Sahkah Puasa Wanita Yang Belum Mandi Besar? Ini Uraiannya!

Sahkah Puasa Wanita Yang Belum Mandi Besar? Ini Uraiannya!

PeciHitam.org – Sahkah Puasa Wanita Yang Belum Mandi Besar? Ini Uraiannya! – Nabi Muhammad menjadi tempat bertanya bagi para sahabatnya jika mereka menemui hal-hal yang muskil terkait dengan ajaran agama Islam.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Salah satu persoalan yang mengganjal hati seorang sahabatnya –sehingga dia menanyakan langsung kepada Nabi Muhammad- adalah puasa bagi orang yang sedang junub (berhadats besar karena keluar mani atau berhubungan badan).

Suatu ketika, Nabi Muhammad sedang berada di rumah Sayyidina Aisyah. Tiba-tiba, ada salah seorang sahabat beliau yang mengetuk pintu. Nabi Muhammad kemudian langsung keluar dan menemui tamunya itu.

Semula sahabat tersebut sedikit sungkan untuk mengungkapkan persoalannya karena tahu Sayyidah Aisyah sedang di dalam. Dia malu jika Sayyidah Aisyah (mempunyai sebutan Ummahatul Mukminin) itu sampai mendengar dan tahu persoalannya itu.

Setelah menenangkan mentalnya, sahabat tersebut lantas menyampaikan permasalahannya kepada Nabi Muhammad dengan suara yang agak pelan.

Katanya, persoalan tersebut sebetulnya sudah terjadi pada bulan Ramadhan yang belum lama berlalu. Namun kasus tersebut terus membuatnya gelisah dan resah hingga waktu itu.

Sahabat tersebut kemudian bercerita jika pada bulan Ramadhan lalu dia sedang junub. Entah dikarenakan tidak sempat atau lupa atau tidak cukup waktunya, dia belum mandi besar.

Sementara waktu Shalat Shubuh sudah masuk. Sahabat tersebut bertanya, apakah berpuasa dalam keadaan junub seperti itu diperbolehkan?

“Wahai sahabatku, engkau tidak usah gelisah. Akupun pernah mengalami kejadian serupa yang engkau alami itu. Engkau tak usah ragu, puasamu tidak batal. Aku saat itu tetap berpuasa meski dalam keadaan junub,” jawab Nabi Muhammad, dikutip buku Pesona Ibadah Nabi (Ahmad Rofi’ Usmani, 2015).

Sahabat tersebut ‘tidak langsung menerima’ jawaban Nabi Muhammad. Dia tidak puas. Katanya, dirinya dengan Nabi Muhammad berbeda, tidak sama.

Nabi Muhammad adalah seorang Rasul Allah. Dosa-dosanya, baik di masa lalu, di masa kini, dan di masa depan pasti diampuni Allah. Sementara dirinya adalah hamba biasa.

Baca Juga:  Hukum Imam Sholat Yang Masih Mempunyai Tanggungan Hutang Sholat

“Sahabatku! Sungguh aku selalu berharap menjadi orang yang paling takut kepada Allah dan menjadi orang yang paling mengetahui cara-cara bertakwa,” timpal Nabi Muhammad.

Begitulah jawaban Nabi Muhammad saw. ketika salah seorang sahabatnya yang meminta jawaban atas puasa bagi orang junub. Beliau menegaskan kembali bahwa puasa bagi orang junub tetap sah, tidak batal, karena beliau sendiri juga pernah mengalami kasus yang sama. Jadi jika masih ada pertanyaan mengenai Sahkah Puasa Wanita Yang Belum Mandi Besar? Kisah sahabat diatas sudah menjawab pertanyaan tersebut.

Salah satu hadits riwayat Bukhari dan Muslim, Sayyidah Aisyah dan Sayyidah Ummu Salamah berkata: “Rasulullah di saat subuh dalam keadaan junub setelah bersetubuh, bukan karena mimpi, beliau tidak membatalkan puasanya dan tidak meng-qadha’nya.

Menurut keterangan Syekh Hasan Sulaiman An-Nuri dan Syekh Alawi Abbas Al-Maliki dalam kitab Ibanatul Ahkam, dari hadits tersebut dapat disimpulkan bahwa orang yang sedang junub boleh menunda mandi besar hingga waktu setelah terbit fajar. Kendati demikian, yang lebih utama adalah menyegerakan mandi sebelum waktu subuh tiba.

“Orang yang berpuasa boleh menunda mandi junub hingga waktu setelah fajar terbit. Tetapi yang lebih utama adalah ia menyegerakan mandi wajib sebelum terbit fajar atau sebelum Subuh,” (Lihat Syekh Hasan Sulaiman An-Nuri dan Syekh Alawi Abbas Al-Maliki, Ibanatul Ahkam, [Beirut, Darul Fikr: 1996 M/1416 H], cetakan pertama, juz II, halaman 313).

Puasa merupakan ibadah yang menuntut seseorang untuk menahan diri dari syahwat makanan-minuman dan syahwat kelamin selama waktu puasa, dari terbit fajar sampai matahari terbenam. Dengan dmeikian, selama waktu puasa seseorang dilarang untuk melakukan aktivitas makan, minum, dan aktivitas seksual dalam pengertian hubungan badan.

Baca Juga:  Bagaimana Hukum Menahan Hadats Buang Hajat, Kencing dan Kentut Ketika Shalat?

Lalu bagaimana jika seseorang memiliki hadats besar atau dalam kondisi junub/janabah di malam yang mengharuskannya mandi junub, lalu tertidur hingga pagi yang menjadi bagian dari waktu ibadah puasa?

Kami pada kesempatan ini merujuk pada hadits riwayat Bukhari dan Muslim. Riwayat keduanya menceritakan pengalaman Rasulullah SAW yang masih dalam kondisi junub di pagi hari puasa sebagaimana keterangan istrinya.

عن عائشة وأم سلمة رضي الله عنهما “أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُصْبِحُ جُنُبًا مِنْ جِمَاعٍ ثُمَّ يَغْتَسِلُ ويَصُومُ” متفق عليه وزاد مسلم في حديث أم سلمة “وَلَا يَقْضِي

Artinya, “Dari Aisyah RA dan Ummu Salamah RA, Nabi Muhammad SAW pernah berpagi hari dalam kondisi junub karena jimak, kemudian beliau mandi, dan terus berpuasa,” (HR Muttafaq Alaih.) Imam Muslim dalam riwayat dari Ummu Salamah RA menyebutkan, “Rasulullah SAW tidak mengaqadha.”

Syekh Hasan Sulaiman An-Nuri dan Syekh Alawi Abbas Al-Maliki menerangkan, redaksi “Rasulullah SAW tidak mengaqadha” mengisyaratkan bahwa puasa yang dijalani oleh Rasulullah SAW di hari tersebut tidak berkekurangan sesuatu apapun.

ولا يقضي أ ي صوم ذلك اليوم لأنه صوم صحيح لا خلل فيه

Artinya, “’ Rasulullah SAW tidak mengaqadha’ maksudnya adalah tidak mengqadha puasa hari tersebut di bulan lainnya karena puasanya hari itu tetap sah tanpa cacat sedikitpun di dalamnya,” (Lihat Syekh Hasan Sulaiman An-Nuri dan Syekh Alawi Abbas Al-Maliki, Ibanatul Ahkam, [Beirut, Darul Fikr: 1996 M/1416 H], cetakan pertama, juz II, halaman 312).

Syekh Hasan Sulaiman An-Nuri dan Syekh Alawi Abbas Al-Maliki menjelaskan, dari hadits ini dapat disimpulkan bahwa orang yang berhadats besar boleh menunda mandi junub hingga pagi hari.

Baca Juga:  Inilah 5 Asas Penting dalam Fiqih Jinayah / Hukum Pidana Islam

جواز تأخير الغسل من الجنابة للصائم إلى ما بعد طلوع الفجر والأفضل التعجيل بالغسل قبل الفجر

Artinya, “Orang yang berpuasa boleh menunda mandi junub hingga waktu setelah fajar terbit. Tetapi yang lebih utama (dianjurkan) adalah ia menyegerakan mandi wajib sebelum terbit fajar atau sebelum Subuh,” (Lihat Syekh Hasan Sulaiman An-Nuri dan Syekh Alawi Abbas Al-Maliki, Ibanatul Ahkam, [Beirut, Darul Fikr: 1996 M/1416 H], cetakan pertama, juz II, halaman 313).

Dari penjelasan singkat ini, kita dapat menarik simpulan bahwa orang dalam keadaan janabah yang tertidur hingga pagi hari sehingga lupa mandi junub harus terus melanjutkan ibadah puasanya. Ia cukup dengan mandi junub lalu berpuasa hingga matahari tenggelam. Puasanya terbilang sah tanpa perlu mengqadhanya.

Islam membolehkan orang yang junub untuk menunda mandi wajibnya di bulan Ramadhan maupun di luar bulan Ramadhan. Tetapi kami menyarankan orang yang junub sebaiknya segera melakukan mandi wajib agar ia menjalani ibadah puasa seharian dalam keadaan suci dari hadats besar.

Inilah artikel tentang Sahkah Puasa Wanita Yang Belum Mandi Besar? Ini Uraiannya! Jangan lupa bagikan artikel ini agar bisa memberikan manfaat bagi teman teman semuanya.

Mohammad Mufid Muwaffaq

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *