Feminisme dan Logical Fallacy

Feminisme dan Logical Fallacy

Pecihitam.org – Sebenarnya apa yang dimaksud dengan feminisme? Mungkinkah banyak terjadi gagal paham (logical fallacy) dalam menelaah problematika feminisme dalam realitas di dunia ini?

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Banyak sekali sudut pandang yang menilai wanita berada jauh secara strata sosial di bawah pria. Bagaimana bisa begitu? Ya, hal ini dikarenakan banyak kaum hawa yang merasa dipandang sebelah mata oleh kaum adam baik dari segi sosial, politik, budaya, ekonomi, ruang publik bahkan agama sekalipun.

Eksistensi Feminisme secara global telah ada sejak abad ke-19 hingga memasuki abad ke-20, bahkan di Indonesia sendiri feminisme telah menjamur sejak abad ke-19.

Meskipun kata feminisme sendiri berasal dari Barat dan dipandang sebagai ajaran sekuler sehingga membuat feminisme bermakna bias. Maksudnya bahwa feminisme yang sebenarnya ideologi yang positif karena mengangkat derajat kaum hawa , justru dipandang akan mejatuhkan derajat kaum adam.

Apakah benar emansipasi wanita sama dengan feminisme? Apa bisa wanita setara dengan pria dalam berbagai hal? Sebagai masyarakat Indonesia jelas emansipasi wanita telah di gaungkan sejak kelahiran sosok wanita bernama RA. Kartini yang namanya tidak pernah lekang dimakan oleh waktu sebab jasanya sangat banyak terutama bagi kaum wanita di Indonesia.

RA. Kartini memberi berbagai kemajuan wanita Indonesia dari segala bidang kehidupan dengan prinsip menegakkan kesetaraan gender seperti persoalan pendidikan.

Baik emansipasi maupun feminisme, keduanya sama-sama memperjuangkan hak kaum wanita sehingga tidak mudah untuk dimanipulasi haknya secara sepihak.

Baca Juga:  Inilah Perbedaan Walisongo dan Walinya Muhammad ibn Abdul Wahab

Gerakan feminimitas dan maskulinitas memberi gebrakan tersendiri bagi keseimbangan tatanan kehidupan yang melibatkan gender. Feminisme sendiri merupakan upaya untuk berkolaborasi dalam tatanan masyarakat yang adil gender.

Prinsip utama feminisme adalah menyetarakan hak bagi setiap gender terutama kaum feminis yang non-maskulin. Bagian dari feminisme sendiri bukan hanya kaum wanita.

Banyak kegagalan pemahaman mengenai feminisme yang berakhir pada pandangan bahwa feminisme justru memberi peluang bagi persaingan antara kedua pihak baik pria maupun wanita.

Seperti yang kita lihat pada tatanan hukum, politik, sosial, budaya, dan ekonomi. Namun dalam konteks agama, wanita masih memiliki keterikatan yang kuat terhadap aturan-aturan sehingga kecil sekali kemungkinan untuk bersaing.

Banyak sekali contoh kekejaman terhadap hak kaum wanita seperti wanita tidak boleh berpendidikan terlalu tinggi karena wanita nantinya hanya akan mengurus suami dan anak-anak saja. Wanita juga selalu menjadi yang terakhir dalam memberikan pendapat di publik.

Wanita juga sering kali hanya menjadi pelampiasan emosional oleh para kaum pria sehingga banyak terjadi kekerasan baik fisik maupun mental.

Lalu bagaimana mungkin wanita hanya akan diam melihat haknya dicabut secara paksa? Hal itulah yang membuat feminisme selalu mengakar pada setiap perputaran zaman.

Gerakan feminisme akan selalu menguat selama terjadi pertikaian dalam problematika gender. Prinsip dasar feminisme adalah bagaimana menempatkan dirinya dalam segala kondisi di ruang publik yang mencakup ekspresi, identitas dan peran.

Baca Juga:  Perbedaan Salaf, Salafi, dan Salafiyah Yang Wajib Anda Tahu

Sebenarnya gerakan feminisme justru membangkitkan semangat hidup kaum wanita di Indonesia sebab perputaran budaya dan zaman membentuk pribadi yang harus mampu bersaing tanpa memandang gender.

Salah satunya adalah budaya patriarki yang membentuk dominasi kaum pria untuk memiliki berbagai posisi penting dalam ranah hukum, politik, ekonomi, maupun sosial.

Hal ini membuat eksistensi feminisme mampu memberi perubahan bagi kaum wanita dan gender non-maskulin sehingga diakui keberadaannya sebagai seutuhnya manusia. Dengan begitu mereka akan mampu survive dalam segala kondisi yang melibatkan gender sekalipun.

Bagaimana Islam memandang feminisme? Apa sajakah dampak yang ditimbulkan pada lingkungan? Islam menjadikan wanita sebagai makhluk yang berharga dan mulia.

Hak wanita sangat dilindungi dalam Islam, seperti adanya pernikahan justru mengangkat derajat kaum hawa. Hal ini sejalan dengan tujuan dari feminisme yakni kesetaraan gender. Meskipun begitu tetap saja berbagai aturan tetap mengikat.

Namun terkadang ada saja kaum adam yang menyalahgunakan kekuasaannya sebagai pemimpin dalam rumah tangga dan mendominasi. Kaum adam yang memanipulasi haknya dan mendominasi namun meninggalkan kewajibannya sebagai suami dan justru merenggut hak para istri.

Adanya feminisme diharapkan akan mampu menyeimbangkan hak dan kewajiban dari kedua belah pihak, baik suami dengan hak serta kewajibannya begitupun sebaliknya dengan istri.

Sudut pandang lainnya memandang bahwa eksistensi dari feminisme hanya akan memberikan kelonggaran terhadap kebencian para wanita kepada para pria.

Baca Juga:  Gus Dur dan Warisan Pribumisasi Islam

Feminisme dipandang membuat persaingan pada pria dan wanita, sehingga membentuk identitas dan kepribadian di luar pada umumnya. Semisal saja meskipun wanita bekerja dan mencari nafkah dalam konteks rumah tangga tetap saja pria berada satu tingkat di atas wanita.

Hal itu tidak bisa begitu saja disetarakan, karena sebenarnya bukan permasalahan mengenai persaingan tapi pemenuhan kebutuhan yakni memenuhi hak dan kewajiban masing-masing.

Para wanita merasa mampu melakukan segala hal tanpa pria, semisal bekerja atau mencari nafkah, mengurus anak dan sebagainya. Namun miss-perception itu justru membuat jarak bagi keduanya untuk saling berkontribusi dan berkolaborasi dalam tatanan sosial.

Logical fallacy yang marak terjadi dalam memahami feminisme akan terus ada, karena eksistensi gender selalu memberi dominasi dalam momen yang berbeda-beda. Hal ini juga yang membuat adanya tatanan sosial yang ketat dengan sarat dan aturan yang berlaku di dalamnya.

Maka dari itu, alangkah baiknya baik wanita maupun pria berusaha menempatkan posisi mereka dengan bijaksana supaya tidak terjadi ketimpangan dalam berbagai sisi kehidupan.

Indriani Pratami
Latest posts by Indriani Pratami (see all)