Hukum Imunisasi dalam Islam, Kebolehan dan Batasan-batasannya

Hukum Imunisasi dalam Islam

Pecihitam.org – Demi peningkatan dan terjaganya kualiats kesehatan, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan mewajibkan masyarakat terutama anak-anak untuk di imunisasi atau vaksin. Ada beberapa kalangan yang menyatakan bahwa vaksin atau imunisasi ini haram hukumnya karena berbagai alasan. Bagaimanakah sebenarnya hukum imunisasi dalam pandangan Islam tersebut?

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Daftar Pembahasan:

Kesehatan dalam Islam

Dalam urusan kesehatan, Islam memberikan perhatian yang sangat besar, bahkan di dalam Al-qur’an Allah berfirman

“Hai manusia, sungguh telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh-penyembuh bagi penyakit-penyakit yang berada di dalam dada dan petunjuk dan rahmat untuk orang-orang yang beriman (Q.S. Yunus : 57)

Begitu pentingnya kesehatan di dalam Islam ini tidak hanya dari aspek jasmani, tetapi juga rohani. Oleh sebab itu setiap muslim wajib menjaga kesehatannya baik jasmani maupun rohani. Hal ini juga sejalan dengan sabda Rasulullah Saw:

“Sungguh, badanmu memiliki hak atas dirimu.” (HR. Muslim).

Di antara hak badan adalah memberikan makanan pada saat lapar, memenuhi minuman pada saat haus, memberikan istirahat pada saat lelah, membersihkan pada saat kotor dan mengobati pada saat sakit.

Sedemikian besar perhatian Islam terhadap masalah kesehatan, sampai-sampai di dalam beberapa ayat Alquran, As-sunnah dan kitab-kitab fiqih terdapat bahasan khusus mengenai kesehatan, penyakit dan petunjuk Nabi dalam hal pengobatan.

Sebaliknya, Islam melarang berbagai tindakan yang membahayakan fisik/badan atas nama pendekatan keagamaan sekalipun sebagaimana tersebut dalam firman Allah SWT,

“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu dalam kerusakan.” (QS. Al-Baqarah: 195)

“Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh Allah Maha penyayang kepadamu.” (QS. An-Nisaa’: 29).

Dalam konteks ini, syariat Islam juga memberikan berbagai keringanan di dalam beribadah dengan tujuan meringankan, memudahkan dan tidak menyusahkan badan. Misalnya, dalam pemberian keringanan boleh tidak berpuasa bagi orang yang sakit dan bepergian, Allah SWT berfirman:

“Allah menghendaki kelonggaran dan tidak menghendaki kesempitan bagimu.” (QS. Al-Baqarah: 185).

Dalam kaitannya dengan keringanan bertayamum, Allah SWT berfirman,

“Allah tidak menghendaki kesulitan bagimu, tetapi hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu agar kamu bersyukur.” (QS. Al Maidah: 6).

Pengertian Imunisasi

Salah satu cara yang ditempuh agar masyarakat bisa memperoleh tingkat kesehatan yang tinggi adalah dengan cara imunisasi.
Imunisasi berasal dari kata imun yang artinya kekebalan tubuh. Sehingga dapat dikatakan Imunisasi adalah pemberian vaksin yang dimasukkan kedalam tubuh guna meningkatkan daya imunitas (kekebalan tubuh) pada manusia.

Baca Juga:  Inilah Alasan Mengapa Aswaja Mengikuti Imam Mazhab

Masalah Imuniasi dan vaksinasi merupakan masalah hukum di dalam Islam yang menyangkut masalah Ijtihadiyah yaitu konsep menentukan hukum dengan bersungguh sungguh berfikir untuk mencari sandaran al-qur’an dan al-hadits karena peristiwa itu belum terjadi di jaman Rasulullah SAW.

Oleh sebab itu dalam agama Islam itu sendiri jika ada yang berpendapat bahwa Status hukum imunisasi dan vaksinasi itu halal, pastilah pendapat itu tidak di dukung secara bulat oleh ulama lainnya. Oleh sebab itu masalah halal dan haramnya imunisasi selalu menjadi perdebatan baik di luar negeri maupun di Indonesia, apalagi lagi negara kita yang mayoritas muslim.

Imunisasi yang diberikan oleh lembaga kesehatan biasanya adalah Vaksin MR. Vaksin MR merupakan vaksin yang diberikan untuk semua anak usia 9 bulan sampai 15 tahun, guna mencegah terjadinya penyakit yang disebabkan oleh virus campak dan rubella (campak Jerman).

Campak dan rubella merupakan penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh virus. Campak dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh dan menyebabkan demam, ruam, batuk, pilek, dan mata merah serta berair. Campak juga kerap menyebabkan komplikasi serius seperti infeksi telinga, diare, pneumonia, kerusakan otak, dan kematian.

Sementara, rubella atau campak Jerman merupakan infeksi virus yang menyebabkan demam, sakit tenggorokan, ruam, sakit kepala, mata merah dan mata gatal. Rubella kerap terjadi pada anak-anak dan remaja.

Kendati ringan, virus ini bisa memberi dampak buruk pada ibu hamil yang tertular, yakni menyebabkan keguguran, bayi terlahir mati, atau bahkan cacat lahir serius pada bayi, seperti kebutaan dan tuli.

Hukum Imunisasi dalam Islam

Sebagian kalangan masyarakat kerap terlibat dalam debat tentang program vaksinasi. Beberapa di antaranya mengambil sikap menolak penggunaan vaksin. Dari sekian kalangan yang menolak ini, salah satu alasannya adalah mereka enggan mengikuti program vaksin karena alasan agama: kekhawatiran akan zat haram dalam vaksin tersebut.

Baca Juga:  Bagaimana Menjawab Adzan yang Silih Berganti? Ini Hukum dan Caranya

Meskipun kepercayaan itu berasal dari kabar-kabar yang belum tentu valid, tapi melihat cukup masifnya respon penolakan ini tentu mengkhawatirkan. Kemudian jika benar, benarkah agama Islam tidak memberikan ruang solusi untuk hal tersebut?

Ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan untuk menetapkan hukum penggunaan vaksin ini:

Pertama, hukum asal segala suatu adalah boleh:

اَلْأَصْلُ فِي اْلأَشْيَاءِ اْلإِبَاحَةُ حَتَّى يَدُلُّ الدَّلِيلُ عَلَى التَّحْرِيمِ

Artinya: “Hukum asal dari segala suatu adalah boleh sampai ada dalil yang menunjukkan keharamannya.” (Muhammad Shidqi Burnu, Mausu’ah al-Qawaid al-Fiqhiyyah, juz 2, halaman 115).

Sehingga menurut kaidah di atas, maka hukum asal imunisasi dalam islam adalah boleh, sampai ada bukti kuat dan data valid bahwa vaksin dimaksud mengandung unsur haram atau najis.

Apalagi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) telah menegaskan bahwa Vaksin MR tidak memiliki unsur haram, dan tidak ada zat dari babi. Dengan demikian, maka menggunakan Vaksin MR untuk keperluan imunisasi hukumnya adalah boleh.

Kedua, mengenai pengobatan dengan barang yang najis, khususnya yang sering disebut dalam vaksin (jika benar demikian) sepertnya komentar dari Imam an-Nawawi dalam al-Majmu’ Syarh al Muhadzdzab bisa menjadi rujukan:

وَأَمَّا التَّدَاوِي بِالنَّجَاسَاتِ غَيْرِ الْخَمْرِ فَهُوَ جَائِزٌ سَوَاءٌ فِيهِ جَمِيعُ النَّجَاسَاتِ غَيْرُ الْمُسْكِرِ

Artinya: “Adapun berobat dengan benda najis selain khamr itu dibolehkan, untuk seluruh jenis najis, yang tidak memabukkan.”

Lebih lanjut, Imam an-Nawawi menyebutkan tentang pentingnya memercayai pendapat tenaga kesehatan:

قَالَ أَصْحَابُنَا وَإِنَّمَا يَجُوزُ ذَلِكَ إذَا كَانَ الْمُتَدَاوِي عَارِفًا بِالطِّبِّ يَعْرِفُ أَنَّهُ لَا يَقُومُ غَيْرُ هَذَا مَقَامَهُ أَوْ أَخْبَرَهُ بِذَلِكَ طَبِيبٌ مُسْلِمٌ عَدْلٌ

Artinya: “Para ulama menyebutkan kebolehan berobat dengan bahan najis jika sang pengobat memahami betul tentang ilmu kedokteran, dan mengetahui bahwa tidak ada pengganti dari hal najis tersebut. Atau, pengobatan tersebut disampaikan oleh dokter yang beragama Islam lagi bijaksana.”

Selain itu dalam kaidah fiqih terdapat keterangan pula mengenai ini:

Baca Juga:  Menjadi Tamu Tak Diundang dalam Pesta: Bagaimana Hukum Menyantap Hidangannya?

الضَّرُورَاتُ تُبِيحُ الْمَحْظُورَاتِ

Artinya: “Keadaan darurat membolehkan atau menghalalkan sesuatu yang haram.”

الْحَاجَةُ تَنْزِلُ مَنْزِلَةَ الضَّرُورَةِ عَامَّةً كَانَتْ أَوْ خَاصَّةً

Artinya: “Hajat (kebutuhan) dapat menempati posisi darurat, baik berupa hajat umum maupun hajat khusus.”

إِنَّ مَصْلَحَةَ الْعَافِيَةِ وَالسَّلَامَةِ أَكْمَلُ مِنْ مَصْلَحَةِ اجْتِنَابِ النَّجَاسَةِ

Artinya: “Sesungguhnya kemaslahatan sehat dan selamat itu lebih sempurna dibanding kemaslahatan menjauhi najis. (Lihat: Izzuddin Ibnu Abdis Salam, Qawaidul Ahkam fi Mashalihil Anam, halaman 142)

Dari keterangan di atas, setidaknya ada beberapa hal yang dapat kita garis bawahi:

  • Pertama, kebolehan menggunakan bahan najis dalam substansi pengobatan, jika belum didapatkan barang yang berasal dari senyawa halal.
  • Kedua, kebolehan berobat jika tenaga kesehatan sudah menyebutkan keamanan penggunaan obat tersebut.
  • Ketiga, jika memang terbukti bahwa vaksin imunisasi mengandung barang najis dan belum ditemukan penggantinya maka kemaslahatan sehat dan selamat itu lebih sempurna dibanding kemaslahatan menjauhi najis.

Informasi tentang vaksin sudah banyak disebarkan dan disosialisasikan melalui media-media terpercaya dari dinas, lembaga, atau kementerian terkait. Ilmu kedokteran dan pengobatan juga sudah sangat canggih dan pesat perkembangannya.

Setiap obat yang dirilis dan dilegalkan pemerintah, tentu sudah melalui pengecekan komposisi, uji klinis dan uji efek samping yang ketat. Kerap disebutkan bahwa terdapat efek samping ringan tertentu dari vaksin, seperti timbul demam.

Hal ini tentu bisa dikonsultasikan kepada tenaga kesehatan tentang indikasi dan kontraindikasi penerima vaksin. Demikian semoga bermanfaat. Wallahua’lam bisshawab.

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik