Pecihitam.org – Sebagaimana sering kita baca di dalam beberapa berita bahwa seorang guru sering dilaporkan bahkan dimasukkan ke dalam penjara gara-gara memukul murid. Bagaimanakah Islam memandang tentang fenomena ini?
Tentang hukum guru memukul muridnya bisa ditemukan penjelasannya di dalam beberapa kitab. Dan umumnya ini disebut oleh para ulama dengan istilah dharbat ta’dib (pukulan dalam kurung memberikan pendidikan).
Dijelaskan di dalam Kitab Rauudlatut Rhalibin Juz X halaman 175, karangan Imam Nawawi
وَيُسَمِّي ضَرْبَ الزَّوْجِ زَوْجَتَهُ، وَالْمُعَلِّمِ الصَّبِيَّ، وَالْأَبِ وَلَدَهُ تَأْدِيبًا لَا تَعْزِيرًا
Sebagian Ashabus Syafi’i menamakan pukulan seorang suami kepada istrinya atau seorang guru kepada muridnya atau orang tua kepada anaknya sebagai pukulan untuk mendidik, bukan hukuman.
Juga di dalam kitab Al-Hawi Al-Kabir karya Imam Al Mawardi
يجوز لمعلم الصبيان أن يؤدبهم بالضرب استصلاحا لهم وهكذا الأب في ولده ، والزوج عند نشوز امرأته
Guru boleh mendidik muridnya dengan memukul dalam rangka memperbaiki. Begitu juga bapak boleh memukul anaknya dan suami memukul istrinya yang melakukan nusyuz.
Sementara di dalam Al-Mausuah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah Juz XIII halaman 13, selain menjelaskan tentang bolehnya seorang guru memukul murid dalam rangka memperbaiki atau mendidik, di sana juga dijelaskan tentang kriteria memukul yang diperbolehkan
لِلْمُعَلِّمِ ضَرْبُ الصَّبِيِّ الَّذِي يَتَعَلَّمُ عِنْدَهُ لِلتَّأْدِيبِ . وَبِتَتَبُّعِ عِبَارَاتِ الْفُقَهَاءِ يَتَبَيَّنُ أَنَّهُمْ يُقَيِّدُونَ حَقَّ الْمُعَلِّمِ فِي ضَرْبِ الصَّبِيِّ الْمُتَعَلِّمِ بِقُيُودٍ مِنْهَا
Boleh bagi seorang guru memukul murid yang belajar padanya dalam rangka memberikan pendidikan. Dengan memperhatikan ibarat para tokoh, maka jelaslah bahwa mereka memberikan batasan tentang hak seorang guru dalam memukul muridnya yang belajar dengan beberapa ketentuan
أَنْ يَكُونَ الضَّرْبُ مُعْتَادًا لِلتَّعْلِيمِ كَمًّا وَكَيْفًا وَمَحَلًّا، يَعْلَمُ الْمُعَلَّمُ الأَْمْنَ مِنْهُ، وَيَكُونُ ضَرْبُهُ بِالْيَدِ لاَ بِالْعَصَا، وَلَيْسَ لَهُ أَنْ يُجَاوِزَ الثَّلاَثَ
Pertama, pukulan harus wajar dalam hak belajar baik jumlahz cara maupun tempat anggota tubuh yang dipukul yang seorang guru tahu akan keamanannya. Memukul menggunakan tangan, tidak menggunakan tongkat dan tidak memukul melebihi tiga kali
Jika pukulan melebihi tiga kali, maka hal ini sudah masuk dalam kategori yang disabdakan oleh Nabi
إِيَّاكَ أَنْ تَضْرِبَ فَوْقَ الثَّلاَثِ، فَإِنَّكَ إِذَا ضَرَبْتَ فَوْقَ الثَّلاَثِ اقْتَصَّ اللَّهُ مِنْكَ
Janganlah kamu memukul melebihi tiga kali, karena jika kamu memukul melebihi tiga kali, maka Allah akan mengqisas kamu di hari kiamat.
أَنْ يَكُونَ الضَّرْبُ بِإِذْنِ الْوَلِيِّ
Kedua, memukulnya guru kepada muridnya harus dengan seizin walinya.
Dalam hal ini memang terjadi perbedaan pendapat. Namun sebagian dari kalangan Syafi’iyah memperbolehkan memukul anak ketika nakal walaupun tidak mendapatkan izin dari walinya.
Karena pada hakekatnya ketika orang tua memasrahkan anaknya kepada gurunya, maka ia telah percaya kepada guru termasuk untuk memukulnya ketika anaknya nakal.
أَنْ يَكُونَ الصَّبِيُّ يَعْقِل التَّأْدِيبَ، فَلَيْسَ لِلْمُعَلِّمِ ضَرْبُ مَنْ لاَ يَعْقِل التَّأْدِيبَ مِنَ الصِّبْيَانِ
Ketiga, murid harus mengerti akan tujuan mendidik yang disampaikan guru melalui pukulan itu. Maka seorang guru tidak boleh memukul anak kecil yang tidak memahami bahwa pukulan itu adalah dalam rangka mendidik.
Demikian penjelasan tentang hukum guru memukul murid. Mudah-mudahan tulisan ini bermanfaat. Amin!