KH Ali Maksum; Biografi Lengkap dan Kiprahnya dalam Perkembangan Nahdlatul Ulama

KH Ali Maksum; Biografi Lengkap dan Kiprahnya dalam Perkembangan Nahdlatul Ulama

PeciHitam.org – Yogyakarta dikenal dengan Kota Pelajar dan Budaya. Pusat-pusat pendidikan dari pendidikan dasar sampai pendidikan teratas banyak berpusat di Kota Gudeg ini. Ratusan Universitas yang menelurkan banyak tokoh bangsa terdapat di Daerah Intimewa tersebut.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Presiden Republik Indonesia yang ke-7, Ir. Joko Widodo adalah salah seorang alumus Universitas Gadjah Mada yang berada Bulak Sumur DIY. Peran Yogyakarta sebagai kota pelajar juga berbanding dengan perannya sebagai kota Budaya.

Keberadaan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat menjadi pengukuh bahwa disana menjadi epicentrum kebudayaan Jawa dan Islam. Keraton Ngayogyakarta adalah penerus dinasti kerajaan Mataram Islam yang disepakati Sejarawan sebagai kerajaan Islam yang masih eksis di Nusantara.

Diselatan Keraton Yogyakarta, terdapat sebuah kawasan Santri yang sejak masa awal Kemerdekaan menjadi kawah Candradimuka untuk menimba Ilmu. Ialah Pesantren Al-Munawwir dan Krapyak penarik minat para pencari Ilmu untuk menempa keilmuannya.

Salah satu tokoh yang besar di Garis Imajiner Keraton Yogyakarta ini yaitu KH Ali Maksum. Kiai dengan kharisma dan pandangan egaliter kepada seluruh santrinya. Santrinya berasal dari berbagai penjuru Nusantara, bahkan disebutkan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) tercatat pernah nyantri  Pondok Krapyak tersebut.

Daftar Pembahasan:

Profil KH Ali Maksum

KH Ali Maksum bukan seorang tokoh asli dari Kota Gudeg Yogyakarta. Beliau merupakan seorang urban, pendatang dari Kota Lasem Rembang Jawa Tengah.

Ayah beliau, KH. Maksum bin Ahmad Abdul Karim, adalah seorang Ulama Tradisional yang banyak mempunyai santri. Ibundanya bernama Hj. Nuriyah binti Muhammad Zein.

Beliau dilahirkan pada tanggal 2 Maret 1915 di Desa Soditan Kecamatan Lasem bertepatan dengan fenomena gencarnya formalisasi Institusi pendidikan. Pendidikan berbasis pesantren tradisional tidak dianggap sebagai pendidikan Layak untuk para siswa.

Dilahirkan ditengah tradisi Pesantren salaf berdampak kepada pola pikir KH Ali Maksum yang sangat arif, bijaksana, sederhana dan membumi. Pendidikan Agama Islam dasar beliau dapatkan dari ayahandanya sendiri, KH Maksum Lasem.

Kecenderungan ayahanda KH Ali Maksum agar ia bisa menjadi seorang Faqih, Ahli Ilmu Fiqih. Akan tetapi beliau lebih condong untuk mempelajari Ilmu nahwu-sharaf sehingga membawa beliau mesantren di KH Amir Pekalongan.

Baca Juga:  Refleksi Harlah NU Ke-92: Pesan Kebangsaan KH Hasyim Asy'ari

Setelah mencapai umur 12 tahu, KH Maksum menitipkan KH Ali Maksum ke Pesantren sejawatnya, yakni Pesantren Tremas di Pelosok Pacitan Jawa Tengah. Akses jalan yang hanya bisa dilalui dengan jalan kaki tidak mengurangi kemasyhuran pesantren Tremas asuhan KH Dimyathi.

Sejarah Perjuangan dan penolakan untuk tunduk pada Belanda menjadikan Pesantren ini sangat terkenal dikalangan Santri dan Kiai Nusantara. Bahkan Pesantren ini merupakan salah satu Pesantren yang memiliki sanad Hadits, yaitu Syaikh Mahfudz At-Turmusi.

Selama pendidikan dipesantren KH Ali Maksum sangat menonjol, karena kecerdasan dan keuletan dalam belajar. Beliau dengan cepat menguasai kitab-kitab salaf yang biasa dipelajari dipesantren-pesantren konvensional.

Beliau juga membaca kitab-kitab pemikiran yang ditelurkan oleh Rasyid Ridha, tafsir Al-Maraghi, Kitab fatawa Karya Syaikhul Islam, serta karya Ibnul Qayyim. Kitab-kitab tersebut sebagai kitab pembanding dan kitab pengaya pemikiran Islam yang terlebih dahulu beliau kuasai.

Kelengkapan keilmuan yang beliau kuasai membawa beliau memahami Islam dengan lebih utuh dan tidak parsial. Perspektif agama Islam yang beliau kuasai bukan hanya sekedar tekstual, akan tetapi berdialog dengan kontekstual yang berada di Nusantara.

Beliau menulis sebuah kitab yang sampai sekarang menjadi Amal Jariyah yang selalu dibaca dan dikaji di Pesantren. Kitab tersebut adalah Hujjatu Ahlus Sunnah wal Jamaah sebagai benteng untuk menjawab permasalahan umum terkait Ibadah dan Amaliah harian. Kitab ini sangat penting karena menyertakan dalil Hujjah amalan-amalan yang sering dicap Bidah.

Kiprah KH  Ali Maksum

Watak pemikiran KH Ali Maksum bukan hanya dihasilkan dalam waktu singkat. Pemikiran modernisasi pendidikan beliau lakukan ketika berada di Tremas dengan merubah Kurikulum Pesantren dan mendirikan Madrasah.

Pendirian Madrasah di Tremas menjadi penanda modernisasi sistem pendidikan di pesantren ini. KH Ali Maksum memasukan kitab seperti Qiroatu Rasyidah dan Nahwul Madhih kedalam struktur kurikulum Madrasah yang dipimpinya.

Sepulang dari Tremas tahun 1935, beliau membantu ayahnya untuk mengasuh Pesantren di Lasem dengan spesialisasi Tafsir Quran dan Bahasa Arab. KH Ali Maksum melepas masa lajang pada tahun 1938 dengan menikahi Putri seorang Muqri Al-Quran dari Yoyakarta, KH. Muhammad Munawwir. Istri beliau bernama Rr. Hasyimah.

Baca Juga:  Imam Syafi'i; Sejarah Lengkap Perjalanan Intelektual Pendiri Madzhab Syafi'i

Beliau mendapat anugerah yang besar karena beberapa hari setelah pernikahan seorang dermawan Kauman Yogyakarta menghadiahi beliau tiket berhaji. Kesempatan ini tidak beliau lewatkan dan berangkat ke Tanah Haram diniati untuk Haji dan menuntut Ilmu.

Di Tanah Haram beliau bertemu dan bertalaqqi Ilmu dengan Sayyid Alwi Abbad Al-Maliki, seorang Ulama Besar Sunni di Makkah. Beliau juga menimba Ilmu dengan Syaikh Umar Hamdan untuk mengaji shahih Bukhari dan Ulumul Hadits.

KH Ali Maksum menimba Ilmu di Tanah Haram sekurangnya dua tahun, dengan pulang ke Nusantara membawa setumpuk kitab yang sangat banyak. Beliau pulang ke Nusantara sekitar tahun 1940 dan kembali ke Lasem membantu mengasuh Pesantren ayahnya.

Tidak berselang lama dari kepulangan beliau ke Lasem, KH Muhammad Munawir kembali ke haribaan Allah SWT. Kepemimpinan Pesantren Krapyak diserahkan kepada putra tertua yakni, KH Abdullah Affandi Munawir dan KH Raden Abdul Qadir Munawir.

Akan tetapi kharisma kakak-beradik ini tidak mampu menyamai kharisma Mbah Munawwir sebagai pendiri Pesantren. Banyak santri yang  pulang selepas ditinggal KH Muhammad Munawir, menyisakan beberapa puluh saja. Hal ini diperparah Invasi Jepang menguasai Nusantara pada tahun 1942.

Keluarga dari Krapyak Yogyakarta mengirim utusan untuk mengajak KH Ali Maksum Hijrah ke Yogyakarta guna membenahi pendidikan dan mendongkrak jumlah santri. Setelah dibujuk sendiri oleh Ibu mertua beliau bersedia memenuhi permintaan untuk Hijrah ke Krapyak.

Beliau membentuk semacam Pendidikan Kaderisasi untuk membentuk karakter kepemimpinan yang mantap. Peserta Pendidikan Kaderisasi hasil ide KH Ali Maksum adalah;

  1. Raden Abdul Qadir Munawwir Muqri Al-Quran, pengasuh Pesantren Al—Munawwir Yogyakarta,
  2. Zaini Munawwir, pengasuh Pesantren Al—Munawwir Yogyakarta
  3. Dalhar Munawwir, pengasuh Pesantren Al—Munawwir Yogyakarta
  4. Ahmad Warson Munawwir, pengasuh Pesantren Al—Munawwir Yogyakarta dan memiliki karya Monumental Kamus Al-Munawwir kamus terbesar Arab-Indonesia yang pernah disusun.
  5. Zainal Abidin Munawwir, pengasuh Pesantren Al—Munawwir Yogyakarta dan seorang Zuhud di era Modern.
  6. KH Habib Dimyati, Pengasuh Pesantren Tremas
  7. Nawawi Adul Aziz, Menantu KH Munawwir dan pendiri Pesantren Al-Quran An-Nur Ngrukem Yogyakarta. Serta beberapa tokoh penting di Yogyakarta lainnya.
Baca Juga:  Nuruddin Ar Raniri, Ulama yang Berpengaruh Bagi Penyebaran Islam di Aceh

Kiprah KH Ali Maksum dalam memodernisasi pendidikan Pesantren serta mengatrol jumlah santri menjadikan beliau terkenal sebagai praktisi pendidikan. Selain itu, beliau juga tercatat sebagai pentashih mushaf Al-Quran Kementerian Agama.

KH Ali Maksum dan NU

KH Ali Maksum adalah salah seorang motor dilahirkannya Khittah NU 1926, yang menandakan Ormas NU kembali ke Rel Perjuangan Sosio-Masyarakat dan menanggalkan politik praktis. Beberapa hasil capaian KH Ali Maksum selama menjadi Rais PBNU sejak 1980-1984 antara lain sebagai berikut;

  1. Membatasi peran NU secara struktural untuk masuk terlalu dalam dunia Politik Praktis. NU sebelum tahun 1984 adalah Partai Besar yang mampu menempatkan wakilnya kedalam Parlemen.
  2. Memotori lahirnya keputusan NU kembali ke Khittah 1926. Khittah tersebut sebagai penanda kembalinya ruh NU kedalam perjuangan Sosio-kultural dalam berbangsa-negara.
  3. Membuat batasan yang tepat dalam hubungannya dengan Partai-partai
  4. Menempatkan kembali Ulama sebagai pelindung dan pengayom Masyarakat, bukan sekedar sebagai lumbung suara ketika Pemilu.
  5. Meregenerasi NU dengan mendorong dan memasukkan generasi muda NU kedalam struktur kepengurusan, seperti KH Abdurrahman Wahid, Mahbub Junaidi, Ahmad Mustofa Bisri, KH Sahal Mahfudz, KH Muchid Muzadi dan lain sebagainya.
  6. Menghilangnya perpecahan di tubuh NU, tidak ada lagi kubu Cipete dan Situbondo.

Peran lainnya dari KH Ali Maksum sangat banyak terutama pembelaan beliau terhadap tradisi nahdliyin yang terdapat dalam Kitab Hujjatu Ahlus Sunnah wal Jamaah dengan dalil sharih. Santri-santri beliau banyak menjadi tokoh dan orang besar dengan segudang kiprahnya. Ash-Shawabu Minallah.

Mohammad Mufid Muwaffaq