Hadits Shahih Al-Bukhari No. 437 – Kitab Shalat

Pecihitam.org – Hadits Shahih Al-Bukhari No. 437 – Kitab Shalat ini, Imam Bukhari memulai hadis ini dengan judul “Menagih Utang dan Mulazamah di Masjid” hadis ini menceritakan tentang Ka’ab yang menagih utangnya yang ada pada Ibnu Hadrad dan suara keduanya meninggi hingga didengar oleh Rasulullah saw. Nabi saw memerintahkan Ka’aab untuk mengurangi setengah dari utang tersebut.  Keterangan hadist dikutip dan diterjemahkan dari Kitab Fathul Bari Jilid 3 Kitab Shalat. Halaman 217-220.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدٍ قَالَ حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ عُمَرَ قَالَ أَخْبَرَنَا يُونُسُ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ كَعْبِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ كَعْبٍ أَنَّهُ تَقَاضَى ابْنَ أَبِي حَدْرَدٍ دَيْنًا كَانَ لَهُ عَلَيْهِ فِي الْمَسْجِدِ فَارْتَفَعَتْ أَصْوَاتُهُمَا حَتَّى سَمِعَهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ فِي بَيْتِهِ فَخَرَجَ إِلَيْهِمَا حَتَّى كَشَفَ سِجْفَ حُجْرَتِهِ فَنَادَى يَا كَعْبُ قَالَ لَبَّيْكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ ضَعْ مِنْ دَيْنِكَ هَذَا وَأَوْمَأَ إِلَيْهِ أَيْ الشَّطْرَ قَالَ لَقَدْ فَعَلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ قُمْ فَاقْضِهِ

Terjemahan: Telah menceritakan kepada kami [‘Abdullah bin Muhammad] berkata, telah menceritakan kepada kami [‘Utsman bin ‘Umar] berkata, telah mengabarkan kepada kami [Yunus] dari [Az Zuhri] dari [‘Abdullah bin Ka’b bin Malik] dari [Ka’b], bahwa ia pernah menagih hutang kepada Ibnu Abu Hadrad di dalam Masjid hingga suara keduanya meninggi yang akhirnya didengar oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang berada di rumah. Beliau kemudian keluar menemui keduanya sambil menyingkap kain gorden kamarnya, beliau bersabda: “Wahai Ka’b!” Ka’b bin Malik menjawab: “Wahai Rasulullah, aku penuhi panggilanmu.” Beliau bersabda: “Bebaskanlah hutangmu ini.” Beliau lalu memberi isyarat untuk membebaskan setengahnya. Ka’b bin Malik menjawab, “Sudah aku lakukan wahai Rasulullah.” Beliau lalu bersabda (kepada Ibnu Abu Hadrad): “Sekarang bayarlah.”

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 353-354 – Kitab Shalat

Keterangan Hadis: (Bab menagih utang) yakni meminta agar orang yang berutang melunasi utangnya. Maksud “mulazamah” adalah tetap bersama orang yang berutang dan tidak mau meninggalkannya.

Apabila dikatakan bahwa masalah menagih tetap jelas disebutkan dalam kandungan hadits, sementara masatah mulazamah tidak disebutkan secara jelas. Sebagian ulama muta’akhirin menjawabnya dengan mengatakan, seakan-akan Imam Bukhari menyimpulkannya dari keadaan Abu Hadrad yang tidak ditinggatkan oteh Ka’ab yang menagih utangnya. Seolah-olah keduanya menunggu kehadiran Nabi SAW untuk memberi keputusan. Lalu mereka mengatakan, “Apabila diperbolehkan mulazamah saat berperkara, maka apabila suatu kebenaran telah nyata di hadapan hakim, tentu hal itu lebih diperbolehkan.”

Saya (Ibnu Hajar) katakan, dalam hat ini saya melihat kebiasaan Imam Bukhari, dimana lafazh mulazamah di sini adalah sebagai isyarat dari beliau atas apa yang disebutkan dalam sebagian jalur hadits; yaitu riwayat yang dia nukil sendiri dalam bab “Ash-Shulh” (perdamaian) serta bab-bab lain melalui jalur A’raj, dari Abdullah bin Ka’ab, dari bapaknya bahwa dia memiliki harta (piutang) pada Abdullah bin Abu Hadrad Al Aslami. Latu dia bertemu dengan Abdullah bin Abu Hadrad dan tetap menagihnya serta tidak mau meninggalkannya, sehingga keduanya berbicara dengan suara yang keras. Dari riwayat ini diperoleh keterangan tentang nama Ibnu Abu Hadrad dan nasabnya.

Baca Juga:  HaditsShahih Al-Bukhari No. 271-272 – Kitab Mandi

فَخَرَجَ إِلَيْهِمَا (maka beliau keluar kepada keduanya) Dalam riwayat Al A’raj dikatakan, فَمَرَّ بِهِمَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (Maka Nabi SAW melewati keduanya). Secara lahiriah kedua riwayat ini nampak bertentangan. Lalu sebagian ulama berusaha memadukan keduanya dengan mengatakan, bahwa kemungkinan Nabi SAW pertama kali melewati keduanya. Kemudian Ka’ab memaksa lawan bicaranya untuk mengajukan perkara tersebut ke pengadilan, maka Nabi SAW mendengar keduanya saat beliau berada di rumahnya. Saya (lbnu Hajar) katakan, kebenaran pernyataan ini cukup jauh, sebab pada kedua jalur periwayatan tersebut dikatakan bahwa beliau SAW mengisyaratkan kepada Ka’ab untuk mengurangi piutangnya dan memerintahkan kepada pengutang untuk melunasinya. Apabila perintah beliau SAW tersebut telah ada, maka tentu tidak butuh lagi pengulangan. Adapun yang lebih tepat menurutku adalah memahami makna “melewati” dalam arti maknawi, bukan secara konkrit.

لَقَدْ فَعَلْت (sungguh aku telah melakukannya) Ini adalah suatu sikap yang sangat baik dalam menaati perintah. Adapun perkataannya “Berdirilah”, ditujukan kepada Ibnu Abu Hadrad. Di sini terdapat isyarat bahwa tidak dapat disatukan antara pengurangan utang dengan pemberian tempo pelunasan.

Dalam hadits ini terdapat keterangan bolehnya meninggikan suara di masjid, selama tidak berlebihan. Imam Bukhari telah membuat satu judul bah tersendiri mengenai hal itu, sebagaimana yang akan disebutkan. Adapun pendapat yang dinukil dari Imam Malik adalah tidak boleh meninggikan suara di masjid secara mutlak. Namun dinukil juga dari beliau pendapat yang membedakan antara meninggikan suara untuk mengajarkan ilmu dan kebaikan, dengan meninggikan suara yang hanya menimbulkan kegaduhan atau sepertinya. Untuk yang pertama diperbolehkan, sementara yang kedua dilarang.

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 406 – Kitab Shalat

Al Muhallab berkata, “Kalau meninggikan suara di masjid dilarang, tentu Nabi SAW tidak akan membiarkan keduanya dan pasti beliau telah menjelaskan hal itu kepada mereka.” Saya (Ibnu Hajar) katakan, bagi mereka yang melarang perbuatan ini dapat mengatakan, “Bisa saja larangan itu telah ada sehingga beliau SAW mencukupkan dengannya. Lalu di tempat ini beliau SAW hanya menempuh cara untuk meninggalkan perbuatan tersebut, yaitu mengadakan perdamaian di antara keduanya demi meninggalkan perseteruan yang dapat menimbulkan kegaduhan akibat suara yang keras”.

Hadits ini memberi keterangan bolehnya berpegang pada isyarat apabila dipahami, memberi syafaat (maaf) kepada pemilik hak, isyarat dari hakim untuk berdamai serta menerima syafaat (maaf), dan bolehnya memberi tabir pada pintu.

M Resky S