Hadits Shahih Al-Bukhari No. 399 – Kitab Shalat

Pecihitam.org – Hadits Shahih Al-Bukhari No. 399 – Kitab Shalat ini, Imam Bukhari memulai hadis ini dengan judul “Menutupi Dahak di Masjid” hadis ini menjelaskan bahwa meludah didalam masjid adalah sebuah dosa, dan kafaratnya (tebusannya) adalah dengan menguburnya. Keterangan hadist dikutip dan diterjemahkan dari Kitab Fathul Bari Jilid 3 Kitab Shalat. Halaman 127-129.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ نَصْرٍ قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ عَنْ مَعْمَرٍ عَنْ هَمَّامٍ سَمِعَ أَبَا هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا قَامَ أَحَدُكُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَلَا يَبْصُقْ أَمَامَهُ فَإِنَّمَا يُنَاجِي اللَّهَ مَا دَامَ فِي مُصَلَّاهُ وَلَا عَنْ يَمِينِهِ فَإِنَّ عَنْ يَمِينِهِ مَلَكًا وَلْيَبْصُقْ عَنْ يَسَارِهِ أَوْ تَحْتَ قَدَمِهِ فَيَدْفِنُهَا

Terjemahan: Telah menceritakan kepada kami [Ishaq bin Nashr] berkata, telah menceritakan kepada kami berkata [Abdurrazaq] dari [Ma’mar] dari [Hammam] ia mendengar [Abu Hurairah] dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Jika salah seorang dari kalian berdiri shalat, maka janganlah meludah ke arah depannya sebab ia sedang berhadapan dengan Allah selagi ia berada di tempat shalatnya, dan jangan ke sebelah kanannya karena di sana ada Malaikat. Tetapi hendaklah ia meludah ke arah kiri atau di bawah kakinya, kemudian dikuburnya.”

Keterangan Hadis: (Menutupi dahak di masjid) yakni dibolehkannya perbuatan tersebut. Di bawah bab ini Imam Bukhari menyebutkan hadits Abu Hurairah melalui jalur Hammam dengan lafazh, “Apabila salah seorang di antara kamu berdiri untuk shalat“.

Kemudian di bagian akhir dikatakan, “Lalu menguburnya atau menutupinya dengan tanah”. Maka lafazh “di masjid”, dalam judul bab, sepertinya difahami Imam Bukhari dari lafazh hadits “untuk shalat” yang mana perbuatan itu khusus di masjid. Akan tetapi, sesungguhnya cakupan lafazhnya lebih luas daripada makna tersebut.

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 266 – Kitab Mandi

Ada pendapat yang mengatakan bahwa Imam Bukhari sengaja memberi judul bab sebelumnya “Kafarat Bagi Orang yang Meludah di Masjid” dan pada bab ini dengan judul, “Menutupi Dahak di Masjid”, sebagai isyarat adanya perbedaan antara orang yang sengaja meludah tanpa sebab dan inilah yang menanggung kesalahan- dengan orang yang terpaksa membuang dahak, dan inilah yang diperbolehkan untuk menutupi dahak tersebut atau melakukan hal serupa.

مَا دَامَ فِي مُصَلَّاهُ (selama masih shalat) Pengkhususan larangan ini berkonsekuensi bahwa larangan tersebut hanya berlaku pada saat shalat. Namun alasan larangan yang disebutkan terdahulu (yaitu mengganggu sesama muslim) berkonsekuensi larangan meludah di dinding masjid secara mutlak, meski bukan sedang shalat. Maka kedua hal ini dapat dikompromikan dengan mengatakan bahwa meludah dalam masjid saat shalat lebih berat kesalahannya daripada meludah di luar shalat, dan meludah pada dinding masjid di arah kiblat lebih berat kesalahannya dari pada meludah pada dinding masjid di bagian Iainnya. Kesalahan­kesalahan tersebut berbeda-beda meski sama-sama terlarang.

فَإِنَّ عَنْ يَمِينه مَلَكًا (karena malaikat berada di arah kanannya) seperti yang disebutkan bahwa secara lahiriah Iarangan ini hanya berlaku pada saat shalat. Apabila kita mengatakan bahwa yang dimaksud adalah malaikat pencatat (perbuatan manusia), maka Iarangan tersebut susah dipahami karena di arah kirinya juga terdapat malaikat yang Iain.

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 137 – Kitab Wudhu

Permasalahan ini dijawab dengan mengatakan, bahwa larangan khusus meludah ke arah kanan adalah untuk menghormati dan memuliakan malaikat yang berada di sebelah kanannya. Demikianlah yang dikatakan oleh sejumlah ulama. Sebagian ulama muta’akhirin (yang datang kemudian) menjawab, bahwa sesungguhnya shalat merupakan induk kebaikan badaniyah (fisik), sehingga tidak ada urusan bagi malaikat pencatat keburukan dalam hal ini.

Jawaban ini didukung oleh riwayat lbnu Abi Syaibah dari hadits Hudzaifah dengan jalur mauquf (tidak sampai pada Nabi SAW), dimana disebutkan وَلَا عَنْ يَمِينه ، فَإِنَّ عَنْ يَمِينه كَاتِبَ الْحَسَنَات (Janganlah meludah ke arah kanannya, karena sesungguhnya di arah kananya terdapat malaikat penulis kebaikan).

Demikian pula dalam riwayat Ath-Thabrani dari hadits Abu Umamah dikatakan, فَإِنَّهُ يَقُوم بَيْن يَدَيْ اللَّه وَمَلَكه عَنْ يَمِينه وَقَرِينه عَنْ يَسَاره (sesungguhnya ia berdiri di hadapan Allah SWT, malaikat-Nya berada di arah kirinya, sedangkan (syetan) pengiringnya berada di arah kirinya). Dengan demikian meludah ke arah kiri hanya akan mengenai sang pengiring, yaitu syetan. Mungkin malaikat di bagian kiri saat itu berada pada posisi yang tidak terkena sedikitpun dari Judah tersebut, atau mungkin juga pada saat shalat ia berpindah ke bagian kanan. Wallahu a’lam.

فَيَدْفِنهَا (lalu ia menguburnya) Ibnu Abi Jamrah berkata, “Tidak dikatakan menimbunnya, sebab menimbun masih saja dapat menimbulkan mudharat, dimana tidak ada jaminan bila orang yang duduk di atasnya tidak merasa terganggu. Berbeda dengan mengubur, karena mengubur berarti menggali tanah lebih dalam.”

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 50 – Kitab Iman

An-Nawawi berkata dalam kitab Riyadh Ash-Shalihin, “Yang dimaksud dengan menguburnya adalah apabila lantai masjid terbuat dari tanah atau pasir. Namun apabila lantai masjid terbuat dari keramik atau sebagainya tatu seseorang meludah padanya kemudian menggosoknya dengan sesuatu, maka hat itu tidaklah dianggap menguburnya bahkan semakin menambah kotor saja.” Saya (Ibnu Hajar) katakan, akan tetapi bila berbekas maka tidak terlarang. Demikianlah, yang mesti dipahami dari sabda betiau SAW pada hadits Abdullah bin Asy-Syakhir yang terdahulu, “Kemudian ia menggosoknya dengan sandalnya“. Begitu pula sabda beliau pada hadits Thariq yang disebutkan oleh Abu Daud, “Beliau meludah di bawah kakinya lalu menggosoknya”.

Pelajaran yang dapat diambil

Al Qaffal berkata dalam fatwanya, “Yang dapat dipahami dari hadits ini adatah sesuatu yang keluar dari mulut atau hidung. Adapun yang keluar dari dada, maka hukumnya adalah najis sehingga tidak boteh dipendam di masjid.” Demikianlah pendapatnya, namun tampaknya harus dibedakan dengan sesuatu yang termasuk muntah, atau dahak yang bercampur darah. Wallahu a’lam.

M Resky S