Tanamkan Niat yang Baik Ketika Menikah Agar Menjadi Pasangan yang Langgeng

Niat Ketika Menikah

Pecihitam.org- Sering kita mendengar ungkapan dari orang-orang, misalnya, “Nikah itu enaknya cuma 10%, sedangkan 90%-nya sangat enak” atau “Nyesel saya baru nikah. Tahu enak begini, sudah nikah dari dulu” dan masih banyak lagi ungkapan serupa untuk menggambarkan betapa nikah itu nyaman.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Pada prinsipnya, saya pribadi setuju dengan bentuk dan tujuan ungkapan-ungkapan tersebut, bahwa menikah itu enak. Karena itu, segeralah menikah. Begitu kira-kira.

Namun, ada hal penting yang harus dipahami dengan baik bahwa untuk mendapatkan kenyamanan dalam pernikahan itu tidak mudah.

Dalam banyak kesempatan, baik ketika menjadi wakil keluarga calon pengantin dalam acara serah terima maupun saat memberikan bimbingan pranikah semenjak bertugas di wilayah kerja Kantor Urusan Agama (KUA), saya sering menyampaikan, kenyamanan dalam nikah mesti didapatkan dengan usaha yang benar dan doa yang konsisten.

Analogi yang saya buat, Durian merupakan bahwa yang nyaman, nikmat. Namun untuk mendapatkan kenyamanan makan Durian itu tidak mudah. Mulai dari harganya yang relatif mahal, atau kalau pun punya sendiri tanpa harus membeli, untuk membukanya juga tidak mudah. Kita mesti berhadapan dengan durinya, beresiko luka sebelum menikmati isinya.

Ya, begitulah menikah. Makanya, orang-orang sering mengistilahkan nikah dengan Bahtera Rumah Tangga. Sebagaimana bahtera yang mengarungi lautan, begitulah pernikahan akan menghadapi banyak cobaan, baik ringan maupun berat. Namun jika itu dilalui dengan sabar, maka akan sampai pada inti kenyamanan nikah, yakni sakinah, mawadah wa rahmah.

Dalam hal ini, ada pesan dari Nabi kepada sahabat Abu Dzar Al-Ghifari yang bisa kita kontekstualisasikan dengan perjalanan mengarungi bahtera rumah tangga ini,

Baca Juga:  Menikahi Dua Perempuan Bersaudara Sekaligus, Bagaimanakah Hukumnya?

جَدِّدِ السَّفِيْنَةَ فَإِنَّ اْلبَحْرَ عَمِيْقٌ. وَخُذِ الزَّادَ كَامِلاً فَإِنَّ السَّفَرَ بَعِيْدٌ

Perbaguslah bahteramu, karena sungguh laut itu dalam. Bawalah bekal yang cukup, karena perjalanan ini jauh… (HR. Ahmad dan Al-Hakim)

Pada dasarnya hadis ini memang sebagai wasiat Nabi kepada sang sahabat ketika ingin pergi berdakwah menyebarkan Islam ke negeri seberang.

Namun, subtansi dari pesan beliau sebenarnya berlaku umum kepada setiap orang yang ingin memulai suatu kebaikan.

Syaikh Nawawi al-Bantanni, ketika men-syarahi hadis ini dalam Irsyadul ‘Ibad menjelaskan, bahwa perintah untuk memperbaiki perahu bermakna untuk menata niat.

Nikah sebagai bagian dari kebaikan juga mutlak membutuhkan niat dan ‘azm yang kuat, agar tetap bisa langgeng.

Jika seseorang yang hendak berlayar, ia harus memastikan kapal dalam kondisi siap dan aman; memeriksa mesin, mempertimbangkan cuaca, dan lain-lain. Maka, dalam hal nikah, niat harus mantap, karena jangankan masalah besar, hal sepele sekali pun tak jarang menjadi pemicu pertengkaran.

Baca Juga:  Pernikahan Beda Agama, Sahkah Menurut Islam?

Belum lagi masalah kesusahan mencari pekerjaan, kesulitan ekonomi, musibah yang tak terduga atau pun godaan untuk mendua. Singkatnya, nikah butuh niat yang shahihah agar tidak goyah.

Lalu bagaimanakah sebaiknya niat dan ‘azm nikah yang baik agar sakinah, mawadah wa rahmah yang diharapkan tak sekadar isapan jempol.

Berikut kami nukilkan niat dari Syaikh Al-Arif Billah Ali bin Abi Bakr As-Sakran ketika beliau hendak menikah.

Dengan pernikahannya, beliau berniat karena cinta pada Allah ‘azza wa Jalla, berusaha untuk menghasilkan anak (keturunan) demi berlangsungnya kehidupan manusia, karena cinta kepada Rasulullah SAW untuk membanggakan beliau, sebagaimana sabdanya,

ﺗﻨﺎﻛﺤﻮﺍ ﺗﻜﺎﺛﺮﻭﺍ ﻓﺈﻧﻲ ﻣﺒﺎﻩ ﺑﻜﻢ ﺍﻷﻣﻢ ﻳﻮﻡ القيامة

“Menikahlah dan perbanyaklah keturunan, karena sesungguhnya aku membangga-kan kalian terhadap umat-umat lain pada hari kiamat” (HR. Muslim)

Syaikh Ali, dengan nikahnya juga berniat dan ber-‘azm untuk tabarruk dengan doa anak shalih, mencari syafaat dengan kematian anak ketika masih kecil, membentengi diri dari setan, memecah kerinduan, menghindari bencana buruk, menundukkan pandangan, meminimalisir was-was (bisikan hati), dan memelihara kemaluan dari hal-hal yang keji.

Niat beliau pun berlanjut, dengan pernikahannya ingin menenangkan dan mententramkan jiwa dengan duduk bersama, memandang, dan saling bersendau-gurau, dan untuk menenangkan dan menguatkan hati dalam beribadah.

Baca Juga:  Hukum Anal Seks Menurut Pandangan Agama Islam

Juga dengan pernikahannya berniat ntuk mengosongkan hati dari mengatur rumah, menanggung kesibukan memasak, menyapu, menyiapkan tempat tidur, membersihkan wadah dan mempersiapkan sebab-sebab (bekal-bekal) hidup.

Intinya, dengan nikahnya, beliau mengikuti niat yang telah diniatkan oleh para hamba-hamba shaleh dan ulama yang mengamalkan ilmunya.

Teks asli dan edaksi lengkap dari niat dan ‘azm beliau dalam pernikahan ini, bisa Anda baca di sini.

Akhirnya, pemuda yang belum atau baru akan menikah, silahkan luruskan dan mantapkan niat. Yang sudah menikah, tidak ada salahnya untuk memperbaharui niat agar kembali terarah menuju sakinah, mawadah wa rahmah dalam bingkai baiti jannati (rumahku surgaku). Wallahu a’lam bisshawab.

Faisol Abdurrahman