Hukum Shalawat Diiringi Musik, Benarkah Haram?

hukum shalawat diiringi musik

Pecihitam.org – Sebelum membahas hukum shalawat diiringi musik, kita kaji dulu sekilas tentang hukum musik menurut ulama. Ulama yang memperbolehkan musik dan instrumen-instrumenya adalah Imam al-Ghazali. Di dalam kitab Ihya Ullumuddin diterangkan hal-hal yang berkaitan dengan hukum seni musik dan segala ragamnya.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Nyanyian itu sendiri itu berasal dari kata al Ghina sebagaimana lafadz kisaa berarti suara yang dilantunkan, atau berarti sesuatu yang didengarkan. Seni adalah penjelmaan rasa indah yang terkandung dalam jiwa manusia, dilahirkan dengan perantara alat komunikasi ke dalam bentuk yang dapat ditangkap oleh indra pendengaran.

Di dalam kitab al-Furu’ li ibnu Muflih, halaman 236-237, dijelaskan bahwa “Musik dapat memompa semangat. Tidak ada orang yang sabar dalam perihnya hidup atau pahitnya kebenaran kecuali Nabi Muhammad SAW. Musik adalah penawar hati dikala jenuh. Maka musik itu diperbolehkan, tapi tidak patut untuk mengkonsumsi banyak-banyak seperti mengkonsumsi obat.

Dengan niat di atas musik pun dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT. Ini bagi orang yang pendengaran hatinya tidak dapat menggerakkan sifat-sifat mulia yang patut digerakkan. Melainkan hatinya yang hanya dapat merasakan kenikmatan dan ketenangan. Maka musik pun dianjurkan baginya untuk mencapai tujuan yang telah kamu sebutkan.

KH. Hasyim Asy’ari, ulama besar pakar hadits yang juga pendiri Nahdlatul Ulama ini, juga menerangkan tentang hukum shalawat yang diiringi alat musik. Dalam kitabnya yang berjudul at-Tanbihatal-Wajibatli Man Yashna’ Maulid Bial-Munkarat, beliau memberi catatan-catatan kritis bagi orang-orang yang mengisi perayaan maulid yang sangat mulia itu dengan kemungkaran. Beliau bercerita:

Baca Juga:  Al-Quran Online, Samakah dengan Mushaf? Ini Penjelasannya

قد رأيت فى ليلة الاثنين الخامس والعشرين من شهر ربيع الاول من شهور السنة الخامسة والخمسين بعد الالف والثلاث مائة من الهحر اناسا من طلبة العلم فى بعض المعاهد الدينية يعملون الاجتماع باسم المولد وأحضروا لذلك الات الملاهىثم قرأوا يسيرا من القران والاخبار الواردة فى مبدأ أمر النبي صلى الله عليه وسلم وما وقع فى مولده من الاياتومابعده من سيره المباركات ثم شرعوا فى المنكرات مثل التضارب والتدافع ويسمى عندهم بفنجاأنوبوكسن وضرب الدفوف. كل ذلك بحضور نسوة أجنابيات قريبات منهم مشرفات عليهم والموسيقي وستريك واللعب بما يشبه القمار واجتماع الرجال والنساء مختلطات ومشرفات والرقص والاستغراق فى اللهو والضحك وارتفاع الصوت والصياح فى المسجد وحواليه فنهيتهم وانكرتهم عن تلك المنكرات فتفرقوا وانصرفوا.

“Saya pernah melihat pada malam senin tanggal 25 Rabi’ ul-Awwal 1355 H di salah satu pesantren, sekumpulan santri yang mengadakan kumpulan dengan nama peringatan maulid. Di situ mereka menghadirkan alat-alat musik. Lalu, mereka membaca beberapa ayat Al-Qur’an, riwayat tentang perjalanan kehidupan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, yang penuh dengan keberkahan dari awal lahir dan sesudahnya. Setelah itu, mereka pun mengadakan kemungkaran, yaitu dengan menyelenggarakan permainan adu pukul yang mereka sebut pencak dan boxing, sambil memukul-mukul rebab. Acara itu pun dihadiri para perempuan yang juga menyaksikan pagelaran itu. Tidak saja itu, acara maulid itu pun diramaikan dengan musik, permainan setrik dan permain yang menyerupai perjudian. Laki-laki dan perempuan bercampur baur, berjoget dan larut dalam canda tawa serta diiringi suara keras dan teriakan-teriakan di dalam masjid dan sekitarnya. Melihat itu, saya larang mereka dan saya menolak tegas kegiatan itu. Mereka pun berpisah dan bubar.” (KH. Hasyim Asy’ari, at-Tanbihatal-Wajibat li Man Yashna’ Maulid Bial-Munkarat, halaman 9-10).

Selanjutnya, Hadratussyekh menjelaskan praktik Maulid Nabi yang disarankan para ulama, yaitu:

Baca Juga:  Mengadzani Jenazah Ketika Di Pemakaman Bagaimana Hukumnya?

أن المولد الذي يستحبه الائمة هو إجتماع الناس وقرأة ما تيسر من القران ورواية الاخبار الواردة فى مبدأ امر النبي صلى الله عليه وسلم وما وقع فى حمله ومولده من إرهاصات وما بعده من سيره المباركات ثم يوضع لهم طعام يأكلونه وينصرفون. وان زادو على ذلك ضرب الدفوف مع مراعاة الادب فلا بأس بذلك

“Peringatan maulid yang disukai para imam (ulama besar) adalah berkumpulnya orang-orang di suatu majelis, lalu diperdengarkan sedikit bacaan Al-Qur’an dan riwayat tentang Nabi mulai dari kelahiran, perjuangannya dan perjalanan hidupnya yang penuh dengan berkah. Kemudian dihidangkan makanan kepada mereka agar para hadirin memakannya lalu bubar. Apabila di acara itu mereka menambahkan memukul rebana dengan tetap menjaga adab, maka diperbolehkan.” (KH. Hasyim Asy’ari, at-Tanbihatal-Wajibat li Man Yashna’ Maulid Bial-Munkarat, halaman 10-11).

Sehingga dari keterangan tersebut dapat kita simpulkan bahwa hukum shalawat diiringi musik adalah boleh, selama itu untuk memunculkan rasa semangat dan menambah rasa cinta kita kepada nabi Muhammad SAW, karena ketika menabuh musik dengan tujuan memberi semangat itu hukumnya diperbolehkan.

Baca Juga:  Betulkah Membaca Doa Sebelum Makan "Allahumma Bariklana" Itu Bid'ah?

Sedangkan jika musik tersebut menimbulkan kemaksiatan dan juga tidak pantas dengan kemuliaan shalawat itu sendiri maka hal tersebut dilarang. Demikian, wallahua’lam bisshawab.

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik