Pancasila, Bukti Indonesia Negara Bertuhan

pancasila

Pecihitam.org – Indonesia bukan negara agama, melainkan negara bertuhan. Hal ini menegaskan bahwa segenap warga negara dalam naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) harus memastikan diri sebagai pemeluk suatu agama atau keyakinan tertentu yang percaya akan eksistensi Tuhan. Selain itu, sebagai negara bertuhan Indonesia diruh-napasi oleh agama-agama yang ada dengan tanpa menjadikan agama tertentu sebagai agama formal negara.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Dengan memilih bukan sebagai negara agama, Indonesia membebaskan warga negaranya untuk memeluk agama apa pun, dan ini sejalan dengan spirit Islam bahwa persoalan keyakinan (agama) tidak bisa dipaksakan (laâ ikrâha fî al-dîn). Sebab, jika Indonesia memformalkan satu agama tertentu, hal ini mengandaikan ada pemaksaan atas kebebasan memilih satu keyakinan agama terhadap warga negara.

Dengan demikian, formalisme agama sesungguhnya akan mempersempit agama itu sendiri melalui kaki-tangan kekuasaan (negara). Biarlah agama berjalan secara apa adanya, secara kultural bukan struktural.

Perbedaan atau prularitas dalam kehidupan tidak bisa dielakkan. Keberagaman bangsa, bahasa, suku, adat, tradisi, dan lain sebagainya merupakan aksiomatik karsa dan kuasa Tuhan. Tuhan Yang Maha Kuasa bisa saja menjadikan manusia sebagai umat yang satu; satu bangsa, satu bahasa, satu suku – yang homogen. Tapi nyatanya itu tidak terjadi.

Baca Juga:  Ketika Mereka Masih Perdebatkan Islam dan Sistem Negara Bangsa

Maka, mengakui keberagaman sebagai sunnatullâh adalah bagian dari keimanan. Sebab ayat atau tanda kuasa Tuhan bukan hanya keterutusan Rasul atau Kitab Suci belaka. Segala eksistensi di langit dan di bumi merupakan ayat bahwa Tuhan adalah Maha Kuasa di atas segala-galanya. Dan, keberagaman yang tergelar di muka bumi adalah ujud sunnatullâh itu sendiri.

Sepanggan-seperapian dengan prularitas, Indonesia dengan Pancasilanya secara gagah menjadi negara yang mampu menyulam keberagaman itu. Semboyan “bhinneka tunggal ika” yang tertera secara epik di pita besar pada burung Garuda Indonesia menjadi petanda bahwa perbedaan bukan menjadi alasan untuk hidup dalam satu rumah besar NKRI.

Sejatinya tidak ada relasi antagonistik antara Pancasila dengan Islam. Relasi itu berada dalam satu moda relasi yang inheren dan harmonis-substantif. Seperti apa yang diungkap Gus Dur dalam artikel “Islam dan Keadilan Sosial” bahwa keadilan adalah tuntutan mutlak dalam Islam, baik rumusan “hendaklah kalian bertindak adil (an ta’dilû)” maupun keharusan “menegakkan keadilan (kûnû qawwamîna bi al-qisthi)”.

Baca Juga:  KH. Muslim Rifai Imampuro, Ulama Pencetus Slogan “NKRI Harga Mati”

Keadilan yang dituntut Islam itu sejalan dengan butir sila kelima Pancasila “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Inilah yang disebut bahwa Pancasila atau NKRI sendiri tanpa embel-embel syariah pun hakikatnya sudah syariah. Sebab spirit Islam sesungguhnya menjiwai Pancasila sebagai dasar negara.

Dalam kaidah fiqh disebutkan bahwa kebijaksanaan dan tindakan imam (pemimpin/presiden) harus terkait langsung dengan kesejahteraan rakyat yang dipimpin (tasharruf al-imâm ‘alâ al-ra’iyyah manûtun bi al-mashlahah). Jika kaidah ini disandingkan dengan Pancasila, maka bertitik temu dengan sila kelima.

Bahwa keadilan sosial dalam sila kelima mengandung arti keadilan dalam politik, hukum, dan ekonomi, dan kesemuanya bermuara pada kesejahteraan sosial rakyat Indonesia. Sehingga antara negara dan Islam dengan maqâshid al-syari’ah-nya sama-sama bertujuan untuk menciptakan tatanan masyarakat yang sejahtera.

Jika sila kelima merupakan muara, maka hulunya adalah sila pertama, yakni “ketuhanan yang maha esa”. Sila inilah yang secara tegas menjadi representasi dari kalimat tauhid. Secara analogis, antara Islam dan NKRI dengan Pancasilanya, keduanya merupakan bangunan yang sama-sama berpondasi kalimat tauhid (agama).

Tujuan keduanya pun identik, Indonesia dengan Pancasilanya adalah untuk “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”, dan Islam dengan maqâshid al-syari’ah-nya untuk menjaga manusia dengan jaminan atas keselamatan jiwa (al-nafs), agama (al-dîn), akal (al-‘aql), nasab-keturunan (al-nasl), dan harta (al-mâl), dimana kelimanya adalah prinsip universal yang menopang satu tatanan masyarakat yang adil dan sejahtera.

Baca Juga:  Ibadah Kurban dan Solidaritas Kemanusiaan

Dus, Pancasila sebetulnya sangat Islami. Nilai-nilai Islam menghidupi terutama kepada apa yang menjadi pijakan awal (sila pertama) dan cita-cita luhur (sila kelima) Pancasila. Dengan demikian, tanpa perlu formalisasi syari’at Islam pun NKRI sudah amat syariah. Pancasila adalah bukti bahwa Indonesia bukan negara yang kering akan spirit agama. Pancasila adalah bukti Indonesia adalah negara yang bertuhan.

Wallâhul muwaffiq.

Mutho AW

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *