PeciHitam.org – al-Quran adalah mukjizat spesial yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad saw sebagai petunjuk untuk manusia seperti yang tertulis pada Surah al-Baqarah ayat ke-2. Untuk itu, sebagai umat Nabi Muhammad, kita perlu memahami apa dan bagaimana isi dan kandungan al-Quran.
Karena itu, penting bagi kita semua untuk mempelajari ilmu ilmu agama yang bisa membantu ktia mendapatkan pemahaman dari al-Quran, seperti Ilmu Tafsir.
Ilmu Tafsir sendiri, secara tidak langsung berkembang sejak al-Quran itu diturunkan pada masa kenabian. Kenapa demikian? Karena meskipun al-Quran berbahasa Arab, para Sahabat Nabi terkadang kurang bisa memahami makna ayat yang ada, untuk itu perlu adanya penjelasan dari Nabi dan muncullah penjelasan atas ayat al-Quran.
Untuk itu, disini kita akan sedikit membahas bagaimana perkembangan tafsir pada masa Nabi dan Sahabat, hingga perkembangannya pada masa Tabi’in.
Tafsir Pada Masa Nabi dan Sahabat
Nabi Muhamamd saw, sebagai penerima wahtu tentu saja memahami ayat al-Quran baik secara global maupun terperinci. Karena itu, beliau memiliki kewajiban untuk menjelaskan makna dari setiap ayat al-Quran kepada para sahabat.
Meski demikian, secara mudah para Sahabat sebenarnya tau arti dari setiap ayat karena diturunkan menggunakan Bahasa Arab, namun terkadang para Sahabat kurang memahami bagaimana detail dan maksud dari ayat tersebut.
Ibnu Khaldun dalam karyanya Muqaddimah menjelaskan bahwa al-Quran diturunkan dalam bahasa Arab dan menuntut uslub-uslub balaghah-nya.
Karena itu, paham bahasa arab tidak serta merta membuat para Sahabat memahami makna terperinci al-Quran, tapi juga harus didukung dengan pengetahuan bahasa yang melingkupinya.
Maka, tidak heran jika pemahaman satu sahabat dengan sahabat lain dalam memahami al-Quran berbeda-beda sesuai dengan kapasitas keilmuan yang dimiliki.
Lalu, apa yang dipegang para sahabat untuk memahami dan melakukan penafsiran terhadap al-Quran? Diantaranya adalah:
- Berpegang kepada al-Quran, atau biasa disebut dengan tafsir Qur’an bil Qur’an. Hal ini bisa dilakukan karena terkadang ada ayat yang bersifat Global lalu disusul dengan ayat lain yang menjelaskannya secara rinci dan mendetail.
- Berpegang kepada Nabi Muhammad, ketika mengalami kesulitan dalam mehamai al-Quran, para sahabat bisa langsung bertanya kepada beliau dan biasanya akan langsung dijawab dengan penjelasan oleh Nabi.
- Berpegang pada pemahaman dan Ijtihad, selanjutnya jika ada sahabat yang belum paham mengenai suatu ayat dan tidak mendapat penjelasan dari Nabi karena belum bertemu, maka para Sahabat akan melakukan ijtihad dengan pemikiran dan pemahaman mereka.
Pada masa sahabat ini, tidak ada satu kitab tafsir pun yang ditulis dan dibukukan, karena urgensi pada waktu itu lebih kepada bagaimana menjaga al-Quran dan menuliskannya.
Tafsir Pada Masa Tabi’in
Selanjutnya, setelah masa sahabat, ada tabi’in yang secara tidak langsung juga memerlukan pemahaman terhadap ayat al-Quran. Para Tabi’in pada waktu itu berpegang kepada sumber yang sudah disebutkan sebelumnya disamping ijtihad.
Seperti riwayat dari sahabat yang mendengar penjelasan dari Nabi dan sebagainya. Namun, kendalanya adalah tidak semua ayat mendapatkan penafsiran oleh Nabi dan tidak ada kategorisasi yang pas.
Disinilah lalu kemudian, Tabi’in dan generasi setelahnya mencoba menuliskan pemahaman mereka tentang al-Quran sesuai urutan Mushaf dan menuliskannya hingga menjadi sebuah buku.
Ketika Islam semakin meluas dan banyak tokoh yang kemudian berpindah, maka disinilah proses transmisi keilmuan mulai dilakukan hingga akhirnya mencetuskan tumbuhnya madzhab, perguruan tinggi dan cabang keilmuan lainnya.