Hadits Shahih Al-Bukhari No. 197-198 – Kitab Wudhu

Pecihitam.org – Hadits Shahih Al-Bukhari No. 197-198 – Kitab Wudhu ini, Imam Bukhari memberi hadis ini dengan judul “Mengusap Bagian Atas Sepasang Sepatu” kedua Hadis ini menyebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengusap sorban dan sepasang sepatunya. Keterangan hadist dikutip dan diterjemahkan dari Kitab Fathul Bari Jilid 2 Kitab Wudhu. Halaman 237-239.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Hadits Shahih Al-Bukhari No. 197

حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيْمٍ قَالَ حَدَّثَنَا شَيْبَانُ عَنْ يَحْيَى عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ جَعْفَرِ بْنِ عَمْرِو بْنِ أُمَيَّةَ الضَّمْرِيِّ أَنَّ أَبَاهُ أَخْبَرَهُ أَنَّهُ رَأَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَمْسَحُ عَلَى الْخُفَّيْنِ وَتَابَعَهُ حَرْبُ بْنُ شَدَّادٍ وَأَبَانُ عَنْ يَحْيَى

Terjemahan: Telah menceritakan kepada kami [Abu Nu’aim] berkata, telah menceritakan kepada kami [Syaiban] dari [Yahya] dari [Abu Salamah] dari [Ja’far bin ‘Amru bin Umayyah Al Dlamri], bahwa [Bapaknya] mengabarkan kepadanya, bahwa ia pernah melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengusap sepasang sepatunya.” Hadits ini diperkuat oleh [Harb bin Syaddad] dan [Aban] dari [Yahya].

Hadits Shahih Al-Bukhari No. 198

حَدَّثَنَا عَبْدَانُ قَالَ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ قَالَ أَخْبَرَنَا الْأَوْزَاعِيُّ عَنْ يَحْيَى عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ جَعْفَرِ بْنِ عَمْرِو بْنِ أُمَيَّةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَمْسَحُ عَلَى عِمَامَتِهِ وَخُفَّيْهِ وَتَابَعَهُ مَعْمَرٌ عَنْ يَحْيَى عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ عَمْرٍو قَالَ رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Terjemahan: Telah menceritakan kepada kami [‘Abdan] berkata, telah mengabarkan kepada kami [‘Abdullah] berkata, telah mengabarkan kepada kami [Al Auza’i] dari [Yahya] dari [Abu Salamah] dari [Ja’far bin ‘Amru bin Umayyah] dari [Bapaknya] ia berkata, “Aku melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengusap sorban dan sepasang sepatunya.” Hadits ini diperkuat oleh [Ma’mar] dari [Yahya] dari [Abu Salamah] dari [‘Amru] berkata, “Aku melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.”

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 373-375 – Kitab Shalat

Keterangan Hadis: عَلَى عِمَامَته وَخُفَّيْهِ (Di atas sorbannya dan kedua sepatunya) demikian yang diriwayatkan oleh Al Auza’i yang merupakan lafazh yang masyhur darinya. Lalu sebagian perawi yang menerima hadits ini dari Al Auza’i tidak menyebutkan Ja’far dalam jalur periwayatannya. Ini merupakan suatu kesalahan seperti yang dikatakan oleh Abu Hatim Ar-Razi.

Hadits ini diriwayatkan pula melalui jalur Ma’mar (Ma’mar bin Rasyid). Al Auza’i juga meriwayatkan matan (materi) hadits ini, meski jalur periwayatan keduanya berbeda. Inilah yang menjadi sebab mengapa Imam Bukhari menyebutkan lagi silsilah periwayatan ini di akhir hadits tersebut, yaitu menunjukkan bahwa pada jalur periwayatan Ma’mar tidak dicanturnkan perawi yang bemama Ja’far.

Matan (materi) hadits yang diriwayatkan melalui jalur Ma’mar disebutkan oleh Abu Dzar dalam riwayatnya, yaitu dengan perkataannya, “Beliau menyapu bagian atas sorbannya.” Kemudian ditambahkan oleh Al Kasymihani dengan lafazh, “dan kedua sepatunya.” Matan (materi) hadits Ma’mar ini tidak disebutkan dalam seluruh riwayat yang ada dalam kitab Shahih Bukhari.

Riwayat Ma’mar yang dimaksud disebutkan oleh Abdurrazzaq dalam kitabnya Al Musannaf dari Ma’mar tanpa menyebutkan kata “surban”. Akan tetapi riwayat yang sama disebutkan oleh Ibnu Mandah dalam kitab Ath-Thaharah dari jalur Ma’mar dengan mencantumkan kata tersebut.

Di sini Al Ashili mengambil sikap yang cukup ganjil sebagaimana dinukil oleh lbnu Baththal, dimana beliau berkata, “Penyebutan kata “surban” dalam hadits ini merupakan kesalahan Al Auza’i, sebab Syaiban dan selainnya telah meriwayatkan pula hadits tersebut dari Yahya tanpa menyebutkan “surban”. Sementara kita harus mengedepankan riwayat yang dinukil oleh orang banyak daripada yang dinukil oleh satu orang.” Al Ashili menambahkan, “Demikian juga lafazh hadits tersebut yang dinukil melalui jalur Ma’mar, tidak disebutkan kata “surban”. Di samping itu hadits Al Auza’i tergolong mursal (tidak disebut nama salah seorang perawmya, baik sahabat atau tabi’in), sebab Abu Salamah tidak men­dengar hadits itu langsung dari Amru.”

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 219 – Kitab Wudhu

Aku (Ibnu Hajar) katakan, “Tidak tertutup kemungkinan jika Abu Salamah telah mendengar hadits tersebut langsung dari Amru, sebab Amru meninggal di Madinah pada tahun 60 H sedangkan Abu Salamah termasuk ulama Madinah dan tidak dikenal sebagai pelaku tadlis (mengaburkan riwayat). Di samping itu, dia telah mendengar sejumlah hadits dari orang-orang yang meninggal jauh sebelum Amru.”

Telah diriwayatkan oleh Bukair bin Al Asyaj dari Abu Salamah bahwa dia mengirim Ja’far bin Amru bin Umayah kepada bapaknya untuk menanyakan hadits ini, lalu utusan itu kembali dan mengabarkan kepadanya tentang hadits itu. Tidak tertutup kemungkinan jika setelah itu Abu Salamah sempat bertemu Amru dan mendengar langsung darinya. Analisa ini diperkuat oleh besamya kemungkinan mereka bertemu di Masjid Nabawi. Di atas telah kami sebutkan bahwa Ibnu Mandah meriwayatkan hadits ini melalui jalur Ma’mar dcngan menyebutkan kata “surban”.

Andaikata benar kata “surban” hanya diriwayatkan melalui jalur Al Auza’i, namun tetap tidak layak untuk menyalahkannya. Sebab dalam kondisi demikian, kata tersebut merupakan tambahan dari seorang perawi tsiqah (terpercaya) serta tidak pula bertcntangan dengan kata yang dinukil oleh para perawi yang lebih tsiqah darinya sehingga mcsti diterima dan tidak tergolong syadz (cacat). Tidak ada alasan menolak riwayat-riwayat shahih hanya dcngan argumentasi-argumentasi yang tidak ada landasannya seperti di atas.

Selanjutnya ulama salaf berbeda pendapat mengenai makna mengusap di atas surban, sebagian mengatakan perbuatan itu dilakukan dengan tujuan menycmpumakan mcngusap di atas ubun-ubun. Pcndapat ini diisyaratkan oleh riwayat Muslim terdahulu. Adapun pendapat yang tidak memperkenankan seseorang hanya menyapu ubun-ubun saat berwudhu merupakan pendapat mayoritas ulama.

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 539-540 – Kitab Waktu-waktu Shalat

Al Khaththabi berkata, “Allah SWT telah memfardhukan meng­usap kepala, sementara hadits mengusap sorban berindikasi sejumlah kemungkinan. Untuk itu, tidak boleh ditinggalkan perkara yang telah diyakini demi mengamalkan sesuatu yang masih diragukan. Beliau menambahkan, “Menganalogikan membasuh surban dengan membasuh sepatu tidak dapat diterima, karena melepas sepatu telah menimbulkan kesulitan berbeda dengan melepas surban.”

Pandangan Al Khaththabi ini dibantah dengan mengatakan, bahwa mereka yang membolehkan menyapu surban mensyaratkan jika meng­alami kesulitan dalam melepaskannya sebagaimana melepaskan sepatu. Mereka mengatakan pula sesungguhnya kewajiban membasuh anggota wudhu ini (kepala) gugur waktu melakukan tayammum, maka boleh mengusap sesuatu yang menutupinya sebagaimana sepatu. Mereka menambahkan, bahwa ayat di atas tidak menafikan hal ini khususnya bagi mereka yang mengartikan lafazh muhtamal (mengandung beberapa kemungkinan) dcngan makna hakikat dan majaz (kiasan). Sebab seseorang yang mengatakan, “Aku mcncium kepala si fulan” dapat dibenarkan meski ia hanya mencium sesuatu yang menutupi kepala orang itu. lnilah pendapat Al Auza’ i, Ats-Tsauri ( dalam salah satu riwayat dari beliau), Ahmad, lshaq, Abu Tsaur, Thabari, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Mundzir dan selain mereka.

Ibnu Mundzir berkata, “Pendapat seperti itu telah dinukil pula dari Abu Bakar dan Umar, sementara telah diriwayatkan dari Nabi SAW bahwa beliau bersabda, ‘Jika manusia mengikuti Abu Bakar dan Umar niscaya mereka mendapat petunjuk,’ wallahu a ‘lam.”

M Resky S