Santri Menerima Zakat, Bagaimana Hukumnya, Bolehkah?

santri menerima zakat

Pecihitam.org – Kata pesantren sudah tidak asing lagi terdengar di telinga kita. Indonesia yang dikelilingi dengan dunia pesantren menjadi khas di setiap daerahnya. Orang-orang yang menuntut ilmu di pesantren inilah sering disebut sebagai santri. Mereka umumnya datang dari kalangan dan suku yang berbeda, dengan keadaan ekonomi yang berbeda pula, ada kalanya dari kalangan konglomerat hingga yang menengah kebawah. Mereka menyibukan diri untuk mendalami ilmu agama ketimbang ilmu-ilmu lainnya, lalu dengan kondisi seperti itu jika santri menerima zakat, apakah dibolehkan?

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Zakat merupakan kewajiban umat islam yang harus dilaksanakan, tidak semua orang wajib membayar zakat dan tidak sembarang orang pula dapat menerima zakat, diantara golongan yang berhak menerima zakat berdasarkan dalam alquran surat at-Taubah: 60 adalah orang fakir, miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (muallaf), seorang yang memerdekakan budak, untuk membebaskan orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk orang yang sedang menempuh perjalanan, lalu jika zakat diberikan pada santri yang tinggal di pesantren, bagaimana islam menyikapinya?

Sebagian ulama’ berpendapat bahwa hukum berzakat kepada santri adalah boleh, dengan tujuan supaya mereka tetap fokus untuk mendalami ilmu agama dan memberikan manfaat pada yang lainnya, karena mereka termasuk kategori fi sabilillah sebagaimana yang disebutkan dalam kitab Fiqhuz Zakat karya Dr. Yusuf al-Qaradawi.

Baca Juga:  Macam-Macam Kategori Hukuman Tindak Kriminal dalam Hukum Pidana Islam

Imam Nawawi mengatakan dalam kitabnya المجموع شرح المهذب bahwa “para ulama berpendapat jika seseorang sanggup medapat suatu pekerjaan yang sesuai dengan kekuatannya (kemampuan) namun ia membatalkan keinginannya sebab menyibukkan diri dengan memperdalam ilmu agama; dalam artian jika dia bekerja, mengakibatkan tidak fokus belajar agama, maka boleh hukumnya menerima zakat, karna menuntut ilmu termasuk fardhu kifayah. Beda halnya jika santri tersebut tidak bersungguh sungguh memperdalam ilmu agama, maka tidak berhak baginya menerima zakat jika ia sanggup untuk bekerja, dan ini merupakan pendapat yang shohih dan masyhur”.

Oleh sebab itu menurut pendapat diatas, bagi si pemberi zakat maka harus memperhatikan siapa yang sekiranya pantas untuk diberi zakat, yaitu bagi santri yang bersungguh-sungguh dalam memperdalam agama dan mendahulukan yang kurang mampu.

Dalam kitab al-Mausu’ah al-Fiqhiyah juz 28 halaman 337, disebutkan:

Baca Juga:  Pengertian Zakat, Sejarah dan Hikmahnya bagi Kehidupan

اتَّفَقَ الْفُقَهَاءُ عَلَى جَوَازِ إعْطَاءِ الزَّكَاةِ لِطَالِبِ الْعِلْمِ وَقَدْ صَرَّحَ بِذَلِكَ الْحَنَفِيَّةُ وَالشَّافِعِيَّةُ وَالْحَنَابِلَةُ وَهُوَ مَا يُفْهَمُ مِنْ مَذْهَبِ الْمَالِكِيَّةِ وَذَهَبَ بَعْضُ الْحَنَفِيَّةِ إلَى جَوَازِ أَخْذِ طَالِبِ الْعِلْمِ الزَّكَاةَ وَلَوْ كَانَ غَنِيًّا إذَا فَرَّغَ نَفْسَهُ لإِفَادَةِ الْعِلْمِ وَاسْتِفَادَتِهِ لِعَجْزِهِ عَنْ الْكَسْبِ

Para ulama bersepakat atas diperbolehkannya memberi zakat kepada para pencari ilmu, sebagaimana yang disebutkan dalam madzhab hanafi, syafii, dan hanbali dan sesuai yang difahami dalam madzhab Maliki, sebagian ulama hanafi berpendapat diperbolehkannya seorang pencari ilmu menerima zakat meskipun dikategorikan sebagai orang kaya, dengan catatan jika dia menyibukkan dirinya untuk mecari ilmu, sehingga tidak ada waktu untuk bekerja.

Dalam kasus ini maka tidak dianjurkan memberi zakat kepada santri yang bermalas-malasan dalam artian tidak bersungguh-sungguh dalam mencari ilmu, karena yang seperti itu bukan termasuk kriteria seseorang yang menyibukkan diri untuk mencari ilmu agama.

Jadi zakat hanya diperbolehkan untuk diberikan kepada seorang yang belajar agama, entah berstatus santri atau mahsiswa, selagi objek tersebut benar-benar rajin belajar, dan dapat diharapkan ilmunya bermanfaat bagi orang lain, walaupun santri tersebut telah terhitung dewasa dan mampu untuk mencari nafkah sendiri, namun karena kesibukannya maka keperluan mereka dapat dipenuhi dengan hasil pemberian zakat, dengan syarat yang sudah disebutkan. Karena zakat memang harus diberikan kepada orang yang tepat yaitu orang yang berhak menerimanya, supaya zakat tersebut bisa diambil manfaatnya.

Baca Juga:  Perbedaan Zakat Infaq dan Sedekah yang Wajib Kita Ketahui

Oleh karena itu apabila terdapat santri atau pelajar dari kalangan yang tidak mampu dan telah memenuhi syarat, maka kita bisa menyerahkan zakat kita kepada mereka, begitu pula sebaliknya, santri menerima zakat sangat dibolehkan. Wallahu A’lam.

Nur Faricha

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *