Hadis Kepengurusan Perempuan dalam Berbagai Hal, Bagaimanakah Penjelasannya?

Hadis Kepengurusan Perempuan dalam Berbagai Hal, Bagaimanakah Penjelasannya?

PeciHitam.org – Di zaman Rasulullah, kaum perempuan sudah turut dilibatkan dalam berbagai macam aspek pekerjaan. Peran yang paling menonjol terutama dalam aspek pendidikan atau memberi fatwa.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Ummahat al-Mukminin, Aisyah mempersilahkan kepada orang yang ingin mendalami sunnah Rasulullah saw. Bahkan sebagian mereka turut serta dalam jihad di jalan Allah dan ikut berperang yang dipimpin oleh Rasulullah saw.

Ajakan Aisyah ra ini mendapatkan sambutan baik oleh beberapa shahabat perempuan misalnya, Nasibah binti Ka’ab ikut serta dalam perang Uhud, Aminah binti Qaysh al-Ghifariyah dan Ablat Bila’ Khusna ikut dalam perang Khaybar, Ummu ‘Atiyah al-Ansariyah dan al-Rabi’ah binti Mas’ud yang ikut dalam peperangan lainnya.

Pada masa Khalifahpun perempuan memiliki peran penting. Khalifah Umar bin al-Khattab pernah mengangkat al-Shifa’ binti Abdillah sebagai pengawas keuangan yang merupakan tugas penting bagi negara.

Namun demikian, ternyata ada juga hadis yang seolah meremehkan peran perempuan, seperti yang disebutkan al-Bukhari dari Abu Bakrah:

لن يفلح قوم ولو امرهم امرءة

“Siapa yang menyerahkan urusanya kepada kaum perempuan, mereka tidak akan mendapatkan kemakmuran.”

Hadis di atas dapat kita temui dalam Kitab Musnad Ahmad Hanbal (juz V), Shahih al-Bukhari (juz IV) dan al-Nasa’i (juz IV). Menurut al-Ghazali dalam kitabnya al-Sunnah al-Nabawiyah bayn al-Fiqh wa al-Hadis dinilai shahih dari sisi matannya.

Baca Juga:  Analisis Tentang Kesetaraan Gender Perspektif Sejarah Islam Periode Pertengahan dan Modern

Sedangkan dari sisi sanadnya tergolong hadis ahad yang sebagian orang meragukan autentitasnya. Namun perlu digarisbawahi bahwa hadis tersebut merupakan komentar Nabi atas situasi yang terjadi di Persia. Jadi tidak bisa diperlakukan secara umum.

Dari segi perawi hadis, memilki sifat dapat dipercaya, dan dalam menuturkan hadis itu dengan penerimanya (mata rantai perawinya bersambung atau pernah bertemu). Hadis tersebut diriwayatkan oleh Abu Bakrah saja dan diturunkan kepada dua orang, yaitu Abdur Rahman bin Jausan (menantunya) dan al-Hasan.

Adapun usaha pembacaan ulang terhadap hadis tentang kepengurusan perempuan, dalam surat al-Taubah ayat 7 mengemukakan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki kewajiban melakukan kerjasama dalam berbagai bidang kehidupan, termasuk bidang politik.

Hal senada juga terungkap dalam surat an-Nisa’ ayat 124 yang menyebutkan bahwa Allah telah menciptakan laki-laki dan perempuan memiliki kemampuan yang sama untuk mengerjakan amal-amal saleh dalam berbagai segi kehidupan.

Dan mereka akan mendapatkan hasil atau balasan yang sama. Dalam ayat tersebut tampak jelas bahwa Islam memilki konsep keadilan jender dan tidak mengenal diskriminasi.

Baca Juga:  Meluruskan Masalah Taqlid yang Dianggap Haram oleh Sebagian Kalangan

Perlu diketahui juga bahwa peristiwa yang melatarbelakangi lahirnya hadis tersebut adalah wafatnya Kisra Persia dan diangkatnya anak perempuannya yang bernama Buran menggantikan Ayahnya.

Kerajaan Persia saat itu sedang dihadapkan pada tantangan yang berat, yaitu kerajaan Romawi yang menyerbu wilayah Persia dan berhasil menguasai beberapa daerah. Di samping situasi kerajaan yang kacau, diperkirakan Buran tidak memiliki kemampuan untuk memimpin kerajaan besar seperti Persia.

Penuturan tentang kondisi Persia itu disampaikan oleh Abdullah bin Hadhafah yang baru pulang dari Persia. Ketika mendengar berita itu, Rasulullah mengomentari melalui sabdanya tersebut di atas.

Di sini terlihat adanya peristiwa tertentu yang menyebabkan lahirnya hadis tersebut. Dengan demikian, apabila dihubungkan dengan hal ini, sabda Rasulullah tersebut tidak berlaku untuk perempuan umum tetapi kondisional.

Hadis ini juga pernah digunakan dalam konflik antara Ali bin Abi Thalib dan Aisyah yang menyebabkan terbunuhnya Utsman bin Affan. Puncak konfliknya pecah dalam peristiwa perang Jamal.

Abu Bakrah cenderung memihak kepada Ali bin Abi Thalib yang pada waktu itu berhasil mengalahkan ‘Aisyah dan menguasai kota Basrah. Dalam hal ini perlu ditekankan bahwa hadis tersebut sejatinya memang tidak berlaku umum dan kemunculannya pun diwarnai oleh kepentingan tertentu.

Baca Juga:  Melirik Corak Tasawuf Di Tubuh Muhammadiyah Yang Tak Dimiliki Wahabi

Namun demikian seperti apa yang telah kita bahas di atas, dapat dipahami bahwa perempuan juga berhak memperoleh peluang untuk memerankan dan memosisikan diri mereka setara dengan laki-laki, baik sebagai pemimpin, hakim, ulama dan lain-lain.

Itulah pembahasan mengenai hadis tentang kepengurusan perempuan yang perlu kita kietahui sebagai khazanah dan pengetahuan baru bagi kita semua.

Mohammad Mufid Muwaffaq