Senada dengan Ahlussunnah Wal Jamaah, Begini Penafsiran Zamakhsyari tentang Siksa Kubur

Senada dengan Ahlussunnah Wal Jamaah, Begini Penafsiran Zamakhsyari tentang Siksa Kubur

PeciHitam.org Ahlussunnah Wal Jamaah yakin dan percaya bahwa siksa kubur akan didapatkan bagi semua manusia. Namun, berbeda dengan Ahlussunnah Wal Jamaah, Mu’tazilah menolak adanya pemikiran teologi tentang siksa kubur.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Namun, siapa sangka salah satu ahli tafsir dari kelompok Mu’tazilah yaitu Imam az-Zamakhsyari malah mendukung pernyataan Ahlussunnah Wal Jamaah mengenai siksa kubur. Kok Bisa ya?

Namun sebelum melihat bagaimana penafsirannya, kita kembali sedikt membahas apa itu ahlussunnah wal jamaah.

Pengertian Sunni atau Ahlussunah Wal Jamaah

Sunnah secara harfiah berarti tradisi, Ahl as-Sunnah berarti orang-orang yang secara konsisten mengikuti tradisi nabi Muhammad saw., dalam hal ini adalah tradisi Nabi dalam tuntunan lisan maupun amalan beliau serta sahabat mulia beliau.

Kata sunnah memiliki beberapa arti, di antaranya tariqah yang berarti suatu cara yang ditempuh para sahabat dalam memahami ayat-ayat mutasyabihat, dimana mereka menghindari takwil dan menyerahkan sepenuhnya makna dari ayat-ayat tersebut kepada Allah swt.

Arti lain dari sunnah adalah tradisi (hadis), melihat pengertian tersebut bisa dikatakan bahwa ahl as-sunnah berarti orang-orang yang secara konsisten mengikuti tradisi Nabi saw, atau dengan kata lain menjadikan hadis sebagai pedoman ajaran-ajaran mereka.

Quraish Shihab mengatakan bahwa sulit untuk menjelaskan siapa saja yang dinamai Ahlussunnah dalam pengertian terminologi, karena banyaknya kelompok-kelompok yang termasuk di dalamnya.

Beberapa pakar menyatakan bahwa kelompok Ahlussunnah muncul sebagai reaksi atas munculnya paham Mu’tazilah yang disebarkan oleh Washil bin ‘Atha’, dimana kelompok ini sangat mengandalkan akal dalam memahami dan menjelaskan ajaran-ajaran Islam.

Baca Juga:  Tragedi Mihnah, Catatan Kelam Kekejaman Mu'tazilah dalam Sejarah Islam

Selain Mu’tazilah ada juga aliran Maturidiyah yang terbagi dalam dua kelompok besar, yang satu berpusat di Samarkand dengan pemahaman sedikit liberal dan yang satunya lagi muncul di Bukhara yang cenderung bersifat tradisional dan lebih dekat kepada aliran Asy’ariyah

Penafsiran Zamakhsyari Tentang Siksa Kubur

Keyakinan adanya siksa kubur bagi kalangan Ahlussunnah wal Jamaah didasarkan kepada al-Quran surah al-Mu’min ayat 46:

النَّارُ يُعْرَضُونَ عَلَيْهَا غُدُوًّا وَعَشِيًّا وَيَوْمَ تَقُومُ السَّاعَةُ أَدْخِلُوا آلَ فِرْعَوْنَ أَشَدَّ الْعَذَابِ

Artinya: ‘Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang (sebelum hari bangkit), dan pada hari terjadinya kiamat. (Dikatakan kepada malaikat): “Masukkanlah Fir’aun dan kaumnya ke dalam azab yang sangat keras”

Dengan ayat ini, kalangan Sunni meyakini akan adanya siksa kubur, dimana konteks ayat tersebut menjelaskan balasan untuk pengikut Fir’aun yang dimasukkan ke dalam neraka sebelum datangnya hari kiamat pada pagi dan petang hari.

Berbeda dengan Sunni, Mu‘tazilah mengingkari adanya siksa kubur. Menurut mereka, manusia akan menyatu kembali dengan tanah setelah dikubur. Karenanya, mereka juga disebut dengan nama al-Quburiyah karena pengingkaran mereka akan adanya siksa kubur.

Sementara itu Zamakhsyari menafsirkan kata ‘غُدُوًّا وَعَشِيًّا’ dengan ungkapan berikut ini:

في هذين الوقتين يعذبون بالنار، وفيما بين ذلك الله أعلم بحالهم، فإمّا أن يعذبوا بجنس آخر من العذاب، أو ينفس عنهم. ويجوز أن يكون غُدُوًّا وَعَشِيًّا: عبارة عن الدوام

Artinya: ‘pada dua waktu ini, mereka disiksa di neraka, selain dua waktu itu Allah yang lebih tahu keadaan mereka, mungkin diberi siksaan yang lain atau dihilangkan (nyawanya). Dan kata ‘guduwwan wa ‘asyiyyan’ merupakan ungkapan yang menunjukkan tentang kelanggengan (ditampakkannya neraka pada pagi dan petang).

Maksud dari penafsiran Zamakhsyari diatas yaitu bahwa pengikut fir’aun dalam konteks ayat tersebut di siksa sebelum terjadinya hari kiamat ketika pagi dan petang dan zamakhsyari menambahkan juga bahwa waktu diantara pagi dan petang itu hanya Allah yang lebih tau kondisinya, bisa jadi diberi siksaan lain atau diberhentikan terlebih dahulu. Yang lebih menarik lagi yaitu di akhir penjelasannya mengenai ayat tersebut, Zamakhsyari menambahkan dalam tafsirnya ‘ويستدل بهذه الآية على إثبات عذاب القبر’.

Baca Juga:  Sekilas Mengenali Pokok Ajaran Mu’tazilah dalam al-Ushul al-Khamsah

Dengan ini dapat dilihat bahwa Zamakhsyari mengatakan bahwa ayat tersebut diatas menunjukkan akan adanya siksa neraka. Hal ini tentu saja berbeda dengan paham yang dianutnya dimana mereka tidak mengakui adanya siksa dan nikmat dalam kubur.

Ayat lain yang juga mengindikasikan adanya siksa kubur yaitu Surah at-taubah ayat 101 sebagai berikut:

وَمِمَّنْ حَوْلَكُمْ مِنَ الْأَعْرَابِ مُنَافِقُونَ وَمِنْ أَهْلِ الْمَدِينَةِ مَرَدُوا عَلَى النِّفَاقِ لَا تَعْلَمُهُمْ نَحْنُ نَعْلَمُهُمْ سَنُعَذِّبُهُمْ مَرَّتَيْنِ ثُمَّ يُرَدُّونَ إِلَى عَذَابٍ عَظِيمٍ

Artinya: Di antara orang-orang Arab Badwi yang di sekelilingmu itu, ada orang-orang munafik; dan (juga) di antara penduduk Madinah. Mereka keterlaluan dalam kemunafikannya. Kamu (Muhammad) tidak mengetahui mereka, (tetapi) Kamilah yang mengetahui mereka. Nanti mereka akan Kami siksa dua kali kemudian mereka akan dikembalikan kepada azab yang besar.

Pada ayat ini, Zamakhsyari mengartikan kata ‘سَنُعَذِّبُهُمْ مَرَّتَيْنِ’ dengan mengemukakan beberapa pendapat, yaitu bahwa dua kali siksaan yang dimaksud yaitu al-Qatl (pembunuhan) dan siksa kubur.

Baca Juga:  Mengenal Cabang Aliran Muktazilah dan Pandangan Teologisnya

Pendapat lainnya menyebutkan al-fadihah (terbuka aibnya) dan siksa kubur. Selain itu, Zamakhsyari juga menyertakan sebuah riwayat dari ‘Abdullah Ibn ‘Abbas, beliau menceritakan khutbah jumat Rasulullah saw, saat itu Rasul mengusir beberapa orang munafik dari masjid, setelah itu, Rasullulah berkata: فهذا العذاب الأّول، والثاني عذاب القبر (ini merupakan siksa pertama -yaitu ketika mereka diusir dari masjid- kemudian siksa kedua adalah siksa kubur).

Dari penafsiran kedua ini juga tidak ada bantahan atau sanggahan sedikitpun dalam penafsiran Zamakhsyari. Disini dapat disimpulkan bahwa Zamakhsyari berbeda dengan Mu’tazilah ketika berbicara mengenai konsep siksa kubur di dalam al-Quran, padahal paham yang dia ikuti tidak percaya dengan adanya Nikmat dan siksa kubur.

Kok bisa ya?

Mohammad Mufid Muwaffaq