Hadits Shahih Al-Bukhari No. 77 – Kitab Ilmu

Pecihitam.org – Hadits Shahih Al-Bukhari No. 77 – Kitab Ilmu ini, menjelaskan Keutamaan orang yang berilmu dan mengajarkannya orang ini seperti tanah subur yang menyerap air sehingga dapat memberi manfaat bagi dirinya, kemudian tanah tersebut dapat menumbuhkan tumbuh-tumbuhan sehingga dapat memberi manfaat bagi yang lain. Keterangan hadist dikutip dan diterjemahkan dari Kitab Fathul Bari Jilid 1 Kitab Ilmu. Halaman 335-339.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْعَلَاءِ قَالَ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ أُسَامَةَ عَنْ بُرَيْدِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ أَبِي بُرْدَةَ عَنْ أَبِي مُوسَى عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَثَلُ مَا بَعَثَنِي اللَّهُ بِهِ مِنْ الْهُدَى وَالْعِلْمِ كَمَثَلِ الْغَيْثِ الْكَثِيرِ أَصَابَ أَرْضًا فَكَانَ مِنْهَا نَقِيَّةٌ قَبِلَتْ الْمَاءَ فَأَنْبَتَتْ الْكَلَأَ وَالْعُشْبَ الْكَثِيرَ وَكَانَتْ مِنْهَا أَجَادِبُ أَمْسَكَتْ الْمَاءَ فَنَفَعَ اللَّهُ بِهَا النَّاسَ فَشَرِبُوا وَسَقَوْا وَزَرَعُوا وَأَصَابَتْ مِنْهَا طَائِفَةً أُخْرَى إِنَّمَا هِيَ قِيعَانٌ لَا تُمْسِكُ مَاءً وَلَا تُنْبِتُ كَلَأً فَذَلِكَ مَثَلُ مَنْ فَقُهَ فِي دِينِ اللَّهِ وَنَفَعَهُ مَا بَعَثَنِي اللَّهُ بِهِ فَعَلِمَ وَعَلَّمَ وَمَثَلُ مَنْ لَمْ يَرْفَعْ بِذَلِكَ رَأْسًا وَلَمْ يَقْبَلْ هُدَى اللَّهِ الَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ قَالَ أَبُو عَبْد اللَّهِ قَالَ إِسْحَاقُ وَكَانَ مِنْهَا طَائِفَةٌ قَيَّلَتْ الْمَاءَ قَاعٌ يَعْلُوهُ الْمَاءُ وَالصَّفْصَفُ الْمُسْتَوِي مِنْ الْأَرْضِ

Terjemahan: Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Al ‘Ala`] berkata, telah menceritakan kepada kami [Hammad bin Usamah] dari [Buraid bin Abdullah] dari [Abu Burdah] dari [Abu Musa] dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Perumpamaan petunjuk dan ilmu yang Allah mengutusku dengan membawanya adalah seperti hujan yang lebat yang turun mengenai tanah. Diantara tanah itu ada jenis yang dapat menyerap air sehingga dapat menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dan rerumputan yang banyak. Dan di antaranya ada tanah yang keras lalu menahan air (tergenang) sehingga dapat diminum oleh manusia, memberi minum hewan ternak dan untuk menyiram tanaman. Dan yang lain ada permukaan tanah yang berbentuk lembah yang tidak dapat menahan air dan juga tidak dapat menumbuhkan tanaman. perumpamaan itu adalah seperti orang yang faham agama Allah dan dapat memanfa’atkan apa yang aku diutus dengannya, dia mempelajarinya dan mengajarkannya, dan juga perumpamaan orang yang tidak dapat mengangkat derajat dan tidak menerima hidayah Allah dengan apa yang aku diutus dengannya”. Berkata Abu Abdullah; [Ishaq] berkata: “Dan diantara jenis tanah itu ada yang berbentuk lembah yang dapat menampung air hingga penuh dan diantaranya ada padang sahara yang datar”.

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 212-213 – Kitab Wudhu

Keterangan Hadis: Perumpamaan yang dimaksudkan adalah, gambaran yang menakjubkan dan bukan kata-kata biasa pada umumnya.

الْهُدَى adalah petunjuk yang mengantarkan kepada yang diinginkan, sedangkan ilmu yang dimaksud adalah pengetahuan tentang dalil-dalil syariah.

نَقِيَّة (Subur). Dalam riwayat Al Khaththabi dan Humaidi dalam kitab Hasyiah, Abu Dzarr menggunakan kata-kata ثَغِبَة yang berarti tempat bergenangnya air di pegunungan dan padang pasir. Menurut Al Khaththabi, Al Qadhi lyadh mengatakan, “Ini adalah sebuah kesalahan dan dapat menyalahi makna, karena kata subur (نَقِيَّة) merupakan sifat bagian tanah yang pertama yang bisa menumbuhkan sesuatu.

Sedangkan apa yang disebutkan (ثَغِبَة), cocok untuk sifat bagian tanah yang kedua yang tergenang airnya.” Dia mengatakan, “Dapat kita pastikan dalam semua jalur riwayat Bukhari menggunakan kata-kata نَقِيَّة, yaitu seperti dalam riwayat Muslim طَائِفَة طَيِّبَة (bagian yang baik).

قَبِلَتْ (menyerap) tapi dalam riwayat Ushaili menggunakan lafazh قَيَّلَتْ dan ini merupakan kesalahan dalam penulisan seperti yang akan kita sebutkan nanti.

Dalam menyebutkan lafazh وَالْعُشْبَ (rumput ) setelah lafazh الْكَلَأَ termasuk metode penyebutan yang lebih spesifik, karena mencakup tumbuhan yang kering dan tumbuhan yang basah, sedangkan الْعُشْب hanya untuk tumbuhan yang kering saja.

Dalam riwayat Abu Dzarr menggunakan lafazh إِخَاذَات yang artinya tanah yang tidak menyerap air sebagai ganti lafazh أَجَادِبُ sedangkan dalam riwayat selain Abu Dzarr atau dalam Shahih Muslim menggunakan lafazh أَجَادِبُ yang berarti tanah yang keras yang tidak menyerap air. Adapun Ismail menwavatkannya dari Abu Ya’la dari Abu Karib dengan menggunakan أَحَارِب dan sebagian juga mengatakan أَجَارِد yang artinya tanah lapang yang tidak ditumbuhi tumbuhan.

وَزَرَعُوا (dan bercocok tanam), sedangkan Muslim dan Nasa’i dan Abu Karib menggunakan lafazh وَرَعَوْا (dan menggembala). Menurut Imam Nawawi, kedua lafazh tersebut dapat dibenarkan. Al Qadhi lebih mengutamakan riwayat Muslim tanpa alasan, karena riwayat dengan lafazh وَزَرَعُوا menunjukkan cocok tanam yang dilakukan secara langsung sehingga sesuai dengan anjuran untuk menuntut ilmu dengan segera.

Walaupun riwayat وَرَعَوْا sangat tepat dengan kata فَأَنْبَتَتْ (menumbuhkan), namun yang dimaksudkan adalah sesuatu yang layak tumbuh. Kemudian Al Qadhi mengatakan, bahwa perkataan وَرَعَوْا kembali kepada tanah yang subur karena tanah yang keras tidak bisa menghasilkan tumbuhtumbuhan.

قِيعَان yaitu tanah datar yang licin dan tidak bisa menumbuhkan tumbuh-tumbuhan.

فَقُهَ dengan mendhammahkan huruf qaf yang berarti menjadikan dia sebagai orang yang mengerti dan memahami. Al Qurtubi dan yang lain-lain mengatakan, bahwa Rasulullah ketika datang membawa ajaran agama, beliau mengumpamakannya dengan hujan yang diperlukan ketika mereka membutuhkannya. Demikianlah kondisi manusia sebelum Rasulullah diutus. Seperti hujan menghidupkan tanah yang mati, demikian pula ilmu agama dapat menghidupkan hati yang mati.

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 120-121 – Kitab Ilmu

Kemudian beliau mengumpamakan orang yang mendengarkan ilmu agama dengan berbagai macam tanah yang terkena air hujan, diantara mereka adalah orang alim yang mengamalkan ilmunya dan mengajar. Orang ini seperti tanah subur yang menyerap air sehingga dapat memberi manfaat bagi dirinya, kemudian tanah tersebut dapat menumbuhkan tumbuh-tumbuhan sehingga dapat memberi manfaat bagi yang lain.

Diantara mereka ada juga orang yang menghabiskan waktunya untuk menuntut ilmu namun dia tidak mengerjakan, akan tetapi dia mengajakannya untuk orang lain, maka dia bagaikan tanah yang tergenangi air sehingga manusia dapat memanfaatkannya. Orang inilah yang diindikasikan dalam sabda beliau, “Allah memperindah seseorang yang mendengar perkatan-perkataanku dan dia mengerjakannya seperti yang dia dengar” Diantara mereka ada juga yang mendengar iimu namun tidak menghafal atau menjaganya serta mengamalkannya dan tidak pula mengajarkannya kepada orang lain, maka dia seperti tanah yang tidak dapat menerima air sehingga merusak tanah yang ada di sekelilingnya.

Dikumpulkannya perumpamaan bagian pertama dan kedua, adalah karena keduanya sama-sama bermanfaat. Sedangkan dipisahkannya bagian ketiga karena tercela dan tidak bermanfaat.

Kemudian dalam setiap perumpamaan terdiri d;.:i dua kelompok. Perumpamaan pertama telah kita jelaskan tadi, sedang perumpamaan kedua, bagian pertamanya adalah orang yang masuk agama (Islam) namun tidak mendengarkan ilmu atau mendengarkan tapi tidak mengamalkan dan tidak mengajarkannya. Kelompok ini diumpamakan dengan tanah tandus sebagaimana yang diisyaratkan oleh Nabi Shallaliahu Alaihi Wasaliam dalam sabdanya, مَنْ لَمْ يَرْفَع بِذَلِكَ رَأْسًا (Orang yang tidak mau memikirkan) atau dia berpaling dari ilmu sehingga dia tidak bisa memanfaatkannya dan tidak pula dapat memberi manfaat kepada orang lain.

Adapun bagian kedua adalah orang yang sama sekali tidak memeluk agama, bahkan telah disampaikan kepadanya pengetahuan tentang agama Islam, tapi ia mengingkari dan kufur kepadanya. Kelompok ini diumpamakan dengan tanah datar yang keras, dimana air mengalir di atasnya tapi tidak dapat memanfaatkannya. Hal ini diisyaratkan dengan perkataan beliau, وَلَمْ يَقْبَلْ هُدَى اللَّهِ الَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ (Dan tidak peduli dengan petunjuk Allah).

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 448-449 – Kitab Shalat

At-Thibi mengatakan, “Manusia terbagi menjadi dua. Perama , manusia yang memanfaatkan ilmu untuk dirinya namun tidak mengajarkannya kepada orang lain. Kedua, manusia yang tidak memanfaatkan untuk dirinya, tapi ia mengajarkan kepada orang lain.

Menurut saya kategori pertama masuk dalam kelompok pertama, karena secara umum manfaatnya ada walaupun tingkatnya berbeda. Begitu juga dengan tanaman yang tumbuh, diantaranya ada yang subur dan memberi manfaat kepada manusia dan ada juga yang kering.

Adapun kategori kedua walaupun dia mengerjakan hal-hal yang wajib dan meninggalkan yang sunnah, sebenarnya dia termasuk dalam kelompok kedua seperti yang telah kita jelaskan; dan seandainya dia meninggalkan hal-hal wajib, maka dia adalah orang fasik dan kita tidak boleh mengambil ilmu darinya. Orang semacam ini termasuk dalam, مَنْ لَمْ يَرْفَعْ بِذَلِكَ رَأْسًا. Wallahu A’lam. “

قَالَ إِسْحَاق : وَكَانَ مِنْهَا طَائِفَة قَيَّلَتْ (Ishaq berkata. “Dan ada diantara bagian bumi yang digenangi air). I.shaq adalah Ibnu Rahawaih. Dia meriwayatkan hadit N mi dan Abu LVamah dengan menyangkal keberadaan kalimat ini. Al Ushaili mengatakan hal tersebut merupakan kekeliruan dan lshaq. Yang lain mengatakan, “Kalimat itu benar, dan artinya adalah menyerap. Sedangkan Al Qailu artinya minum di tengah hari.”Al Qurthubi membantah, karena maksudnya tidak terbatas minum di tengah hari. Menurut saya. itu adalah makna asal dari kata tersebut, dan tidak ada larangan untuk menggunakannya selain makna aslinya.

قَاع يَعْلُوهُ الْمَاء . وَالصَّفْصَف الْمُسْتَوِي مِنْ الْأَرْض (Tanah yang digenangi air). Lafazh ini terdapat dalam riwayat Al Mustamli. Lafazh قِيعَان dalam hadits di atas adalah bentuk plural dan قَاع. yaitu lembah yang tidak menampung air.

Catatan

Dalam riwayat Karimah terdapat kalimat tersebut “Ibnu lshaq berkata…” Sesungguhnya Syaikh Al lraqi menguatkan lafazh ini (Ibnu Ishaq), walaupun saya belum pernah mendengar hal itu dari beliau. Sedangkan dalam riwayat Ash-Shaghani juga ada, “Ishaq berkata dari Abu Usamah.” Riwayat ini telah menguatkan riwayat yang pertama.

M Resky S