقِّ وَأَكْثَرُهُمْ لِلْحَقِّ كَارِهُونَ

Terjemahan: Atau (apakah patut) mereka berkata: “Padanya (Muhammad) ada penyakit gila”. Sebenarnya dia telah membawa kebenaran kepada mereka, dan kebanyakan mereka benci kepada kebenaran itu.

Tafsir Jalalain: أَمْ يَقُولُونَ بِهِ جِنَّةٌ (Atau apakah patut mereka berkata, “Padanya ada penyakit gila”) Istifham atau kata tanya di sini mengandung arti Taqrir atau menetapkan perkara yang hak, yaitu membenarkan Nabi dan membenarkan bahwa Rasul-rasul telah datang kepada umat-umat terdahulu, serta mereka mengetahui bahwa Rasul mereka adalah orang yang jujur dan dapat dipercaya, dan bahwasanya Rasul mereka itu tidak gila.

بَلْ (Sebenarnya) lafal Bal menunjukkan makna Intiqal جَاءَهُم بِالْحَقِّ (dia telah membawa kebenaran kepada mereka) yakni Alquran yang di dalamnya terkandung ajaran Tauhid dan hukum-hukum Islam وَأَكْثَرُهُمْ لِلْحَقِّ كَارِهُونَ (dan kebanyakan mereka benci kepada kebenaran itu).

Baca Juga:  Surah Al-Maidah Ayat 35-37; Seri Tadabbur Al Qur'an

Tafsir Ibnu Katsir: Firman-Nya: أَمْ يَقُولُونَ بِهِ جِنَّةٌ (“Atau [apakah patut] mereka berkata: ‘Padanya [Muhammad] ada penyakit gila.’”) Dikisahkan tentang ucapan kaum musyrikin mengenai Nabi, bahwasanya beliau telah mengarang al-Qur’an. Artinya, bahwa al-Qur’an itu berasal dari dirinya sendiri, atau bahwa pada Rasulullah itu terdapat penyakit gila, di mana beliau tidak mengetahui yang beliau katakan.

Dan Allah Ta’ala memberitahukan bahwa hati mereka beriman kepadanya padahal mereka mengetahui kesalahan apa yang mereka katakan tentang al-Qur’an. Juga bahwasanya telah didatangkan kepada mereka firman Allah yang mereka tidak mampu membuatnya dan tidak mereka mampu menolak.

Seluruh penduduk bumi ini telah diminta untuk mendatangkan hal yang sama dengannya, jika mereka mampu. Tetapi mereka tidak akan pernah mampu. Oleh karena itu, Dia berfirman: بَلْ جَاءَهُم بِالْحَقِّ وَأَكْثَرُهُمْ لِلْحَقِّ كَارِهُونَ (“Sebenarnya dia telah membawa kebenaran kepada mereka, dan kebanyakan mereka benci kepada kebenaran.”)

Dapat mengandung arti bahwa kalimat tersebut adalah kalimat yang menggambarkan keadaan, yaitu keadaan mayoritas mereka yang membenci kebenaran. Dan mungkin juga bersifat khabariyyah musta’nifah (kalimat berita yang berdiri sendiri). WallaHu a’lam.

Tafsir Kemenag: Penjelasan selanjutnya mengatakan bahwa mereka menganggap Muhammad saw sebagai orang gila yang tidak menyadari semua ucapannya. Sebetulnya, mereka tahu benar bahwa Muhammad tidak gila, dan mengakui bahwa dia adalah seorang yang paling cerdas di antara mereka, seorang cendekiawan yang bijaksana.

Mereka sendiri pernah mengangkatnya sebagai hakim yang memutuskan perkara di antara mereka, ketika berselisih tentang siapa yang akan meletakkan hajar aswad di tempatnya semula setelah bangunan Kabah dirombak dan diperbaiki.

Pada Ayat ini Allah menegaskan bahwa Muhammad adalah pembawa kebenaran dari Tuhannya, bukan seperti yang mereka tuduhkan. Dia mengajak mereka supaya meninggalkan berbagai sembahan dan berhala serta kembali kepada agama tauhid yang murni, agama nenek moyang mereka Nabi Ibrahim.

Dia adalah pembawa agama yang mempunyai syariat dan peraturan untuk kebahagiaan manusia di dunia dan di akhirat. Tetapi kebanyakan mereka benci kepada kebenaran yang dia serukan, karena hati mereka telah tertutup oleh syirik, dosa, dan kedurhakaan. Oleh sebab itu, mereka berpaling dari jalan yang benar, selalu menempuh jalan yang sesat, dan tak dapat lagi memahami kebenaran, bahkan mereka membencinya.

Memang ada di antara mereka yang sadar dan insaf, mengakui dalam hatinya bahwa agama yang dibawa Muhammad itu adalah agama yang benar dan baik, tetapi karena takut dicemooh kaumnya yang kafir mereka tidak mau beriman seperti halnya paman Nabi sendiri yaitu Abu Talib.

Ia pernah mengatakan, “Kalau tidak karena takut akan dicerca oleh pemimpin-pemimpin kabilah kami, tentulah kami benar-benar telah menjadi pengikutnya dalam segala hal.”.

Tafsir Quraish Shihab: Atau, apakah mereka mengatakan bahwa Muhammad itu gila, padahal dia datang membawa agama yang benar?
Tetapi kebanyakan mereka memang tidak menyukai kebenaran karena bertentangan dengan keinginan hawa nafsu mereka sehingga membuat mereka tidak menerima keimanan.

Surah Al-Mu’minun Ayat 71
وَلَوِ اتَّبَعَ الْحَقُّ أَهْوَاءَهُمْ لَفَسَدَتِ السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ وَمَن فِيهِنَّ بَلْ أَتَيْنَاهُم بِذِكْرِهِمْ فَهُمْ عَن ذِكْرِهِم مُّعْرِضُونَ

Terjemahan: Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan (Al Quran) mereka tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu.

Tafsir Jalalain: وَلَوِ اتَّبَعَ الْحَقُّ (Andaikata kebenaran itu menuruti) artinya Alquran itu menuruti أَهْوَاءَهُ (hawa nafsu mereka) seumpamanya Alquran itu datang dengan membawa hal-hal yang mereka sukai, seperti menisbatkan sekutu dan anak kepada Allah, padahal Allah Maha Suci dari hal tersebut لَفَسَدَتِ السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ وَمَن فِيهِنَّ (pasti binasalah langit dan bumi dan semua yang ada di dalamnya) yakni menyimpang dari tatanan yang sebenarnya dan tidak seperti apa yang disaksikan sekarang, hal itu disebabkan adanya dua pengaruh kekuasaan yang saling tarik-menarik.

بَلْ أَتَيْنَاهُم بِذِكْرِهِمْ (Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan mereka) yaitu Alquran yang di dalamnya terkandung sebutan dan kemuliaan mereka فَهُمْ عَن ذِكْرِهِم مُّعْرِضُونَ (tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu).

Tafsir Ibnu Katsir: Firman Allah Ta’ala: وَلَوِ اتَّبَعَ الْحَقُّ أَهْوَاءَهُمْ لَفَسَدَتِ السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ وَمَن فِيهِنَّ (“Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya.”) Mujahid dan Abu Shalih serta as-Suddi mengatakan:

“Yang haq adalah Allah yang Mahamulia lagi Mahaperkasa. Maksudnya, seandainya Allah Ta’ala menuruti apa yang menjadi keinginan hawa nafsu mereka, lalu Dia menetapkan berbagai hal sesuai dengan hal tersebut, niscaya langit dan bumi serta segala yang ada di antara keduanya akan hancur binasa.

Yakni, karena rusak dan beragamnya keinginan mereka.Oleh karena itu, Dia berfirman: بَلْ أَتَيْنَاهُم بِذِكْرِهِمْ (“Sebenarnya Kami telah datangkan kepada mereka kebanggaan mereka,”) yakni, berupa al-Qur’an. فَهُمْ عَن ذِكْرِهِم مُّعْرِضُونَ (“Tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu.”)

Tafsir Kemenag: Kemudian Allah menjelaskan bahwa kalau Al-Qur’an mengikuti kemauan orang-orang yang mendustakan Allah dan Rasul-Nya, yang menye-kutukan Allah dan mengatakan bahwa Dia mempunyai anak, serta membenarkan segala perbuatan dosa dan munkar, tentulah dunia ini akan rusak binasa sebagaimana tersebut dalam firman-Nya:

Seandainya pada keduanya (di langit dan di bumi) ada tuhan-tuhan selain Allah, tentu keduanya telah binasa. Mahasuci Allah yang memiliki ‘Arsy, dari apa yang mereka sifatkan.(al-Anbiya’/21: 22)

Kalau Al-Qur’an membolehkan perbuatan zalim, aniaya, dan mening-galkan keadilan tentu akan terjadi kekacauan dan keguncangan hebat dalam masyarakat. Kalau Al-Qur’an membolehkan pelanggaran hak, perampasan harta sehingga si lemah menjadi santapan yang empuk bagi si kuat, tentulah dunia ini tidak akan aman dan tenteram selama-lamanya. Hal ini telah terbukti pada diri mereka sendiri.

Baca Juga:  Surah Al-Mu'minun Ayat 18-22; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Hampir saja masyarakat Arab pada masa Jahiliah rusak binasa, karena tidak mempunyai norma-norma akhlak yang mulia, tidak ada syariat dan peraturan yang mereka patuhi. Mereka hanya membangga-banggakan kekayaan dan kekuatan sehingga untuk memperebutkannya mereka jatuh dalam jurang perselisihan dan peperangan yang tidak habis-habisnya.

Allah kembali menerangkan bahwa Dia telah mengaruniakan kepada mereka sesuatu yang seharusnya menjadi kebanggaan bagi mereka yaitu Al-Qur’an. Mengapa mereka berpaling daripadanya, menolak, menganggap hina, dan memperolok-olokkannya. Kalau mereka sadar dan insaf tentulah mereka tidak akan berbuat seperti itu.

Padahal terbukti kemudian bahwa Al-Qur’an itu menjadikan mereka bangsa yang mulia dan mereka bangga karena Al-Qur’an turun pertama kali kepada mereka dan menggunakan bahasa mereka, sesuai dengan firman Allah:

Dan sungguh, Al-Qur’an itu benar-benar suatu peringatan bagimu dan bagi kaummu, dan kelak kamu akan diminta pertanggungjawaban. (az-Zukhruf/43: 44).

Tafsir Quraish Shihab: Seandainya kebenaran itu mengikuti keinginan hawa nafsu mereka, tentu kerusakan dan kejahatan akan merajalela di muka bumi dan, tentu, keinginan itu akan saling bertentangan. Akan tetapi, Kami menurunkan al-Qur’ân kepada mereka yang mengingatkan pada kebenaran yang diakui oleh semua orang. Tetapi, meskipun demikian, mereka tetap menolaknya(1).

(1) Kata al-haqq dalam ayat ini termasuk kata homonim. Kata itu dapat berarti ‘Allah Swt. ‘ seperti tersebut dalam ayat yang berbunyi Ta’âlâ Allâh-u al-Malik-u al-Haqq (Q., s. Thâhâ: 114). Dapat juga berarti ‘al-Qur’ân’ seperti tersebut dalam ayat Innâ arsalnâk-a bi al-haqq (Q., s. Fathir: 24), atau pengertian agama secara umum, termasuk di dalamnya al-Qur’ân dan al-Hadits, seperti pada ayat yang berbunyi Wa qul jâ’a al-haqq-u wa zahaq-a al-bâthil (Q., s.).

Tampaknya makna yang paling dekat dengan pengertian ayat ini adalah makna pertama, yaitu bahwa yang dimaksud dengan kata al-haqq adalah Allah Swt. Dengan demikian, maksud ayat ini adalah sebagai berikut: ‘Seandainya ketetapan Allah berjalan mengikuti keinginan dan kehendak hawa nafsu orang-orang kafir, tentu tata aturan yang melandasi langit dan bumi serta makhluk-makhluk lainnya ini tidak akan berjalan dengan baik. Akan tetapi, Allah memiliki hikmah yang sangat besar dan kekuasaan yang luar biasa. Ilmu-Nya pun meliputi seluruh makhluk-Nya.

Hikmah-Nya terlaksana berkat pengaturan- Nya yang sangat akurat” Adapun keterangan al-Qur’ân bahwa di langit terdapat makhluk hidup, ini mengisyaratkan dua hal. Pertama, kita harus mengimaninya secara apa adanya, dengan penuh keyakinan, tanpa membahas perinciannya, sampai Allah sendiri yang akan menerangkan maksudnya.

Hal ini sesuai dengan firman Allah yang artinya berbunyi “Kami akan menunjukkan kepada mereka tanda- tanda kekuasaan kami di ufuk (alam raya, cakrawala) dan di dalam diri mereka sendiri”. Kedua, bahwa kita dituntut untuk selalu melakukan penelitian sesuai kemampuan kita. Sebab, penemuan fakta-fakta ilmiah baru akan semakin memperkuat keimanan kita. Dan keimanan adalah sasaran utama yang hendak dicapai surat ini.

Surah Al-Mu’minun Ayat 72
أَمْ تَسْأَلُهُمْ خَرْجًا فَخَرَاجُ رَبِّكَ خَيْرٌ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ

Terjemahan: Atau kamu meminta upah kepada mereka?”, maka upah dari Tuhanmu adalah lebih baik, dan Dia adalah Pemberi rezeki Yang Paling Baik.

Tafsir Jalalain: أَمْ تَسْأَلُهُمْ خَرْجًا (Atau kamu meminta upah kepada mereka) sebagai imbalan dari apa yang kamu datangkan buat mereka yaitu masalah keimanan فَخَرَاجُ رَبِّكَ (maka upah Rabbmu) adalah pahala, upah dan rezeki-Nya خَيْرٌ (adalah lebih baik) dan menurut qiraat yang lain dibaca Kharjan dalam dua tempat tadi; tetapi menurut qiraat yang lainnya lagi dibaca Kharaajan pada keduanya وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ (dan Dia adalah Pemberi rezeki Yang Paling Baik) Pengupah Yang Paling Utama.

Tafsir Ibnu Katsir: Firman Allah Ta’ala: أَمْ تَسْأَلُهُمْ خَرْجًا (“Atau kamu meminta upah.”) al-Hasan mengatakan: “Yaitu ajran (upah).” Qatadah mengemukakan: ju’lan (hasil pekerjaan).” Fa kharaaju rabbika khairun (“Maka upah dari Rabbmu adalah lebih baik,”) yakni, janganlah kamu meminta “ajran” kepada mereka dan juga “ju’lan” atas sesuatu apa pun terhadap dakwa yang kamu serukan kepada mereka untuk mengikuti petunjuk. Tetapi dalam hal itu, kamu harus mengharapkan balasan yang besar yang ada di sisi Allah.

Sebagaimana yang difirmankan-Nya: yang artinya:(“Katakanlah: ‘Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upah pun atas seruanku melainkan kasih sayang kekeluargaan.’”) (QS. Asy-Syuura: 23).

Tafsir Kemenag: Pada Ayat ini Allah mempertanyakan mengapa mereka tidak mau menerima ajaran-ajaran Al-Qur’an padahal Nabi Muhammad tidak pernah meminta kepada mereka imbalan jasa atas penyampaian ajaran Al-Qur’an.

Nabi Muhammad menyadari bahwa penyampaian risalah itu adalah kewajiban yang harus dilaksanakan sebaik-baiknya atas perintah Tuhannya. Kalau ada sesuatu yang diharapkannya maka harapan itu tiada lain hanyalah keridaan Allah yang dengan keridaan-Nya ia akan berbahagia dan dengan keridaan Allah itu ia akan mendapat balasan karunia yang tidak akan putus-putusnya sebagaimana tersebut dalam firman-Nya:

Katakanlah (Muhammad), “Imbalan apa pun yang aku minta kepadamu, maka itu untuk kamu. Imbalanku hanyalah dari Allah, dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Saba`/34: 47).

Tafsir Quraish Shihab: Bahkan, apakah kamu meminta balasan dari mereka atas pelaksanaan misi kerasulanmu, Muhammad? Itu tidak benar! Sebab, balasan dari Tuhanmu lebih baik dari apa yang ada pada mereka.
Allah adalah pemberi yang terbaik di antara yang memberi.

Baca Juga:  Surah At-Taubah Ayat 5; Terjemahan dan Tafsir Al Qur'an

Surah Al-Mu’minun Ayat 73
وَإِنَّكَ لَتَدْعُوهُمْ إِلَى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ

Terjemahan: Dan sesungguhnya kamu benar-benar menyeru mereka kepada jalan yang lurus.

Tafsir Jalalain: وَإِنَّكَ لَتَدْعُوهُمْ إِلَى صِرَاطٍ (Dan sesungguhnya kamu benar-benar menyeru mereka kepada jalan) tuntunan مُّسْتَقِيمٍ(yang lurus) yaitu agama Islam.

Tafsir Ibnu Katsir: Firman-Nya: إِنَّكَ لَتَدْعُوهُمْ إِلَى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ (“Dan sesungguhnya kamu benar benar menyeru mereka kepada jalan yang lurus)

Tafsir Kemenag: Kemudian pada Ayat ini Allah meyakinkan Nabi Muhammad saw bahwa dia benar-benar seorang rasul yang menyeru kaumnya kepada jalan yang lurus yang membawa mereka kepada kebahagiaan dunia dan akhirat.

Allah menghimbau Muhammad agar tidak terpengaruh dengan kata-kata orang-orang kafir itu yang menghina dan mencemoohkannya. Semua ucapan-ucapan mereka itu adalah bohong belaka yang keluar dari mulut mereka karena dengki dan sakit hati.

Tafsir Quraish Shihab:Dan kamu benar-benar mengajak mereka untuk memeluk agama yang merupakan jalan lurus yang mengantarkan kepada kebahagiaan.

Surah Al-Mu’minun Ayat 74
وَإِنَّ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِالْآخِرَةِ عَنِ الصِّرَاطِ لَنَاكِبُونَ

Terjemahan: Dan sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada negeri akhirat benar-benar menyimpang dari jalan (yang lurus).

Tafsir Jalalain: وَإِنَّ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِالْآخِرَةِ (Dan sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada adanya hari akhirat) adanya hari berbangkit dan pembalasan pahala serta azab عَنِ الصِّرَاطِ (dari jalan yang lurus) dari tuntunan yang lurus لَنَاكِبُونَ (mereka benar-benar menyimpang) yakni membelok.

Tafsir Kemenag: Allah menegaskan dalam Ayat ini bahwa orang-orang yang tidak mau beriman itu dan tidak percaya kepada hari akhirat, benar-benar telah menyimpang dari jalan yang benar. Kepada mereka telah diberikan berbagai alasan dan perumpamaan yang jelas.

Seandainya mereka mau mendengarkan dan memikirkannya tentulah mereka akan sadar dan kembali kepada kebenaran. Tetapi hati dan pikiran mereka telah ditutupi oleh kesombongan, kedurhakaan dan perbuatan dosa yang selalu mereka lakukan.

Mereka tidak berhak sama sekali atas rahmat dan kasih sayang Allah karena semua perbuatan baik tidak ada gunanya sama sekali buat orang-orang yang bersifat demikian.

Tafsir Quraish Shihab: Orang-orang yang tidak percaya kepada hari akhirat dengan kebahagiaan surga dan kesengsaraan neraka yang ada di dalamnya, benar-benar tersesat dari jalan yang benar itu. Sebuah jalan yang menjamin keselamatan pejalan di atasnya dari kebingungan (ketersesatan), ketergelinciran dan kejahatan.

Surah Al-Mu’minun Ayat 75
وَلَوْ رَحِمْنَاهُمْ وَكَشَفْنَا مَا بِهِم مِّن ضُرٍّ لَّلَجُّوا فِي طُغْيَانِهِمْ يَعْمَهُونَ

Terjemahan: Andaikata mereka Kami belas kasihani, dan Kami lenyapkan kemudharatan yang mereka alami, benar-benar mereka akan terus menerus terombang-ambing dalam keterlaluan mereka.

Tafsir Jalalain: وَلَوْ رَحِمْنَاهُمْ وَكَشَفْنَا مَا بِهِم مِّن ضُرٍّ (Andaikata mereka Kami belas kasihani, dan Kami lenyapkan kemudaratan yang mereka alami) yakni kelaparan yang menimpa mereka di Mekah selama tujuh tahun itu لَّلَجُّوا (benar-benar mereka akan terus-menerus) masih tetap dan berkepanjangan فِي طُغْيَانِهِمْ (dalam keterlaluan mereka) dalam kesesatan mereka يَعْمَهُونَ (mereka bergelimang) terombang-ambing.

Tafsir Ibnu Katsir: Firman-Nya lebih lanjut: وَلَوْ رَحِمْنَاهُمْ وَكَشَفْنَا مَا بِهِم مِّن ضُرٍّ لَّلَجُّوا فِي طُغْيَانِهِمْ يَعْمَهُونَ (“Andaikata mereka Kami belas kasihani, dan Kami lenyapkan kemudharatan yang mereka alami, benar-benar mereka akan terus-menerus terombang-ambing dalam keterlaluan mereka.”)

Allah Ta’ala memberitahukan tentang kesalahan mereka dalam kekufuran mereka bahwasanya jika Dia hilangkan mudharat dari diri mereka dan memahamkan al-Qur’an kepada mereka, niscaya mereka tidak akan mau tunduk kepada-Nya, dan bahkan mereka terus-menerus dalam kekufuran, penolakan,dan kesewenangan mereka.

Yang demikian itu termasuk dalam bab ilmu Allah Ta’ala terhadap apa yang tidak akan terjadi. Lau adalah menerangkan sesuatu, bagaimana akan terjadi.

Adh-Dhahhak mengatakan dari Ibnu Abbas: “Setiap yang di dalamnya terdapat kata “lau” (“Seandainya,”) maka ia termasuk yang tidak akan pernah terjadi selamanya.”

Tafsir Kemenag: Ayat ini mengatakan bahwa walaupun Allah memberi rahmat kepada mereka dan menyingkirkan bahaya yang mengancam, mereka tetap tidak akan mensyukuri rahmat itu, bahkan mereka akan bertambah durhaka dan tetap akan melakukan maksiat dan kezaliman.

Tidak ada satu kebaikan pun yang dapat diharapkan dari mereka. Bahkan, sebagaimana dijelaskan Al-Qur’an, di akhirat nanti setelah melihat dahsyatnya siksaan yang akan ditimpakan kepada diri mereka, kemudian permintaan mereka untuk dikembalikan ke dunia dikabulkan guna memperbaiki kesalahan mereka, namun mereka akan tetap juga melakukan maksiat dan akan tetap juga menjadi orang-orang yang ingkar dan durhaka. Allah berfirman pada Ayat lain:

Dan seandainya engkau (Muhammad) melihat ketika mereka dihadapkan ke neraka, mereka berkata, “Seandainya kami dikembalikan (ke dunia) tentu kami tidak akan mendustakan Ayat-Ayat Tuhan kami, serta menjadi orang-orang yang beriman.” Tetapi (sebenarnya) bagi mereka telah nyata kejahatan yang mereka sembunyikan dahulu. Seandainya mereka dikembalikan ke dunia, tentu mereka akan mengulang kembali apa yang telah dilarang mengerjakannya. Mereka itu sungguh pendusta. (al-An’am/6: 27-28).

Tafsir Quraish Shihab: Seandainya Kami menyayangi mereka dan menghilangkan bencana yang menimpa diri dan kekayaan mereka dan sebagainya, mereka pasti akan semakin kufur dan bertambah zalim.

Shadaqallahul ‘adzhim. Alhamdulillah, kita telah pelajari bersama kandungan Surah Al-Mu’minun Ayat 68-75 berdasarkan Tafsir Jalalain, Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Kemenag dan Tafsir Quraish Shihab Semoga menambah khazanah ilmu Al-Qur’an kita.

M Resky S