Ini Hukum dan Jenis Fitnah dalam Islam yang Harus Kita Hindari!

Ini Hukum dan Jenis Fitnah dalam Islam yang Harus Kita Hindari!

PeciHitam.org – Sering kita mendengar kata Fitnah Lebih Besar daripada Pembunuhan yang berasal dari penerjemahan kurang pas terhadap ayat Al-Quran. terlepas kekurang tepatan dalam penerjemahan ayat, fitnah dalam pengertian dan nalar pikiran orang Indonesia berkonotasi buruk.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Bahkan dalam kehidupan sehari-hari banyak dijumpai masalah sosial yang berujung penjara gegara sering mengumbar fitnah. Sistem Hukum di Indonesia mengatur tentang kabar HOAX dalam kerangka UU ITE (undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik) yang akan menghukum penyebaran Hoaks atau kabar bohong.

Kabar bohong tentunya sangat kental dengan nuansa fitnah. Sebelum UU ITE hadir, sudah ada bentuk pelaporan Pencemaran Nama Baik sebagai inisitif melawan Fitnah. Pandangan Hukum Fitnah dalam Islam diperlukan sebagai landasan dalam bersikap sesuai dengan ketentuan Allah SWT.

Hukum Fitnah dalam Islam juga diperlukan pelurusan karena terjadinya shift makna antara bahasa Arab dan Indonesia. Makna Fitnah dalam Bahasa Arab tidak semuanya benar dalam alam pikiran orang Indonesia.

Daftar Pembahasan:

Fitnah, Silang Makna Arab-Indonesia

Sengkarut makna Fitnah menurut bahasa Indonesia dan Bahasa Arab terjadi karena penyerapan bahasa yang tidak sempurna. Sebab lain karena keluguan orang Indonesia yang tidak mempelajari tafsir dengan benar terkait terminologi Fitnah dalam Islam.

Jelas disebutkan Al-Quran bahwa Al-Fitnatu Asyaddu Minal Qatl yang terjemahan paling populer adalah “Fitnah Lebih Kejam dari Pembunuhan. Benarkah makna ini? memang dalam Al-Quran ditemukan ayat tersebut dengan redaksi lengkapnya dalam Surat Al-Baqarah,

وَاقْتُلُوهُمْ حَيْثُ ثَقِفْتُمُوهُمْ وَأَخْرِجُوهُمْ مِنْ حَيْثُ أَخْرَجُوكُمْ وَالْفِتْنَةُ أَشَدُّ مِنَ الْقَتْلِ وَلا تُقَاتِلُوهُمْ عِنْدَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ حَتَّى يُقَاتِلُوكُمْ فِيهِ فَإِنْ قَاتَلُوكُمْ فَاقْتُلُوهُمْ كَذَلِكَ جَزَاءُ الْكَافِرِينَ

Artinya; Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu (Mekah); dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi mereka di Masjidil haram, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. jika mereka memerangi kamu (di tempat itu), Maka bunuhlah mereka. Demikanlah Balasan bagi orang-orang kafir (Qs. Al-Baqara: 191)

Kata (وَالْفِتْنَةُ) ditemukan dalam ayat ini yang dipahami dengan Fitnah dalam versi bahasa Indonesia yakni Berkata Bohong untuk menjelekan orang lain. Akan tetapi para mufassirin berpendapat bahwa (وَالْفِتْنَةُ) bermakna Kesesatan manusia dalam bentuk Syirik.

Ayat di atas merujuk pada perintah Allah SWT kepada Rasulullah untuk memerangi orang Musyrik Makkah. Rujukan memerangi orang Musyrik tertuju pada perbuatan sesat yang dilakukan oleh kaum Musyrik Makkah.

Baca Juga:  Air yang Boleh Digunakan untuk Bersuci dalam Mazhab Syafi'i

Pendapat Imam Baghawi di atas diamini oleh Prof. Qurasih Shihab dalam ceramah beliau diterangkan, bahwa (وَالْفِتْنَةُ) dalam terminologi Arab adalah Kesesatan berupa syirik. Bukan bermakna Fitnah sebagaimana dalam terminologi bahasa Indonesia, berkata Bohong untuk menjelekan orang lain.

Kiranya dalil tafsir Imam Baghawi dan Prof. Quraish Shihab sesuai dengan riwayat lain yang menerangkan bahwa dosa Kesesatan Syirik lebih besar dari pembunuhan. Dalam riwayat Imam Bukhari dan Muslim disebutkan bahwa ada seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah SAW;

Ya Rasulullah SAW, apakah jenis dosa yang paling besar? Rasul menjawab Engkau menjadikan bagi Allah Sekutu (dosa Syirik), kemudian ia bertanya lagi, Terus apalagi Ya Rasulallah SAW, Engkau membunuh anakmu yang setiap hari makan bersamamu dan Apa lagi Ya Rasulallah?

ثُمَّ أَنْ تُزَانِىَ بِحَلِيلَةِ جَارِكَ

Artinya; Kemudian engkau berzina dengan istri tetanggamu. (HR Bukhari dan Muslim)

Kasus turunnya sabda Rasulullah SAW menjawab pertanyaan seorang sahabat tentang klasifikasi dosa dalam Islam juga menjadi asbabun Nuzul surat al-Furqan ayat 68;

وَالَّذِينَ لا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ وَلا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلا بِالْحَقِّ وَلا يَزْنُونَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ يَلْقَ أَثَامًا

Artinya; Dan orang-orang yang tidak menyembah Tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya Dia mendapat (pembalasan) dosa(nya) (Qs. Al-Furqan: 68)

Klasifikasi dosa dalam Islam paling besar adalah Fitnah yang berbentuk Kesesatan Syirik kepada Allah. dan kedua adalah pembunuhan serta selanjutnya Zina Muhsan.

Maka bisa dipahami bahwa Fitnah dalam terminologi Arab adalah Kesesatan Syirik, dan dalam Bahasa Indonesia bermakna berkata bohong untuk menjelekan orang lain atau bahkan menjatuhkan orang lain.

Baca Juga:  Perkawinan Beda Agama dalam Pandangan Islam

Hukum Fitnah dalam Islam dan Dalil Pelarangannya

Walaupun dosa fitnah tidak sebesar pemahaman awal, yakni lebih besar daripada pembunuhan. Akan tetapi Hukum Fitnah dalam Islam tetap Haram. Pelarangan Hukum Fitnah dalam Islam disebutkan Allah SWT dalam ayat;

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلا تَجَسَّسُوا وَلا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ

Artinya; Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang (Qs. Al-Hujurat: 12)

Kategorisasi terkait Hukum Fitnah dalam Islam disinggung dengan redaksi (الظَّنِّ)-Prasangka. Anggapan atau tuduhan dalam Islam tentu sangat tidak dibenarkan apalagi sampai menuduh orang dengan keji. Fitnah juga akan mencakup berita penggunjingan (Gosip), rasan-rasan jelek.

Bahasan Allah SWT untuk fitnah adalah Dzan yang buruk atau Suudzan. Jika sikap Suudzan dilahirkan maka menimbulkan fitnah yang keji. Tentu Hukum Fitnah dalam Islam untuk menjatuhkan, membuat citra buruk sangat Haram.

Allah SWT membahasakan bahwa Fitnah sama kedudukannya dengan Suudzan, yakni disamakan memakan bangkai saudaranya sendiri. Hukum Fitnah dalam Islam sangat menjijikan, seperti ilustrasi memakan bangkai manusia.

Selain menjijikan, dalil comon sense atau akal sehat juga akan mengatakan bahwa fitnah pasti tidak baik. Menjatuhkan orang lain dengan menuduh jelek/ fitnah merupakan perbuatan menjijikan dan memuakan.

Walaupun Hukum Fitnah dalam Islam sering diabaikan oleh mereka yang berkepentingan seperti dalam masa-masa Pemilihan Umum (Pemilu).

Baca Juga:  Hak Asuh Anak dalam Islam Jika Orang Tuanya Bercerai, Ikut Ayah atau Ibu?

Akan tetapi Hukum Fitnah dalam Islam tetap dalam kedudukannya, yakni Haram walaupun sudah sangat  familiar dalam kehidupan masyarakat.

Jenis-Jenis Fitnah

Keharaman hukum Fitnah dalam Islam tidak berbentuk tunggal, berupa menyebar berita bohong dan melahirkan Suudzan. Setidakny ada dua jenis fitnah dalam Islam, yakni Fitnah Syubhat dan Fitnah Syahwat.

Fitnah Syubhat adalah mendorong seseorang untuk rusak keilmuan dan keyakinannya, perbuatan benar menjadi tidak lagi jelas dan perbuatan jelek terasa baik. fitnah ini akan mendorong orang untuk terjebak kedalam kemunafikan, perpecahan dan kekafiran kepada Allah SWT.

Fitnah kedua adalah fitnah Syahwat yang bercirikan perbuatan dapat berakibat melemahkan dan mengikis keyakinan seseorang karena menjadi penghamba hawa nafsu. Mengikuti hawa nafsu akan mendorong seseorang untuk berbuat dosa.

Informasi yang tidak benar untuk menuruti Syahwat menjadikan fitnah Syahwat mendorong orang tidak akan melakukan klarifikasi dalam berita bohong. Karena mengikuti hawa nafsu menjadikan orang tidak akan berpuas diri.

Kejadian sekarang sering terjadi fitnah Syahwat karena banyak orang suka dengan berita Hoaks yang berakibat keburukan. Mereka mengikuti Nafsu, dengan mempercayai berita yang disukai meskipun bernuansa kebohongan.

Seharsnya dalam menerima berita harus lebih dahulu mengecek dan ricek apakah beritanya benar atau tidak. Saring sebelum Sharing kata dari Prof. Nadirsyah Hosen kiranya tepat untuk tidak terjebak kedalam fitnah Syahwat.

Sebelum menyebarkan berita harus tabayyun atau klarifikasi, mendasar Hukum Fitnah dalam Islam adalah Haram dan berdosa. Ash-Shawabu Minallah.

Mohammad Mufid Muwaffaq