Mengenal Fazlur Rahman dan Gagasan Neo Modernisme Islam

neo modernisme islam

Pecihitam.org – Fazlur Rahman merupakan salah satu pemikir muslim yang penting pada abad ke-20. Ia lahir pada 19 September 1919 di Pakistan. Ia berasal dari keluarga yang alim dan ia sudah hafal al-Qur’an sejak usia 10 tahun. Ia bersekolah di sebuah dar al-ulum, sebuah lembaga pendidikan seperti pesantren di Indonesia.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Setelah menyelesaikan pendidikannya di sana, Fazlur Rahman kemudian melanjutkan kuliah di Universitas Oxford dengan mengambil jurusan Filsafat Islam dan Filsafat Yunani. Di sana ia belajar di bawah bimbingan S. van den Berg dan H.A.R. Gibb dan menyelesaikan studinya dengan penelitian disertasi tentang psikologi Ibn Sina.

Suatu waktu setelah kelulusannya dari Oxford dan sempat bekerja selama kisaran sepuluh tahun di Barat, ia diminta oleh Perdana Menteri Pakistan Ayyub Khan untuk pulang ke tanah air dan memimpin lembaga yang prestisius bernama Institute of Islamic Research.

Kontroversi pemikirannya dimulai di sini, saat ia pulang ke tanah airnya. Di sana, ternyata gagasan-gagasan pembaharuannya tidak diterima oleh kalangan Islam yang mapan di Pakistan. Karena disalah-pahami dan tidak diterima di Pakistan, akhirnya Fazlur Rahman melanjutkan karir intelektualnya sebagai guru besar pemikiran Islam di Universitas Chicago, Amerika Serikat.

Baca Juga:  Prof Nasaruddin Umar, Santri Bugis yang Menjadi Tokoh Nasional

Greg Barton, seorang Indonesianis penulis biografi Gus Dur, melalui risetnya Neo-Modernism: A Vital Synthesis of Tradisionalist and Modernist Islamic Taught in Indonesia (1995) menuturkan bahwa Fazlur Rahman merupakan seorang penggagas pembaharuan pemikiran yang disebut neo-modernisme Islam.

Neo-modernisme merupakan sebuah usaha lanjutan yang meneruskan upaya modernisasi dalam pemikiran Islam semasa Muhammad Abduh. Modernisasi Abduh yang merupakan sebuah kritik terhadap kemandegan tradisi pemikiran Islam pada masa abad pertengahan dan mengalami puncak kemandegannya semasa revivalisme atau pemurnian Islam oleh ulama’-ulama’ wahabi generasi awal.

Namun, sayangnya upaya modernisasi Islam Abduh itu terkubur lagi dengan munculnya gerakan neo-revivalisme Islam yang dipelopori oleh kaum wahabi modern seperti Muhammad bin Abdul Wahhab di Arab Saudi.

Baca Juga:  Abu Musa Al Asy'ari, Sahabat yang Indah dan Merdu Suaranya Ketika Membaca Al-Qur'an

Pemurnian Islam yang dikembangkan kaum neo-revivalis Islam itu sangat menghambat perkembangan intelektualisme dalam Islam. Kaum neo-revivalis menjadikan Islam ajaran yang dogmatis, skriptualis, dan memahami segala sesuatu serba hitam-putih.

Kemandegan pemikiran Islam di tangan kaum puritan itu hendak dicarikan solusi oleh Fazlur Rahman untuk membangun Islam agar kembali kedalam jalur intelektualisme yang kontekstual dengan kondisi zaman modern.

Neo-modernisme Fazlur Rahman berusaha menggabungkan tradisi Islam klasik dan mengkombinasikannya dengan unsur-unsur terbaik dari modernisme agar dapat menghasilkan sintesa antara Islam klasik dengan pemikiran Barat modern.

Dengan cara itulah diharapkan kebenaran utama Islam dapat dihargai kembali dan diterapkan dengan lugas serta kreatif pada masyarakat modern dan dengan demikian akan menghasilkan spiritualitas yang lebih dalam dan lebih halus dan juga Islam yang penuh keramahan dan toleran.

Gagasan-gagasan noe-modernisme Fazlur Rahman ini juga berpengaruh terhadap banyak intelektual muslim Indonesia, khususnya murud-muridnya di Universitas Chicago. Diantara mereka antara lain: Nurcholish Madjid, Ahmad Syafi’i Ma’arif, Amien Rais, dan Mulyadhi Kertanegara.

Baca Juga:  Perbedaan Silsilah Nabi Muhammad Menurut Para Ulama dan Komentar Mereka Tentang Islam

Diantara murid-muridnya itu; Nurcholish Madjid, Syafi’i Ma’arif, dan Mulyadhi Kertanegara masih cukup setia dengan gagasan-gagasan neo-medernisme sang guru. Berbeda dengan tiga murid itu, Amien Rais meski intelek namun sikap-sikap intelektual dan politiknya lebih dekat dengan Islamisme, sebuah tendensi keislaman yang justru dikritik oleh Fazlur Rahman.

Demikianlah potret mini biografi dan pemikiran dari seorang pembaharu pemikiran Islam asal Pakistan, bernama Fazlur Rahman. Pijar-pijar neo-modernismenya sangat berpengaruh dalam dinamika intelektualisme Islam di Indonesia dan dunia. Wallahua’lam