Catatan Sejarah Kasus Korupsi di Zaman Rasul SAW

korupsi di zaman rasul

Pecihitam.org Dalam catatan sejarah setidaknya pernah terjadi empat kali kasus korupsi di zaman Rasul SAW, yaitu pertama, kasus Rasulullah yang dituduh penggelapan oleh sebagian pasukan perang Uhud. Kedua, kasus penggelapan mantel oleh budak bernama Mid’am atau Kirkirah. Ketiga, kasus seseorang yang menggelapkan perhiasan seharga 2 dirham. Keempat, ialah kasus hadiah (gratifikasi) bagi petugas pemungut zakat di kampung Bani Sulaim, bernama Ibn al-Lutbiyyah.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Daftar Pembahasan:

Penggelapan di Perang Uhud

Mengenai kasus pertama tuduhan korupsi di zaman Rasulullah, yaitu ghulul atau penggelapan yang dituduhkan oleh sebagian pasukan perang Uhud terhadap baginda Nabi SAW, Allah berfirman di dalam surat Ali Imran ayat 161:

وَمَا كَانَ لِنَبِيٍّ أَنْ يَغُلَّ ۚ وَمَنْ يَغْلُلْ يَأْتِ بِمَا غَلَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۚ ثُمَّ تُوَفَّىٰ كُلُّ نَفْسٍ مَا كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ

Menurut ulama ahli tafsir dan ahli sejarah, ayat ini turun berkaitan dengan kasus yang terjadi saat perang Uhud tahun ke-2 Hijriah. Kala itu pasukan kaum muslimin menderita kekalahan sangat tragis, para pasukan panah berbondong-bondong turun dari bukit Uhud untuk ikut berebut harta rampasan perang.

Padahal Rasulullah SAW sejak semula sudah berpesan jangan sekali-kali meninggalkan bukit Uhud. Apa pun yang terjadi, kata beliau, menang atau kalah, jangan sekali-kali meninggalkan posisi bukit Uhud, agar kita bisa melindungi atau membentengi bala tentara yang berada di bagian bawah bukit, termasuk Nabi SAW sendiri yang kala itu menjadi panglima perang.

Namun mereka melanggar perintah Nabi SAW, bahkan mencurigai Nabi SAW akan menggelapkan harta rampasan perang yang tampak sangat banyak oleh mereka. Mengetahui pasukan pemanah turun dari bukit Uhud, kemudian beliau Rasulullah bersabda:

ظَنَنْتُمْ أَنَّا نَغُلَّ وَلَا نُقْسِمُ لَكُمْ ” فَأَنْزَلَ اللهُ هَذِهِ الآيَة

“Kalian pasti mengira bahwa kami akan melakukan ghulul, korupsi terhadap ghanimah (harta rampasan perang) dan tidak akan membagikannya kepada kalian!” Pada saat itulah turun Surat Ali Imran ayat 161.

Korupsi Harta Rampasan Perang

Kasus kedua ialah, korupsi oleh seorang budak bernama Mid’am atau Kirkirah. Dia seorang budak yang dihadiahkan untuk Nabi SAW. Kemudian, Nabi SAW mengutusnya untuk membawakan sejumlah harta ghanimah atau hasil rampasan perang. Tiba-tiba didalam sebuah perjalanan didaerah wadil qura, Mid’am atau Kirkirah, terkena bidikan nyasar sebuah anak panah menusuk lehernya hingga dia tewas. Para sahabat Nabi kaget. Mereka serentak mendoakan sang budak semoga masuk surga. Di luar dugaan, Rasulullah SAW tiba-tiba bersabda bahwa dia tidak akan masuk surga.

كَلَّا وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ ، إِنَّ الشَّمْلَةَ الَّتِي أَخَذَ يَوْمَ خَيْبَرَ مِنَ الْمَغَانِمِ لَمْ تُصِبْهَا الْمَقَاسِمُ لَتَشْتَعِلُ عَلَيْهِ نَارًا فَلَمَّا سَمِعَ ذَلِكَ النَّاسُ ، جَاءَ رَجُلٌ بِشِرَاكٍ ، أَوْ بِشِرَاكَيْنِ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : شِرَاكٌ مِنْ نَارٍ ، أَوْ شِرَاكَانِ مِنْ نَارٍ

Baca Juga:  Sejarah dan Proses Penerjemahan Al-Qur’an di Indonesia

“Tidak demi Allah, yang diriku berada di tanganNya, sesungguhnya mantel yang diambilnya pada waktu penaklukan Khaibar dari rampasan perang yang belum dibagi akan menyulut api neraka yang akan membakarnya. Ketika orang-orang mendengar pernyataan Rasulullah itu ada seorang lelaki datang kepada Rasulullah SAW membawa seutas tali sepatu atau dua utas tali sepatu. Ketika itu, Rasulullah SAW mengatakan: seutas tali sepatu sekalipun akan menjadi api neraka.” (HR. Abu Dawud).

Pelajaran yang bisa diambiladalah, korupsi sebuah mantel (شَمْلَة) dan seutas tali sepatu (شِرَاكٌ) saja, kata Rasul SAW, pasti akan masuk neraka. Apalagi, korupsi yang terjadi pada zaman ini, dengan cara dan jumlah yang begitu besar, dampak yang luas, korupsi yang tersruktur dan sistemik, akan mendapatkan balasan yang lebih pedih lagi.

Korupsi Perhiasan Seharga 2 Dinar

Kasus korupsi di zaman Rasul yang ketiga ialah kasus seorang yang menggelapkan perhiasan seharga 2 dirham. Hal ini dijelaskan dalam hadits riwayat Abu Dawud:

أَنَّ رَجُلًا مِنْ أَشْجَعَ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تُوُفِّيَ يَوْمَ خَيْبَرَ فَذُكِرَ ذَلِكَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ صَلُّوا عَلَى صَاحِبِكُمْ فَتَغَيَّرَ وُجُوهُ النَّاسِ مِنْ ذَلِكَ فَقَالَ إِنَّ صَاحِبَكُمْ غَلَّ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَفَتَّشْنَا مَتَاعَهُ فَوَجَدْنَا خَرَزًا مِنْ خَرَزِ يَهُودَ مَا يُسَاوِي دِرْهَمَيْنِ

Ada seorang sahabat Nabi yang meninggal dunia pada waktu terjadi peristiwa penaklukan Khaibar. Hal ini dibicarakan oleh mereka hingga sampai didengar Rasulullah SAW. Beliau bersabda: “Shalatkanlah saudara kalian ini.” Pada saat itu raut muka orang-orang berubah (karena keheranan dengan perintah Rasulullah). Rasulullah SAW mengatakan, “Sungguh saudaramu ini menggelapkan harta rampasan perang di jalan Allah.” Saat itu juga,kemudian kami memeriksa harta bawaannya dan ternyata kami menemukan perhiasan (manik-manik atau permata) orang Yahudi yang harganya tidak mencapai dua dirham (HR. Abu Dawud).

Perintah Rasulullah SAW (shalatkanlah saudara kalian ini) adalah isyarat bahwa Rasulullah SAW tidak berkenan menyalati jenazah seorang penggelap harta (koruptor). Imam an-Nawawi mengatakan :

وَأَنَّ أَهْلَ اْلفَضْلِ لَا يُصَلُّوْنَ عَلَى الفُسَّاقِ زَجْرًا لَهُمْ

“… dan orang baik seyogyanya tidak perlu ikut menyalati orang yang fasik agar menjadi pelajaran dan mencegah bagi yang lain agar tidak meniru menjadi fasiq.”

Korupsi Petugas Zakat

Kasus korupsi berikutnya yang masih di zaman Rasul adalah korupsi Abdullah bin al-Lutbiyyah (atau Ibn al-Atbiyyah), petugas pemungut zakat di Bani Sulaim. Kasus ini terjadi pada tahun 9 H. Sebagai orang yang diangkat untuk bertugas memungut zakat, ia menjalankan tugasnya di Bani Sulaim. Sekembalinya dari bertugas, Ibn al-Lutbiyyah melaporkan hasil penarikan zakat yang diperolehnya dan beberapa yang dia anggap sebagai hadiah untuknya (sebagai petugas).

Baca Juga:  KH Abdul Manan dan Sekilas Sejarah Berdirinya Nahdlatul Ulama di Banyuwangi

Ibnu al-Lutbiyyah berkata kepada Rasulullah SAW, “Ini adalah hasil pungutan zakat untukmu (Rasulullah/Negara); dan yang ini hadiah untuk saya.” Mendengar laporan ini, Rasulullah SAW menolak hadiah yang diperoleh saat seseorang menjadi petugas. Rasulullah SAW bersabda, “Jika kamu duduk saja di rumah bapak dan ibumu, apakah hadiah itu akan datang sendiri untuk kamu?” Kemudian, Rasulullah SAW langsung naik mimbar berpidato di hadapan orang banyak untuk memberitahukan ke publik tentang peristiwa ini.

Hadits mengenai kasus korupsi oleh Ibn al-Lutbiyyah ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dengan redaksi Imam Muslim sebagaimana berikut :

عَنْ أَبِي حُمَيْدٍ السَّاعِدِيِّ قَالَ: اسْتَعْمَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلًا مِنْ الْأَزْدِ عَلَى صَدَقَاتِ بَنِي سُلَيْمٍ يُدْعَى ابْنَ الْأُتْبِيَّةِ فَلَمَّا جَاءَ حَاسَبَهُ قَالَ هَذَا مَالُكُمْ وَهَذَا هَدِيَّةٌ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَهَلَّا جَلَسْتَ فِي بَيْتِ أَبِيكَ وَأُمِّكَ حَتَّى تَأْتِيَكَ هَدِيَّتُكَ إِنْ كُنْتَ صَادِقًا ثُمَّ خَطَبَنَا فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ ثُمَّ قَالَ أَمَّا بَعْدُ فَإِنِّي أَسْتَعْمِلُ الرَّجُلَ مِنْكُمْ عَلَى الْعَمَلِ مِمَّا وَلَّانِي اللَّهُ فَيَأْتِي فَيَقُولُ هَذَا مَالُكُمْ وَهَذَا هَدِيَّةٌ أُهْدِيَتْ لِي أَفَلَا جَلَسَ فِي بَيْتِ أَبِيهِ وَأُمِّهِ حَتَّى تَأْتِيَهُ هَدِيَّتُهُ إِنْ كَانَ صَادِقًا وَاللَّهِ لَا يَأْخُذُ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنْهَا شَيْئًا بِغَيْرِ حَقِّهِ إِلَّا لَقِيَ اللَّهَ تَعَالَى يَحْمِلُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَلَأَعْرِفَنَّ أَحَدًا مِنْكُمْ لَقِيَ اللَّهَ يَحْمِلُ بَعِيرًا لَهُ رُغَاءٌ أَوْ بَقَرَةً لَهَا خُوَارٌ أَوْ شَاةً تَيْعَرُ

Dari Abi Humaid as-Sa’idi ra (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah SAW mengangkat seorang lelaki dari suku al-Azd bernama Ibn al-Lutbiyyah untuk menjadi pejabat pemungut zakat di Bani Sulaim. Saar dia datang (menghadap Rasul SAW untuk melaporkan hasil pemungutan zakat) beliau memeriksanya. Ia berkata: “Ini harta zakatmu (Nabi/Negara), dan yang ini adalah hadiah (yang diberikan kepadaku).” Lalu Rasulullah SAW bersabda, “jika engkau memang benar, maka apakah kalau engkau duduk di rumah ayahmu atau di rumah ibumu hadiah itu datang kepadamu?”

Kemudian Nabi SAW berpidato mengucapkan tahmid dan memuji Allah, lalu berkata: “Selanjutnya saya mengangkat seseorang di antaramu untuk melakukan tugas yang menjadi bagian dari apa yang telah dibebankan Allah kepadaku. Lalu, orang tersebut datang dan berkata: “ini hartamu (Rasulullah /Negara) dan ini adalah hadiah yang diberikan kepadaku.” Jika ia memang benar, maka apakah kalau ia duduk saja di rumah ayah dan ibunya hadiah itu juga datang kepadanya? Demi Allah begitu seseorang mengambil sesuatu dari hadiah tanpa hak, maka nanti di hari kiamat ia akan menemui Allah dengan membawa hadiah (yang diambilnya itu), lalu saya akan mengenali seseorang dari kamu ketika menemui Allah itu ia memikul di atas pundaknya unta (yang dulu diambilnya) melengkik atau sapi melenguh atau kambing mengembik… (HR. al-Bukhari dan Muslim dan teks dari Muslim).

Tindakan Nabi berpidato di hadapan publik membicarakan ketidakbenaran yang dilakukan oleh bawahannya ini dapat dikatakan bahwa Nabi SAW mempublikasikan tindakan koruptor di media massa atau tempat umum agar menjadi pembelajaran bagi publik, dan agar seorang koruptor dan keluarganya malu dan jera dari tindakan korupsinya.

Baca Juga:  Sejarah Penyusunan Kitab Tafsir Depag RI (Departemen Agama Republik Indonesia)

Pratik korupsi yang banyak terjadi di Indonesia sekarang ini termasuk masuk dalam jenis jarimah ta’zir. Meskipun hanya masuk ke dalam kategori jarimah ta’zir, akan tetapi bahaya dan efek negatifnya lebih besar daripada merampok dan mencuri. Dengan demikian, bentuk hukuman ta’zirnya dapat berupa pidana pemecatan, pidana penjara, pidana penjara seumur hidup, dan bahkan bisa berupa pidana mati. Untuk menindak pelaku korupsi, bisa juga diambil dari jarimah hirabah. Tindak pidana ini disebutkan dalam QS. Al-Maidah ayat 33 dengan sanksi hukuman mati, disalib, dipotong tangan dan kaki secara silang atau diasingkan, sebagai berikut:

إِنَّمَا جَزَاءُ الَّذِينَ يُحَارِبُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَسْعَوْنَ فِي الْأَرْضِ فَسَادًا أَنْ يُقَتَّلُوا أَوْ يُصَلَّبُوا أَوْ تُقَطَّعَ أَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ مِنْ خِلَافٍ أَوْ يُنْفَوْا مِنَ الْأَرْضِ ذَٰلِكَ لَهُمْ خِزْيٌ فِي الدُّنْيَا ۖ وَلَهُمْ فِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ

“Sesungguhnya pembalasan kepada orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Hal itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar.”

Demikianlah, sejarah praktik korupsi sudah ada sejak lama dan ternyata juga terjadi di zaman Rasul SAW. Korupsi menjadi perbuatan yang sangat dibenci dan dikecam, termasuk oleh Rasulullah. Nabi bersikap sangat tegas kepada para “pejabat” bawahannya agar dalam bertugas selalu adil, jujur, dan amanah. Tidak boleh “aji mumpung”, mumpung sedang menjabat, mumpung sedang memiliki kewenangan, mumpung sedang diberi kepercayaan, lalu mengkorupsi harta milik publik. Korupsi berakar dari rendahnya sikap empati terhadap orang lain dan ketidakjujuran. Oleh karennya, sekecil apappun dua sifat tercela ini wajib kita musnahkan dari diri. Wallahua’alam Bisshawab.

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *