Sejarah Idul Fitri dan Ucapan Selamat Idul Fitri yang Benar! Baca Agar Tidak Salah Kaprah!

Sejarah Idul Fitri dan Ucapan Selamat Idul Fitri yang Benar! Baca Agar Tidak Salah Kaprah!

PeciHitam.org – Mendekati bulan Suci Ramadhan ditengah keadaaan merebaknya thaun (wabah penyakit) menjadikan kekhawatiran tersendiri. Doa selalu terpanjat kepada Kehadirat Rabbi untuk segera menyingkirkan segala marabahaya penyakit yang ada di Nusantara tercinta ini.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Keadaan kondusif untuk kembali beraktifitas normal dan beribadah yang khusuk serta meramaikan masjid, mushala, langgar, surau dan rumah ibadah lainnya.

Jika keadaan belum kunjung membaik, maka sangat disayangkan kemakmuran masjid dan tempat ibadah lainnya akan menjadi sepi karena terbatasnya aktifitas.

Belum lagi aktifitas silaturrahmi dalam rangka menyambut 1 Syawwal, yakni Idul Fitri akan terasa hambar jika wabah ini tidak kunjung menghilang. Idul Fitri dengan identifikasi saling berkunjung, meminta maaf dan menyambung silaturrahmi akan kehilangan Ruh.

Apakah benar saling berkunjung, meminta maaf dan menyambung persaudaraan adalah budaya asli dari Idul Fitri, bagaimana asal muasal dari perayaan ini dan adakah dasarnya? Berikut jawabannya!

Daftar Pembahasan:

Sejarah Idul Fitri

Idul fitri selalu jatuh pada tanggal 1 Syawwal pada penanggalan tahun Hijriyah. Walaupun ada perbedaan hari dalam metode rukyah dan hisab, akan tetapi hal ini hanya terkait penetapannya saja yang berbeda. Bukan menjadi Idul Fitri mundur menjadi tanggal  Syawwal.

Sejarah awal mula dirayakannya Idul Fitri tidak terlepas dari diwajibkannya pauasa bulan Ramadhan. Dasar puasa bulan ramadhan adalah ayat;

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Artinya; Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa (Qs. Al-Baqarah: 183)

Dan merunut pada tahun munculnya Syariat puasa adalah bertepatan tahun ke-2 Hijriah, dan Idul Fitri juga dirayakan dalam rangka menggembirakan Bulan yang Mulia ini.

Momentum puasa perdana ini bertepatan dengan peristiwa Badar, dimana kaum muslimin untuk pertama kalinya juga meraih kemenangan perang skala besar.

Latar belakang peristiwa badar memang tidak pernah diinginkan oleh Nabi Muhammad SAW. Walaupun Umat Islam diperlakukan tidak adil oleh Kaum Musyrik akan tetapi Muhammad SAW memilih untuk bersabar dengan keadaan.

Akan tetapi kaum Musyrik mengingkari perjanjian Hudaibiyah dan hal ini menjadikan perang berkecamuk yang mana kita kenal dengan Perang Badar.

Perang ini menurut ahli sejarah terjadi pada tanggal 17 Ramadhan tahun 2 Hijriyah. Perang dengan kekuatan prajurit sangat timpang, 300 disisi Muhammad SAW dan 1000 Pasukan lengkap bersenjata disisi kaum Musyrik.

Baca Juga:  Sirah Nabawiyah; Pengertian, Ruang Lingkup dan Manfaat Mempelajarinya

Seorang Sejarawan memberikan narasi tentang kesan historis mengenai Perang Badar ini,

Debu dan pasir halus membubung dan beterbangan memenuhi udara. Berkat iman yang teguh keadaan muslimin bertambah kuat. Di hadapan mereka kini terbuka tabir ruang dan waktu, sebagai bantuan Tuhan kepada mereka dengan para malaikat yang memberikan berita gembira, yang membuat iman mereka bertambah teguh, sehingga bila salah seorang dari mereka mengangkat pedang dan mengayunkannya ke musuh, seolah-olah tangan mereka digerakkan dengan tenaga Tuhan.

Letupan kegembiraan atas perang Badar ini juga menjadi penanda kegembiraan dalam menyambut Hari Raya Idul Fitri. Ungkapan kegembiraan mereka letupkan dalam untaian kata-kata takbir;

اَللهُ اَكْبَرُ   لاَاِلٰهَ اِلاَّاللهُ وَحْدَهُ    صَدَقَ وَعْدَهُ   وَنَصَرَعَبْدَهُ    وَاَعَزَّجُنْدَهُ    وَهَزَمَ الْأ َحْزَابَ وَحْدَهُ

Kegembiraan dalam menyambut kemenangan gemilang dalam perang yang sangat timpang ini, dan kegembiraan selesai menjalankan Ibadah Puasa selama sebulan penuh menjadikan Hari Raya Idul Fitri sangat bermakna pada masa itu. Kemenangan besar pertama Umat Islam setelah sekian lama tertindas oleh kaum Musyrik.

Akan tetapi, pendapat di atas bukanlah satu-satunya sejarah dari Idul Fitri. Perayaan Idul Fitri sejatinya,  tidak hanya lahir dari latar historis kemenangan Badar.

Buku-buku  sejarah menjelaskan bahwa jauh sebelum ajaran Islam turun, masyarakat Arab sudah memiliki dua hari raya, yakni Nairuz dan Mahrajan.

Dua hari raya itu bersumber dari budaya Persia Kuno. Pada dua hari raya ini, semua orang melakukan pesta pora sampai lupa diri. Dan sejalan turunnya kewajiban menunaikan ibadah puasa Ramadhan pada tahun ke-2 Hijriah, maka Nabi bersabda;

Sesungguhnya Allah mengganti kedua hari raya itu dengan hari raya yang lebih baik, yakni Idul Fitri dan Idul Adha (Hadist Rasulullah)

Bacaan Takbir Lengkap

Dalam Islam hanya mempunyai dua hari raya yaitu Idul Fitri dan Adha. Idul Fitri jatuh pada tanggal 1 Syawwal dan Idul Adha Jatuh pada tanggal 10 Dzulhijjah.

Semua umat islam akan menanti dan mengagungkan atas kedatangannya. Umat islam akan mengisi dengan berbagai jenis ibadah sebelumnya dan hari tersebut.

Sudah menjadi ciri khas warga islam indonesia, ketika datang hari raya idul fitri mereka semua akan ramai-ramai secara bersama-sama melantukan kalimat takbir. Disegala penjuru Nusantara akan ramai dengan kalimah takbir untuk mengagungkan nama Allah SWT.

Baca Juga:  Kenabian dalam Filsafat Islam: Penjelasan Bagaimana Muhammad Menjadi Nabi

Bahkan budaya takbir keliling sudah menjadi ciri khas islam di Nusantara. Semangat ini adalah ekspresi keagamaan seorang Muslim atas kegembiraan dalam beribadah.

Di wilayah perkotaan sampai pelosok daerah akan bergema lantunan takbir. Gema takbir akan berlangsung sampai pelaksanaan Ibadah Shalt Ied pada pagi harinya;

Dalam mengumandangkan takbir umat islam seyogyanya membaca dengan benar supaya ibadah diterima oleh Allah SWT. Teks takbir lengkap dan singkat sebagai berikut;

Bacaan Takbiran Pendek

اَللهُ اَكْبَرُ (3)  لاَاِلٰهَ اِلاَّاللهُ وَحْدَهُ    صَدَقَ وَعْدَهُ   وَنَصَرَعَبْدَهُ    وَاَعَزَّجُنْدَهُ    وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ

Transliterasi: Allaahu akbar, Allaahu akbar, Allaahu akbar, laa illaa haillallahu wahdah, Shadaqa Wadah wa Nashara Abdah, wa Aazza Jundahu, wa Hazamal Ahzaba Wahdah

Artinya : Allah Maha Besar, Allah Maha Besar,  Allah Maha Besar, tidak ada Tuhan Selain Allah ynag Esa, maha Benar JanjiNya, dan Menolong HambaNya, dan Memuliakan PasukanNya

Bacaan Takbiran Panjang

اَللهُ اَكْبَرُ (3)  لاَاِلٰهَ اِلاَّاللهُ وَحْدَهُ اللهُ اكبَرْ كبيْرًا والحَمدُ للهِ كثِيرًا وَسُبحَانَ اللهِ بُكرَةً واَصِيلا, لااله اِلااللهُ ولانعْبدُ الاإيّاه مُخلِصِينَ لَه الدّ يْن وَلَو كَرِهَ الكَا فِرُون وَلَو كرِهَ المُنَافِقوْن وَلَوكرِهَ المُشْرِكوْن لاالهَ اِلا اللهَ وَحدَه صَدَق ُوَعْدَه, وَنَصَرَ عبْدَه وَأعَزّجُندَهُ وَهَزَمَ الاحْزَابَ وَحْدَه لاالٰهَ اِلاالله وَاللهُ اَكبر اللهُ اكبَرُ وَللهِ الحَمْدُ

Transliterasi; Allaahu akbar, allaahu akbar, allaahu akbar. laa ilaaha illallaahu wallaahu wahdah. Allahuakbar Kabiraa Walhamdulillahi Katsiraa Wa subhanallahi Bukratan wa Ashillaa. Laa Illa Haillalla wa Laa Nabudu Illa Iyyah, Mukhlishina Lahuddin wa Lau Kariahal Kaafiruun, wa lau Karihal Munafiquun, wa Lau Karihal Musyrikuun. Laa ilaha Illallahu wahdah, Shadaqa Wadah wa Nashara Abdah, wa Aazza Jundahu, wa Hazamal Ahzaba Wahdah. Laa Ilaha Illallah wallahu akbar Allahu Abar Walillahi Hamdu

Artinya: “Allah maha besar allah maha besar allah maha besar. tidak ada tuhan melainkan allah, dan allah maha besar, allah maha besar dan segala puji bagi allah. allah maha besar dan aku mengagungkan allah dengan besar-besar keagungan. dan segala puji bagi allah dan kami memuji allah sebanyak-banyaknya. maha suci allah pada pagi dan petang, tidak ada tuhan melainkan allah dan tidak ada yang kami sembah kecuali hanya allah, dengan ikhlas kami beragama kepadanya, walaupun orang-orang kafir membenci. tidak ada tuhan melainkan allah sendirinya, benar janjinya, dan dia menolong hambanya, dan dia mengusir musuh nabinya dengan sendirinya, tidak ada tuhan melainkan allah, allah maha besar allah maha besar dan baginya segala puji.”

Ucapan Selamat Idul Fitri

Jika kita memasuki akhir bulan Ramadhan akan disibukan dengan kartu ucapan, broadcast untuk mengucapkkan selamat Idul Fitri, seraya meminta maaf agar kesalahan yang lampau termaafkan. Bagaimana kita mengucapkan selamat hari raya Idul fitri yang benar?

Baca Juga:  Filosofi Shalat Berjamaah dalam Kepemimpinan dan Hidup Bernegara

Terjemahan secara langsung untuk ungkapan selamat atau tahniah tidak ditemukan dalam literasi Islam. Ungkapan selamat yang paling mendekatau berasal Tradisi Sahabat yang diketahui melalui riwayat-riwayat mutabar. Sering kali kita mendengar atau membaca ucapan selamat Idul Fitri ucapannya adalah;

تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْ كُمْ،(اَوْ زَادَ) تَقَبَّلْ يَا كَرِيْمُ وَجَعَلَنَا لَهُ وَاِيَّاكُمْ مِنَ الْعَائِدِيْنَ وَالْفاَئِزِيْنَ (اَوْزَادَ) وَالْمَقْبُوْلِيْنَ كُلُّ عَامٍ وَاَنْتُمْ بِخَيْرٍ

Transliterasi; Taqabbalallaahu Minnaa wa Minkum Taqabbal yaa Kariim, wa Jaalanaallaahu wa iyyaakum minal aaidin wal faaiziin wal maqbuulin kullu ammin wa antum bi khair

Artinya;  Semoga Allah menerima (amal ibadah Ramadhan) kami dan kamu. Wahai Allah Yang Maha Mulia, terimalah! Dan semoga Allah menjadikan kami dan kamu termasuk orang-orang yang kembali (Fitrah) dan orang-orang yang menang serta diterima (amal ibadah). Sepanjang tahun semoga kamu senantiasa dalam kebaikan.

Salah kaprah yang terjadi dikalangan kita adalah menganggap ucapan Selamat Idul Fitri dengan mengucap Minal Aaidin wal Faaiziin bermakna Mohon Maaf Lahir Batin. Pemaknaan yang jauh dari kata benar secara makna harfiah.

Akan tetapi, kesalahan yang membawa faidah baik untuk mempererat tali persaudaraan sesama Muslim. Kebiasaan saling berjabat tangan dan sungkem dalam tradisi Nusantara seyogyanya menjadi tradisi yang  baik untuk dilanjutkan. Ash-shawabu Minallah.

Mohammad Mufid Muwaffaq