Inilah Tujuan dari Dibentuknya Perbankan Syariah dalam Sistem Ekonomi Indonesia

Inilah Tujuan dari Dibentuknya Perbankan Syariah dalam Sistem Ekonomi Indonesia

Pecihitam.org- Perbankan Syariah sebagai sebuah lembaga baru yang kegiatannya berlandaskan pada bangunan sistem ekonomi Syariah, dapat dikatakan sebagai sebuah pembangunan ide-ide baru dalam sistem ekonomi Indonesia ketika lembaga-lembaga keuangan konvensional tidak mampu membendung krisis ekonomi yang terjadi.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Oleh karenanya, lahirnya lembaga-lembaga keuangan yang berbasis pada sistem ekonomi Syariah seperti perbankan Syariah, menunjukkan bahwa arah dan sasaran politik hukum ekonomi difokuskan pada terciptanya sistem hukum yang mampu memberikan keadilan ekonomi pada masyarakat, mengarahkan perhatian pada ekonomi kerakyatan, terciptanya nasionalisme ekonomi, dan menggunakan tolak ukur pemerataan ekonomi, dan mengukur keberhasilan pembangunan ekonomi.

Penguatan terhadap ekonomi yang berkarakter kerakyatan dengan produk transaksi mudharabah dan transaksi jual beli yang ditawarkan oleh lembagalembaga keuangan syari’ah memastikan keterkaitan sektor moneter dan sektor riil.

Hal ini sangat berlainan dengan sistem ekonomi konvensional yang perkembangan sektor moneternya tidak terkait dengan sektor riil. Bagaimanapun sektor financial tidak akan pernah lepas kaitan dengan sektor riil. Jika dalam kenyataannya kedua sektor ini telah mengalami lepas kaitan, maka umat manusia tinggal menunggu kehancuran peradaban.

Baca Juga:  Bagaimana Islam Memaknai Perdagangan Bebas? Berikut Penjelasan dari Para Ulama

Konsep hukum ekonomi Syariah menjaga keseimbangan sektor riil dan sektor moneter. Bahkan studi-studi tentang sistem ekonomi Syariah menggaris bawahi bahwa masalah fiskal merupakan yang utama dan mendapatkan penekanan lebih di banding masalah moneter.Penekanan sistem ekonomi pada fiskal akan lebih mendorong berkembangnya sektor riil dan pemerataan.

Apabila mengaitkan perkembangan konsep serta asas-asas hukum yang memberikan dasar atas petunjuk arah dalam pembentukan hukum positif dan kaidah-kaidah hukum tentang bagaimana seharusnya implementasi demokrasi ekonomi dalam sistem ekonomi Syari’ah, ini berarti sudah mengarah pada wacana politik hukum ekonomi.

Landasan politik hukum ekonomi Indonesia ada dalam pasal 33 UUD 1945, Pancasila, GBHN dan propenas yang secara luas merupakan penjabaran demokrasi ekonomi.

Bermunculannya lembaga perbankan syariah yang dimulai sejak tahun 1991 dengan lahirnya Bank Muamalat Indonesia merupakan wujud dari penerapan ekonomi syariah di Indonesia. Secara Konstitusi keberadaan lembaga perbankan syariah sebagai bagian dari ekonomi syariah diakui.

Hal ini dapat dilihat dengan adanya beberapa undang-undang yang berkaitan dengan perbankan/perbankan syariah, seperti Undang-Undang N0. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, Undang-Undang N0.10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Undang-Undang N0. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, dan Undang-Undang N0. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syari’ah.

Baca Juga:  Polemik Tentang Hukum Jual Beli Kucing Dalam Islam

Selain berupa undang-undang, maka dalam rangka penguatan hukum materil ekonomi syariah, kita telah mempunyai Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) yang berisi 4 (empat) buku, yaitu Buku I tentang Subjek Hukum dan Amwal, Buku II tentang Akad, BukuIII tentang Zakat dan Hibah, dan Buku IV tentang Akuntansi Syari’ah.

Keberadaan KHES ini belum dalam bentuk Undangundang, tetapi berupa Peraturan Mahkamah Agung (PMA) No. 2 Tahun 2008 yang dalam tata urutan perundang-undangan tidak termasuk sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang N0. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Keberadaan ekonomi syariah di Indoinesia, sesungguhnya sudah mengakar sekalipun keberlakuannya masih bersifat normatif sosiologis. Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia tahun 1997, menjadikan pemerintah mulai melirik pada sistem yang berangkat dari sistem ekonomi Syari’ah.

Beberapa perangkat hukum untuk memayungi penerapan ekonomi syariah Indonesia sudah relatif banyak, sekalipun belum maksimal. Ke depan perlu upaya yang lebih maksimal dan meyeluruh dalam rangka melengkapi aturan atau regulasi terkait dengan ekonomi syariah, sehingga keberadaan ekonomi syariah menjadi kuat tidak hanya secara normatif sosiologis tetapi juga yuridis formil.

Baca Juga:  Hukum Berhutang Kepada Non Muslim Bolehkah? Ini Penjelasannya

Hal yang perlu dilakukan adalah melakukan pembaruan hukum yang merupakan salah satu dimensi dari pembangunan hukum nasional, selain dimensi pemeliharaan dan penciptaan.

Yang dimaksud dengan dimensi pembaruan adalah usaha untuk lebih meningkatkan dan menyempurnakan pembangunan hukum nasional yaitu dengan selain pembentukan peraturan perundang-undangan yang baru, juga penyempurnaan peraturan perundang-undangan yang ada sesuai dengan kebutuhan baru di bidang-bidang yang bersangkutan, dalam hal ini bidang ekonomi syariah.

Mochamad Ari Irawan